Oleh: Nur Laila M.
Kebiadaban zionis tiada tara, puluhan ribu anak-anak menjadi korban genosida meninggalkan kepedihan berupa anak-anak yang menjadi yatim karena kehilangan orangtua. Tercatat ada 39 ribu anak yatim akibat genosida di Gaza. Menurut Biro Statistik Palestina yang dilansir Al Mayadeen, menyatakan bahwa Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Dalam pernyataan yang dikeluarkan menjelang Hari Anak Palestina mengonfirmasikan bahwa 39.384 anak telah menjadi yatim sepanjang 534 hari pengeboman. Dari jumlah tersebut, sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orangtua dan kini menghadapi kehidupan tanpa dukungan atau perawatan.
Sementara itu, Tiap hari 100 anak Gaza meninggal terluka setiap harinya di Jalur Gaza sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025, mengutip dari UNICEF pada Jumat (4/4) Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini menyebutkan situasi ini mengerikan dan menyayangkan hidup anak-anak yang terputus akibat perang yang bukan mereka yang buat. (liputan6.com,6/4/2025)
Miris, pada momen hari anak, justru anak-anak Palestina kehilangan orang tua, keluarga, bahkan nyawa mereka. Hal ini terjadi ditengah narasi Barat yang berbusa-busa tentang hak asasi manusia (HAM) serta berbagai aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Konvensi PBB tentang Hak Anak (United Nations Convention on the Rights of the Child/UNCRC) menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh: Kehidupan, kelangsungan hidup, dan perkembangan, Perlindungan dari kekerasan, pelecehan, atau pengabaian, Pendidikan yang memungkinkan anak-anak untuk memenuhi potensinya, Dibesarkan oleh orang tua atau memiliki hubungan dengan mereka, Mengungkapkan pendapat mereka dan didengarkan pendapatnya
Namun, perlindungan terhadap anak Palestina hanyalah wacana saja karena hak-hak tersebut tidak mereka dapatkan. Mereka tidak bisa dibesarkan oleh orang tuanya karena Zionis telah menghabisi orang tua dan kerabatnya. Mereka tidak bisa memperoleh pendidikan karena Zionis telah membombardir sekolah hingga luluh lantak. Ketika sakit, mereka tidak bisa mendapatkan perawatan medis yang memadai karena penjajah telah menghancurkan rumah sakit yang ada. Mereka bahkan kehilangan hak hidup karena penjajah merenggut nyawa mereka bahkan sejak masih berusia beberapa hari.
Semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal HAM dan berbagai aturan internasional serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak yang nyatanya aturan-aturan tersebut tak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina,
Semestinya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Lembaga internasional sejatinya adalah alat untuk menguasai dunia melalui jalur diplomasi.
Masa depan Gaza Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan.
Khilafah berfungsi sebagai rain dan junnah, tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyatnya.
Oleh karenanya, harapan kemenangan Palestina hanya ada pada kepemimpinan politik Islam atau Khilafah. Khilafah berfungsi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai pelindung) terhadap umat Islam, termasuk di Palestina. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari). Juga sabda beliau,”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’alayh dll.).
Khilafah tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyat Palestina. Khilafah akan melawan dengan jihad fi sabilillah. Ini sebagaimana perintah Allah Taala, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 191).
Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman bagi Palestina. Khalifah Umar bin Khaththab ra. telah membebaskan Palestina dari penjajahan Romawi dan memimpinnya dengan adil. Para khalifah berikutnya senantiasa melindungi Palestina dari serangan musuh. Khilafah juga memberikan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak sehingga mereka bisa menjadi generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa. Khilafah membangun Palestina hingga menjadi wilayah yang makmur dengan infrastruktur yang modern. Kota-kota di Palestina tertata rapi dan indah. Penduduknya sejahtera dan terpelajar.
Khilafah memenuhi hak-hak anak Palestina secara riil. Khilafah menjamin keamanan mereka, kebutuhan hidup mereka, serta menyediakan sarana kesehatan dan pendidikan. Khilafah membangun Madrasah Nizhamiyah di Baitulmaqdis, Yerusalem. Madrasah inilah yang melahirkan sosok Hujjatul Islam yang keilmuannya diakui hingga saat ini, yakni Imam Muhammad Abu Hamid al-Ghazali. Beliau bahkan mengkhatamkan penyusunan kitab Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin di salah satu bilik Masjidilaqsa (Al-Waie, 29-4-2024).
Ketika pasukan Salib menyerang Palestina, Khilafah berhasil membebaskannya. Melalui pasukan Shalahuddin al-Ayyubi, Palestina kembali berada dalam perlindungan Khilafah Islamiah. Setelahnya, Khilafah senantiasa melindungi Palestina, bahkan ketika Khilafah dalam posisi lemah sekalipun. Pada masa akhir Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Abdul Hamid II bersikeras tidak mengizinkan Yahudi untuk memiliki wilayah di Palestina.
Barulah ketika Khilafah runtuh, perisai pelindung Palestina dan umat Islam secara keseluruhan sirna.
Setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya khilafah agar mereka punya hujjah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh zionis dan sekutu-sekutunya. Persoalan anak-anak Gaza akan selesai ketika persoalan Palestina juga terselesaikan secara tuntas. Dan solusi tuntas hanya dapat terwujud dengan jihad dan khilafah. Wallahualam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar