Oleh: Tri S, S.Si
Baru-baru ini warganet beramai-ramai menyerukan tagar #KaburAjaDulu di sejumlah medsos, termasuk X (twitter), bahkan sempat menjadi trending topik. Jika mencari kata kunci tagar tersebut di fitur pencarian X, beragam unggahan tentang ajakan pindah ke negara lain. Baik dalam bentuk beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, dan hal lainnya.
Banyak warganet yang juga mengaitkan tagar ini dengan tagar lain seperti #PeringatanDarurat. Cuitan ini disertai dengan keluhan netizen mengenai berbagai permasalahan di Indonesia (CNN Indonesia, 7/2/2025).
Tagar ini sungguh mengindikasikan kenyataan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang ingin meninggalkan negara kelahirannya, untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Penggunaan tren #KaburAjaDulu juga menandakan kekecewaan masyarakat yang sangat besar terhadap pemerintah Indonesia, seperti ketiadaan pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan yang memadai, dan jaminan kualitas hidup yang baik. Netizen X memandang semua ini tidak bisa diberikan oleh Pemerintah. Namun negara lain mampu menyediakannya.
Seperti banyaknya tawaran beasiswa di negara maju semakin memberikan pulang untuk kabur, sulitnya mencari lowongan pekerjaan bertemu dengan banyaknya tawaran kerja di luar negeri dengan gaji yang jauh lebih tinggi.
Kondisi ini tidak terlepas darı fenomena brain drain yang menjadi isu krusial dalam konteks Globalisasi dan Liberalisasi ekonomi yang semakin kuat dan semakin memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.
Brain drain/human capital flight adalah fenomena ketika orang pintar/berbakat memilih bekerja keluar negeri. Banyak orang dengan profesi seperti dokter, Ilmuwan, hingga Insinyur memilih untuk berkarir di luar negeri, guna mencari keuntungan yang lebih tinggi.
Kondisi ini menggambarkan kegagalan kebijakan politik di dalam negeri untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Hal ini tidak lepas dari sistem yang digunakan untuk mengatur negara saat ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem ini membuat dan menyerahkan segala kebijakan yang mendukung para kapital. Misalnya pendidikan, dalam sistem ini pendidikan menjadi hal yang sah dikomersialkan oleh swasta, sehingga yang dapat mengaksesnya hanya orang-orang yang berduit saja. Kedua pekerjaan, dalam sistem kapitalisme, perusahaan/industri merupakan pihak yang menyediakan lapangan pekerjaan. mereka tentu mempertimbangkan untung rugi, alhasil para karyawan ada kalanya terkena dampak efisiensi atau PHK. Para pekerja terus dibayang bayangi PHK massal, gaji rendah dan masalah lainnya. Kesenjangan ekonomi tidak saja terjadi di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
Semua permasalahan ini pada dasarnya dapat diselesaikan oleh aturan dari Sang Maha Pencipta, yaitu sistem Islam. Sistem ini mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan rakyat dan memenuhi hak-hak asasi setiap individu. Apabila sistem ini diterapkan dalam institusi negara yakni Khilafah, maka negara akan menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat.
Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi berdasarkan syariat Islam. Dimana kebutuhan pokok mereka berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan dijamin negara dengan kualitas layanan terbaik.
Khilafah akan bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja terutama bagi laki-laki baligh yang wajib mencari nafkah. Kesempatan bekerja dalam sistem ini sangat luas, misalnya dari sektor ekonomi riil, ada bidang industri, pertanian dan jasa. Belum lagi pengelolaan SDA oleh negara, tentu membutuhkan banyak ahli yang kompeten. Dengan begitu kebutuhan pokok akan bisa dipenuhi oleh pemberi nafkah.
Khilafah juga menjamin setiap rakyatnya mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Sesuai dengan pernyataan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam buku Nizham al-Islam bab “Masyru’ ad-Dustur”, bahwa dalam sistem Islam pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi. Pendidikan dalam sistem Islam diberikan secara gratis. Kurikulum yang diberikan wajib berlandaskan akidah Islamiah. Mata pelajaran serta metode penyampaian pelajaran disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun. Strategi pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Mereka juga dicetak menjadi orang yang berilmu dan peka terhadap problematika umat. Sehingga mereka tumbuh menjadi orang yang cerdas dan berbakat. Mereka menjadi garda terdepan dalam membangun negara dan negara juga menjamin kehidupan mereka.
Di sektor lain, khilafah juga menyediakan layanan kesehatan secara gratis. Layanan ini tersedia dari tingkat desa hingga ibu kota negara, sehingga rakyat mudah menjangkaunya. Semua ini bisa dilakukan secara gratis karena sektor kesehatan dibiayai dari Baitul Mal yang memiliki banyak sumber pemasukan, termasuk dari pengelolaan tambang dan sumber daya alam lainnya.
Sistem Islam dalam khilafah juga menerapkan syarat tanah iqtha (pemberian negara kepada rakyat), ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati) dan sejenisnya. Sesuai dengan Sabda nabi Muhammad SAW “Siapa saja yang mendirikan pagar atas tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. Ath-Thabrani). Syariat Islam menetapkan ambang batas penelantaran lahan yaitu 3 tahun. Apabila lahan yang dimiliki tidak dikelola, maka negara bisa menyita lahan tersebut dan memberikannya kepada individu ataupun perusahaan yang mempu mengelolanya. Ketetapan ini didasarkan pada Ijma' sahabat pada masa Khalifah Umar bin Khaththab.
Adanya seluruh jaminan ini membuat masyarakat tidak harus kabur ke negara lain untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Hanya sistem Islam lah yang dapat memecahkan segala urusan masyarakat. Masyarakat dan pemimpin pun akan menjadi orang-orang yang bertakwa dan negara akan menjadi berkah. Demikian solusi Islam terhadap tagar #KaburAjaDulu, dan cara Islam menjamin kehidupan yang adil dan sejahtera. Wallahu’alam bhisshawab.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar