Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Ironi Korupsi di Negeri Muslim

Jumat, 14 Maret 2025


Oleh: Tri S, S.Si 

Korupsi merupakan masalah serius yang merusak tatanan kehidupan masyarakat dan juga negara. Praktik kotor ini tidak hanya mencederai kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghambat kemajuan dan kesejahteraan. Menjamurnya kasus korupsi di berbagai sektor pemerintahan dan instansi negara telah membuat masyarakat semakin muak. Alih-alih memberikan efek jera, yang ada justru kasus korupsi seakan tidak ada habisnya.

Bahkan, Presiden Prabowo Subianto turut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya kasus korupsi yang kian meningkat di Indonesia. Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga akar dari berbagai permasalahan yang menghambat kemajuan dan menurunkan kinerja di berbagai sektor. Hal ini membuatnya bertekad untuk menggunakan seluruh daya dan wewenang guna mengatasi masalah korupsi. Sebagaimana yang telah disampaikan Prabowo pada forum dunia World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab yang dihadiri secara virtual pada Kamis (13-2-2025). (Kompas.com, 13-2-2025)

Korupsi Semakin Meningkat
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memberantasnya, faktanya, praktik korupsi ini tetap saja marak, bahkan semakin meningkat. Kasus korupsi terbaru yang menggemparkan masyarakat mengungkapkan praktik pengoplosan atau blending dalam produksi Pertamax dengan Pertalite.

Pada dasarnya praktik kotor ini berkaitan erat dengan mahalnya biaya politik, terutama dalam pemilu dan kampanye. Banyak politisi yang mencari dukungan dan sumber pendanaan untuk membiayai kampanye mereka, yang kemudian berdampak pada otoritas yang berwenang setelah mereka terpilih.

Dalam sistem politik yang penuh dengan persaingan ketat, biaya kampanye yang tinggi mencakup iklan, logistik, tim sukses, hingga “politik uang” guna mengamankan dukungan merupakan hal umum yang wajid disediakan oleh para calon pejabat. Akibatnya, setelah terpilih, banyak pejabat yang merasa perlu "mengembalikan modal" karena berkewajiban untuk "membayar kembali" dukungan tersebut melalui kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu, proyek-proyek pemerintah yang dikorupsi, atau permainan anggaran yang merugikan.

Belum lagi lemahnya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia menumbuhsuburkan praktik korupsi ini. Kasus-kasus kecil seperti pencurian ringan sering kali ditindak dengan cepat dan keras. Namun, ketika menyangkut kasus korupsi atau pelanggaran hukum oleh elit politik, proses hukum sering kali berlarut-larut atau bahkan tidak berjalan sama sekali. Banyak pejabat yang terlibat dalam kasus besar justru mendapatkan hukuman ringan atau bahkan bebas setelah menjalani hukuman singkat. Sistem hukum yang tidak memberikan efek jera ini membuat praktik korupsi semakin tumbuh subur dan berulang dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap pemerintah dan aparat hukum.

Presiden RI Prabowo Subianto seharusnya bertindak nyata dan tegas terhadap para koruptor, bukan hanya sebatas retorika semata. Karena korupsi telah lama menjadi momok yang menggerogoti Indonesia. Terus berulang dan terjadi, hanya berganti pemain. Selama ini, banyak pemimpin yang berjanji akan memberantas korupsi, tetapi pada akhirnya justru berkompromi dengan sistem yang ada.

Sejatinya, sistem pemerintah yang tidak sehat akan melahirkan aturan yang rusak. Sebagaimana tubuh yang sakit akan mengakibatkan perubahan pada fisik. Ketika sistem rusak, aturan yang seharusnya berfungsi untuk melindungi masyarakat justru menjadi alat untuk menyejahterakan diri dan kelompok.

Belum lagi aturan yang dibuat sering kali tidak dijalankan dengan adil, sementara hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Dalam situasi seperti ini, reformasi kecil tidak akan cukup. Perlu perubahan yang mendasar dan menyeluruh guna mengatasi permasalah yang kian pelik ini.

Di tengah berbagai krisis yang dihadapi bangsa, mulai dari korupsi yang merajalela, ketimpangan ekonomi hingga lemahnya penegakan hukum, sistem Islam hadir sebagai solusi yang mampu membawa perubahan mendasar dalam tatanan negara. Islam tidak hanya menawarkan nilai-nilai moral, tetapi juga sistem pemerintahan yang adil. Islam hadir bukan hanya mengatur individual semata, tetapi juga mengatur tatanan masyarakat dan negara.

Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tetapi amanah besar yang wajib dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Setiap kepemimpinan akan diminta pertanggungjawaban di akhirat sehingga para pejabat yang memiliki akidah Islam yang kuat akan senantiasa menjaga amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Mereka menyadari begitu berat amanah yang dipikulnya. Dengan adanya kesadaran ini, masyarakat akan lebih jujur, amanah, dan menjauhi praktik-praktik kotor.

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian, salah satu faktor utama yang menyebabkan maraknya korupsi adalah lemahnya sistem hukum. Dalam Islam, hukum ditegakkan tanpa memandang bulu. Tidak ada istilah 'hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.' Sebagimana sabda Rasulullah saw., "Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum Islam (syariat) dirancang tidak hanya sebagai sistem sanksi, tetapi juga sebagai mekanisme zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) bagi individu serta masyarakat. Hukum Islam merupakan hukuman yang memberikan efek jera (zawajir) bagi para pelaku dan memberikan peringatan atau rasa takut bagi masyarakat luas untuk tidak melakukan tindakan yang serupa.

Misalnya, hukum hudud bagi pencuri dengan syarat tertentu, dengan kadar yang telah ditetapkan, dan bukan karena kelaparan atau kebutuhan yang mendesak. Maka, khalifah wajib untuk mengeksekusi hukuman potong tangan bagi pencuri tersebut. Tidak ada tawar-menawar dalam pelaksanaan hukum Islam. Sebab hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah bersifat tetap, tidak dapat diubah oleh manusia. Kemudian setelah mendapat hukuman yang telah Islam tatapan tersebut, maka hal ini merupakan penebus atas dosa (jawabir) yang telah dilakukan. Konsep ini menekankan bahwa hukuman yang diterima di dunia dapat menjadi kafarat (penghapusan dosa) di akhirat.


Pada dasarnya, sistem Islam bukan hanya sekadar teori dan retorika semata, tetapi telah terbukti dalam catatan sejarah sebagai sistem yang mampu menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan keamanan bagi umat manusia. Dengan mengganti sistem kapitalisme-liberalisme menjadi sistem Islam merupakan satu-satunya cara agar Indonesia dapat keluar dari berbagai krisis dan problem yang terjadi. Sudah seharusnya kita melihat Islam bukan hanya sebagai ajaran spiritual semata, tetapi juga sebagai solusi nyata bagi perbaikan umat. Hal ini akan menjadikan penyelesaian setiap problem kehidupan dituntaskan hingga ke akar, tidak terkecuali korupsi di negeri muslim. Wallahualam bissawab.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar