Oleh: Tri S, S.Si
Skandal dugaan korupsi yang terjadi di Pertamina sungguh membuat rakyat Indonesia terbelalak. Bagaimana tidak, jumlahnya sangat fantastis! Mencapai hampir satu kuadriliun, dan diperkirakan dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Belum lagi dampak yang ditimbulkan pada mesin kendaraan bermotor. Diindikasikan mesin akan mudah aus sebagai akibat dari pemakaian bahan bakar yang tidak sesuai standar. Banyak tokoh politik mengungkapkan bahwa kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Bahkan mereka mempertanyakan, negara seperti apakah Indonesia ini?
Korupsi yang terjadi di Indonesia seperti penyakit bawaan yang berulang-ulang dan turun-temurun. Layaknya pewarisan dan kaderisasi dari para koruptor lama kepada generasi selanjutnya untuk menjadi koruptor berikutnya. Kongkalikong dan kerjasama aparat menjadi sesuatu yang biasa terjadi di negeri yang para pejabatnya melakukan korupsi . Mereka bersama-sama melakukan kecurangan dan kejahatan kepada rakyat. Uang yang menjadi hak rakyat dirampok dan diambil secara licik untuk memuaskan nafsu keserakahan mereka.
Setiap kali rezim berganti selalu disampaikan jargon pemberantasan korupsi. Namun apa yang terjadi ? Korupsi hanya berganti pemain dan sejatinya tidak akan pernah terhenti. Bahkan semakin mengakar dan menyebar di banyak instansi pemerintahan. Mereka secara terang-terangan melakukan manipulasi, dan rekayasa hukum untuk mengamankan aksi mereka.
Rakyat sudah muak dengan aktivitas para koruptor yang menjarah kekayaan negeri ini. Setiap kali pergantian kekuasaan, rakyat selalu berharap akan ada secercah harapan untuk menyelamatkan negeri ini. Atau setidaknya, ada janji untuk menaikkan taraf kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera. Namun berkali-kali pula harapan rakyat itu kandas. Rakyat kecewa karena yang berganti hanya pemainnya saja. Korupsi tetap berjalan mulus tanpa ada hambatan, dan kesejahteraan rakyat tidak kunjung meningkat. Biaya hidup semakin tinggi, sedangkan rakyat sebagai pihak yang lemah, tidak tahu apa-apa, hanya diperas untuk selalu membayar pajak.
Pergantian rezim terbukti gagal dalam memberantas korupsi. Alih-alih menghilangkan korupsi dari akarnya, malah gurita korupsi semakin merajalela mulai dari orang-orang terdekat sampai para pemegang kekuasaan. Berbagai kasus yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa korupsi adalah sebuah tindakan kriminalitas yang mendapatkan tempat istimewa di negeri ini. Bagaimana tidak, hukuman yang diberikan kepada para koruptor sangat ringan bila dibanding dengan kerugian dan penghianatan yang mereka lakukan kepada rakyat. Setelah mereka bebas, negara dengan jaminan undang-undangnya, masih memperbolehkan mantan koruptor, untuk naik ke panggung Pilkada, dan mendapatkan kedudukannya kembali di pemerintahan. Ini semakin membuktikan bahwa korupsi dan lembaga peradilan adalah dua hal yang saling bekerja sama untuk menciptakan suasana yang aman bagi para koruptor.
Dari sini kita bisa simpulkan, pergantian rezim atau pergantian penguasa tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya pergantian sistem. Banyak yang mulai bersuara tentang butuhnya perubahan sistem untuk mengakhiri semua tragedi dan kenestapaan yang ada di negeri ini. Mungkin kita butuh untuk mencoba sistem Islam. Iya, namanya juga orang Indonesia, biasanya suka mencoba dulu sebelum memakainya sebagai suatu pilihan yang pasti. Oleh karena itu, patutlah sistem Islam dicoba untuk diterapkan. Apa salahnya? Toh selama ini Indonesia juga sudah mencoba kapitalisme dengan segala kegagalannya, kenapa tidak diberikan porsi yang sama terhadap Islam?
Islam sebagai agama yang kaffah memiliki aturan yang lengkap menyangkut seluruh problematika kehidupan. Islam mengatur segala sesuatunya berdasarkan hukum syariat dan meminimalkan terjadinya penyelewengan atau penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa. Ke-khilaf-an memang selalu ada, karena yang menjalankan pemerintahan adalah manusia biasa. Namun sistem yang baik akan mampu meminimalisir ke-khilaf-an itu hingga menjadi sangat kecil nilainya. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi saat ini di sistem kapitalisme, yang menjadikan kejahatan terorganisir bukan hanya dilakukan oleh satu orang tapi dilakukan oleh banyak orang secara bersama-sama, secara terstruktur dan legal.
Namun sayangnya wacana tentang sistem Islam tidak pernah dilirik oleh pejabat-pejabat negeri ini. Mungkin hal ini dikarenakan politik Islam belum kembali di tengah-tengah umat. Mimbar-mimbar masjid atau dakwah-dakwah yang dilakukan belum seluruhnya menyeru kepada politik Islam. Memang ada segolongan umat yang menyerukan Islam secara politik. Namun jumlah penyeru ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan umat secara keseluruhan.
Beberapa waktu yang lalu salah seorang politisi menyampaikan ceramah yang mengandung unsur politik di mimbar masjid UGM. Hal itu menuai kritik dari salah salah seorang yang ditokohkan di Indonesia. Dia menganggap permasalahan politik jangan dibawa-bawa ke masjid, atau masjid seharusnya digunakan untuk menyerukan masalah ibadah saja. Dia menyatakan bahwa tidak selayaknya masalah politik dicampuradukkan dengan masalah ibadah. Pendapat inilah yang sejatinya menghancurkan negeri ini.
Jika kita mau jujur, terjadinya karut-marut di negeri ini diakibatkan dari dipisahkannya agama dari kehidupan politik. Politik tanpa agama akan menjadikan sebuah bangsa tersesat, kezaliman merajalela, ketidakadilan, dan penindasan yang kuat atas yang lemah. Sedangkan agama yang dipisahkan dari kehidupan akan menjadikan agama terdistorsi fungsinya. Agama tidak lagi menjadi problem solver atas semua problematika kehidupan manusia. Agama hanya dibatasi masalah ritual belaka.
Islam memiliki potensi untuk memecahkan segala keruwetan yang terjadi di negeri ini. Karena Islam punya aturan terkait masalah individu, pengaturan masyarakat, bahkan sampai skala yang lebih besar yakni mengatur negara dan dunia. Islam memiliki sistem pengelolaan sumber daya alam yang khas, yang mampu membawa kesejahteraan, keadilan, dan pemerataan. Islam juga punya sistem keuangan dan metode unik untuk mengatasi kemiskinan. Tentu saja semua hal ini ada di dalam politik Islam.
Pertanyaannya, jika politik Islam selalu dipisahkan dan dilarang untuk hadir di mimbar-mimbar masjid, dilarang ditampilkan dalam ceramah-ceramah keagamaan, lalu mau sampai kapan negeri ini berada dalam carut-marut yang luar biasa seperti ini? Ibarat penyakit akut, rakyat dan negeri ini menderita. Mengapa tidak mau mengambil Islam sebagai obatnya. Bagian mana lagi yang ditunggu kehancurannya? Nyatanya semuanya sudah hancur.
Tidak adil kiranya jikalau kita membela mati-matian kapitalisme yang justru kapitalisme inilah yang mematikan dan menghancurkan negeri ini. Sebaliknya, negeri ini malah alergi dengan sistem Islam yang memiliki solusi atas segala kekacauan yang terjadi. Sudah saatnya kita memberikan tempat bagi seruan sebagian dari kaum muslimin di Indonesia yang menyerukan kembali ke sistem Islam. Sistem Islam satu-satunya sistem yang terbukti mampu bertahan sampai 14 abad. Sistem ini lahir dari aturan Sang Pencipta Alam, Tuhannya manusia, bersumber dari Aqidah Islam. Tentu saja tidak ada yang lebih mengerti kebutuhan manusia dan solusi dari masalah manusia, selain dari penciptanya, yakni Allah SWT. Lalu mengapa kita masih sombong dengan menolak sistemNya?
Wallahu 'alam bishowab.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar