Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Polemik Danantara Antara Ambisi Pertumbuhan dan Ketimpangan Sosial

Sabtu, 15 Maret 2025



Oleh: Tri S, S.Si


Pembentukan Danantara, badan investasi negara yang digagas pemerintah, menuai kontroversi. Diklaim sebagai upaya memacu pertumbuhan ekonomi melalui model kapitalisme negara, kebijakan ini justru dinilai memperkuat oligarki dan mengorbankan kepentingan rakyat. Dengan dana rakyat yang dipertaruhkan dalam proyek strategis seperti hilirisasi minerba dan sawit, kekhawatiran akan kerugian besar mengemuka jika investasi gagal.


Pembentukan Danantara sebagai badan investasi negara menuai kontroversi karena dianggap sebagai bentuk kapitalisme negara yang menguntungkan oligarki. Menurut artikel Tempo, "Danantara adalah wujud kapitalisme negara yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan kepentingan rakyat kecil." (Sumber: Tempo 16/2/2025). Dana yang digunakan berasal dari uang rakyat, yang diinvestasikan dalam proyek-proyek strategis seperti hilirisasi minerba dan sawit. Namun, struktur kepengurusan Danantara didominasi oleh elite politik dan pengusaha besar, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa kebijakan ini hanya akan memperkaya segelintir orang.


Kutipan dari Kompas menyebutkan, "Danantara adalah bentuk pengorbanan rakyat untuk ambisi pemimpin dalam mengejar pertumbuhan ekonomi." (Sumber: Kompas 18/2/2025) Jika investasi ini gagal, kerugian akan ditanggung oleh rakyat, sementara keuntungan akan dinikmati oleh oligarki yang menguasai sektor strategis.


Kebijakan Danantara mencerminkan paradigma kapitalisme negara, di mana negara bertindak sebagai pemodal besar dengan mengonsentrasikan kekuatan ekonomi di tangan segelintir elite. Model ini mirip dengan yang diterapkan di Cina, di mana pertumbuhan ekonomi dicapai melalui kontrol negara dan kolaborasi dengan korporasi besar. Namun, di Indonesia, kebijakan ini justru memperkuat ketimpangan sosial. Oligarki yang menguasai sektor minerba dan sawit, seperti disebutkan dalam artikel CNN Indonesia, "akan semakin diuntungkan melalui program hilirisasi yang dibiayai oleh Danantara." (Sumber: CNN Indonesia 20/2/2025).


Demonstrasi mahasiswa dan kritik dari berbagai pihak menunjukkan bahwa kebijakan ini dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi rakyat. Artikel Kompas Tren menyebutkan, "Mahasiswa menuntut transparansi dan keadilan dalam pengelolaan Danantara, karena dana yang digunakan adalah uang rakyat." (Sumber: Kompas Tren 18/2/2025). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Danantara tidak hanya bermasalah secara ekonomi, tetapi juga secara politik, karena mengabaikan prinsip keadilan dan partisipasi publik. 


Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental untuk mengatasi masalah ketimpangan dan eksploitasi sumber daya. Dalam Islam, kepemilikan harta diatur secara jelas, dengan prinsip bahwa kekayaan alam adalah milik umum (milkiyah ammah). Rasulullah SAW bersabda, "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa sumber daya alam harus dikelola untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan segelintir elite.


Prinsip ekonomi Islam juga menekankan keadilan distributif melalui mekanisme seperti zakat, wakaf, dan larangan riba. Zakat, misalnya, berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin, sehingga mengurangi kesenjangan sosial. Wakaf dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang langsung bermanfaat bagi rakyat.


Selain itu, sistem ekonomi Islam menekankan tanggung jawab moral dalam pengelolaan sumber daya. Negara bertugas sebagai Khalifah (pengelola) yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kekayaan negara digunakan secara adil dan transparan. Hal ini sejalan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran), yang dapat mencegah korupsi dan penyalahgunaan dana.


Implementasinya dapat dilaksanakan dengan sistem transparansi akuntabilitas yakni pemerintah harus membuka akses informasi secara luas mengenai pengelolaan Danantara, termasuk alokasi dana, proyek yang dibiayai, dan hasil yang dicapai. Mekanisme pengawasan independen harus melibatkan masyarakat sipil dan lembaga audit yang kredibel.


Berikutnya dengan distribusi kekayaan yang  adil. Yaitu mengadopsi prinsip zakat dan wakaf untuk mendistribusikan kekayaan secara merata. Zakat dapat digunakan untuk membiayai program-program sosial, sementara wakaf dapat digunakan untuk membangun infrastruktur publik.


Selain itu, melakukan pemberantasan korupsi dengan menerapkan sistem hukum yang tegas dan adil untuk memberantas korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini sejalan dengan prinsip hisbah dalam Islam, yang menekankan pengawasan terhadap penguasa.


Selanjutnya, wajib memenuhi pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keadilan ekonomi dan tanggung jawab sosial. Pendidikan tentang sistem ekonomi Islam dapat menjadi landasan untuk menciptakan masyarakat yang kritis dan partisipatif.


Kebijakan Danantara, meski bertujuan untuk memajukan ekonomi, berpotensi memperkuat oligarki dan menimbulkan kerugian bagi rakyat. Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental yang menjamin keadilan distributif dan pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Islam, pemerintah dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil, transparan dan berkelanjutan, sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud secara menyeluruh.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar