Oleh: U Diar
Kemunculan gambar itu kemudian disusul dengan tagar #IndonesiaGelap. Tagar ini mengusung isu krusial yang kemudian ditarik ke dunia nyata.[1] Di dunia nyata, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) dikabarkan menggelar aksi pada Senin (17-02-2025), dan berlanjut hingga beberapa hari kemudian. Aksi dengan tagline Indonesia Gelap tersebut menyuarakan beberapa tuntutan utama, diantaranya:
1. Mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 karena menetapkan pemangkasan anggaran yang dinilai tidak berpihak pada rakyat
2. Mencabut pasal dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang guna menjaga independensi akademik
3. Mendesak pemerintah untuk mencairkan tunjangan dosen dan tenaga kependidikan secara penuh tanpa hambatan birokrasi dan pemotongan yang merugikan
4. Mengevaluasi total program MBG dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan
5. Berhenti membuat kebijakan publik tanpa basis riset ilmiah dan tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat
Sosiolog dari UGM, Heru Nugroho, menilai demonstrasi itu sebagai akumulasi kekecewaan masyarakat. Mulai dari banyaknya pemutusan hubungan kerja dan sulitnya mencari pekerjaan, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, kasus gas elpiji 3 kg, serta puncaknya ketika pemerintah memangkas anggaran sejumlah kementerian. Sejarawan Andi Achdian menilainbahwa rentetan aksi itu menandakan adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Bahkan menurutnya legitimasi pemerintahan sudah oleh di kalangan mahasiswa. [2]
Aksi mahasiswa yang diawali dengan aktivitas politik di dunia maya ini dikenal dengan konsep netizenship. Yakni memanfaatkan peran aktif netizen di dunia maya untuk merespon peristiwa politik. Kejadian ini dinilai serupa dengan Arab Spring 14 tahun lalu. Dari dunia maya lanjut ke dunia nyata, merembet, dan mampu menggulingkan rezim berkuasa. Hal serupa pernah terjadi pada aksi reformasi 1998.
Yang menjadi catatan adalah apakah aksi serupa ini juga akan berujung serupa seperti yang sebelumnya? Hanya sekadar ganti rezim tanpa menyentuh akar utama penyebabnya? Sekian kali pergantian rezim di berbagai belahan negeri muslim setidaknya cukup memberikan pelajaran, bahwa pergantian rezim semata bukanlah solusi yang benar-benar bisa menghilangkan kegelapan secara permanen. Perubahan yang terwujud tidak menghasilkan perbaikan hakiki yang bertolak belakang 180° dengan kondisi yang dirubah.
Perubahan rezim biasanya hanya menjadi solusi sementara, menambal kekurangan yang paling mencolok dan menimbulkan potensi kekurangan serupa berikutnya. Bahkan bisa jadi lebih parah kondisi yang ditimbulkan. Maka tidak sedikit yang berputus asa di tengah parahnya kondisi hidup saat ini, lalu mengeluarkan ide untuk pergi dulu ke wilayah lain yang dinilai lebih menjanjikan dengan #KaburAjaDulu.
Padahal meninggalkan keadaan yang bermasalah bukan juga solusi, karena sejatinya permasalahan itu untuk dihadapi/diselesaikan. Maka langkah menyelesaikan yang harus dimulai. Pertama adalah dengan mencari muasalnya, mengapa pelayanan publik menjadi ala kadarnya dan para oligarki semakin menjadi-jadi. Jika diteliti lebih dalam maka jawabannya adalah karena dibiarkannya kemungkaran secara berkelanjutan, berupa tidak dipakainya hukum Allah dalam mengatur kehidupan. Dan parahnya rasa berdosa kurang dimiliki oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab pada pelayanan publik, sehingga kezaliman semakin menjadi-jadi.
Langkah kedua adalah menentukan kemana dan dengan apa perbaikan itu dilakukan. Ditinggalkan hukum Allah karena lebih memilih kapitalisme buatan manusia sudah jelas membuat tatanan semrawut. Maka jika masih saja memakai kapitalisme sebagai bagian dari perbaikan, hasilnya mustahil bisa benar-benar baik.
Oleh sebab itu, sudah selayaknya dikaji dan didakwahkan bagaimana performa aturan Allah dalam format syariat Islam sukses menjadi panduan hidup. Penerapan syariat Islam terbukti mampu mengangkat derajat hidup manusia di jazirah Arab dan sekitarnya. Berkah dari aturan Islam menjadikan seluruh negeri pada saat itu terterangi, bangkit dari kejahiliyahan menuju kemuliaan cahaya Islam. Dan itu berlangsung ribuan tahun hingga batas kehancuran Islam di tangan kaum kafir.
Langkah selanjutnya adalah memastikan ada dakwah yang mengarahkan pada perubahan yang benar, terutama di kalangan mahasiswa yang menjadi motor pertama perubahan di dunia nyata. Mahasiswa sebagai ujung tombak penyuara persoalan masyarakat perlu memahami fakta antara kapitalisme dan Islam beserta dampaknya. Mereka harus dibina agar meyakini dan memperjuangkan Islam yang berisi aturan Allah secara sempurna.
Mahasiswa yang paham Islam secara menyeluruh akan menjadi penunjuk pada perubahan menuju cahaya sesungguhnya. Akan melakukan nahi mungkar untuk melenyapkan kemungkaran dari penerapan kapitalisme yang menimbulkan kegelapan di berbagai penjuru. Para pemuda ini akan menjadi bagian potensial untuk beramar makruf menyampaikan Islam dan menegakkan kembali hukumnya sehingga kekayaan Islam kembali.
Oleh karena itu, untuk berkontribusi aktif dalam memunculkan kembali cahaya Islam, mahasiswa perlu mendapatkan pembinaan Islam yang intensif. Pembinaan yang akan menjaga mereka dari pemikiran selain Islam, yang jika dijadikan solusi justru tidak akan menyelesaikan persoalan. Mereka penting untuk diarahkan agar melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan generasi sesudahnya, kokoh memperjuangkan tegaknya Islam. Dan inilah salah satu misi yang harus kita upayakan, agar idealisme perjuangan mereka tidak dibajak oleh perubahan semu yang salah. []
Referensi:
1. https://tirto.id/indonesia-gelap-luapan-protes-rakyat-atas-kebijakan-pemerintah-g8py
2. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cgr2yy8ldy4o
Sumber gambar: Pngtree
Tidak ada komentar:
Posting Komentar