Oleh: Khusnul
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru. (kompas.com, 2/3/25)
Kejaksaan Agung (Kejagung) awalnya mengungkap bahwa dugaan korupsi di PT Pertamina merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun pada 2023. Namun, karena kasus ini berlangsung sejak 2018, jumlah total kerugian dalam lima tahun bisa mencapai Rp 968,5 triliun. Kerugian negara berasal dari beberapa faktor, seperti ekspor minyak mentah dalam negeri, impor minyak mentah dan BBM melalui perantara, pemberian kompensasi serta subsidi, hingga distribusi BBM yang tidak sesuai spesifikasi. Dengan nilai kerugian yang sangat besar, kasus dugaan korupsi di Pertamina kini menduduki puncak "Klasemen Liga Korupsi Indonesia," mengungguli kasus-kasus megakorupsi lainnya yang telah lebih dulu terungkap. (kompas.com, 28/2/25)
Kondisi Indonesia saat ini memang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan di tuan ini nampak segala hal yang semula sangat manis. Berbagai macam penderitaan rakyat semakin menjadi, dan kondisi jajaran atas banyak yang terungkap melakukan tindakan korupsi. Sungguh miris seklai ketimpangan ynag ada saat ini. Sedangkan korupsi seolah sudah menjadi tradisi di negeri ini, merekan terus mencari celah dalam setiap kesempatan. Seolah-olah kasus ini tidak ada habisnya, terus menjangkit tidak berhenti bisa dikatakan seperti jamur yang tersebar di musim hujan. Bahkan dari ulasan berita diatas, dikatakan bahwa kasus korupsi pertamina ini menjadi kasus korupsi ini menduduki "puncak klasemen Liga Korupsi Indonesia" Sungguh luar biasa kebobrokan para pejabat di negeri ini. Sebuah rekor yang tidak patut dibanggakan, ditengah kondisi rakyat yang kesulitan dalam segala aspek kehidupan justru kasus korupsi merajalela. Mereka mengakali pengadaan barang, dengan mengambil keuntungan dari transaksi ini. Ini terjadi karena pejabat tidak amanah. Rakyat hanya di tipu dengan janji-janji, sedang mereka mengantongi keuntungan negeri, dimana para penguasa negeri ini, alih-alih menegakkan hukum dengan tepat sasaran, mereka memaafkan jika harta korupsinya dikembalikan. Sanggat tidak adil hukum yang diterapka, jika hukum itu mengenai orang kecil tajam sekali dia diterapkan, tapi jika mengenai orang bermodal besar sangat tumpul dalam penerapannya.
Kenapa dalam kondisi sistem hari ini sangat terbuka peluang melakukan kecurangan? Karena sistem sekuler membuat orang bebas melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok dengan menghalalkan segala cara. Mudah sekali bagi mereka yang memiliki sumber pendanaan besar untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, tanpa harus mengeluarkan tenaga yang ekstra untuk mendapatkan. Sistem ini menjadikan pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya dalam segala bidang. Karena modal atau kapital adalah kepentingan tertinggi ynag menguasai sistem ini. Kita sudah melihat fakta di lapangan ynag tidak sedikit. Dan nyata, orang pandai di negri ini sangat tidak berguna dibandingkan orang yang bermodal besar. Bahkan hal ini juga erat hubungannya dengan sistem pendidikan sekuler yang tidak menghasilakan generasi bertakwa.
Sehingga generasi yang dihasilkan dari pendidikan saat ini tidak mampu mencetak pribadi-pribadi yang takut kepada Allah dalam segala aktivitas yang mereka lakukan. Orang yang tidak takut dengan siapapun, akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan apa ynag mereka inginkan, tanpa menghiraukan halal haram, bahkan nilai-nilai kemanusiaan pun tidak mereka hiraukan.
Yang penting keinginan mereka tercapai, dan tidak boleh ada yang menghalangi apa yang mereka lakukan. Maka kalau akhirnya korupsi tumbuh subur sangat wajar sekali. Dunia apa yang terjadi saat ini sangat mirip seklai dengan sistem rimba, siapa ynag kuat dia ynag berkuasa karena berada dalam sistem sekuler kapitalis.
Maka satu-satunya cara untuk kita keluar dari sistem saat ini, dan untuk membunuh tumbuh suburnya korupsi adalah dengan kita kembali kepada sistem yang sempurna yang pernah diterapkan kurang lebih nya sekitar 14 abad lamanya dahulu kala. Sejak jamannya Rosulullah hingga kekhilafahan terakhir di Turki Utsmani. Yaitu sistem yang menerapkan hukum syara' dalam kehidupan sehari-hari dalam segala aspek kehidupan, dan individu-individunya memiliki ketakwaan yang tinggi kepada Allah. Sehingga dalam setiap aktivitasnya mereka akan di kendalikan oleh ketakwaannya ini. Karena dalam Islam sistem pendidikan menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa, dan ketika menjadi pejabat dia akan amanah dalam menjalankan tugas karena ada kesadaran akan pertanggungjawaban atas apa yang dia lakukan nanti dihadapan Allah. Inilah rem Tau pengendali ynag paling kuat dalam diri seseorang dalam menjalankan segala aktivitas yang dia lakukan.
Selain itu adanya prinsip 3 pilar menjadikan setiap individu taat pada syariat jauh dari maksiat, karena masyarakat juga akan melakukan amar makruf nahi mungkar. Siapkaah 3 pilar itu, yaitu individu ynag taat kepada syariatnya Allah, masyarakat ynag melakukan amal ma'ruf nahi mungkar, dan pemerintah yang amanah dalam menjalankan tuganya. Dan ketika ada terjadi kemaksiatan maka akan diterapkan hukum Allah yang dia diterapkan dengan penerapan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan oleh negara. Siapapun ynag bersalah dia akan dijatuhi hukuman sesuai dengan kesalahan yang dia lakukan meski itu anak kholifah saat itu sekalipun. Sehingga dari sini korupsi dapat diberantas dengan tuntas, bahkan kemaksiatan dan juga kejahatan yang lain akan sangat ditekan dengan penerapan hukum syara' ini. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar