Oleh : Erna Tristyawati
Warga Perumahan Made Great Residence, Desa Made, Lamongan, digegerkan dengan penemuan jasad dengan kondisi mengenaskan dan sudah membusuk di sebuah warung kopi yang sudah lama tutup, pada Rabu (15/1/2025). (Kompas.com, 17/01/2025)
Jasad tersebut dipastikan merupakan korban pembunuhan yang pelakunya adalah teman korban sendiri.
Awalnya, seorang penyewa warung, Zamroni, datang untuk membersihkan warung yang sudah tidak beroperasi lebih dari sebulan. Namun, ia mencium bau busuk yang sangat menyengat saat memasuki warung hingga akhirnya ia dikejutkan dengan bagian tubuh korban yang membusuk di bawah tumpukan meja.
Zamroni yang sangat ketakutan akhirnya keluar dan berteriak meminta pertolongan warga sekitar. Tak lama kemudian warga berdatangan kemudian melapor ke Polsek Kota Lamongan.
Mayat yang ditemukan tersebut kemudian dievakuasi ke kamar jenazah RSUD dr. Soegiri Lamongan guna penyelidikan lebih lanjut. Berdasarkan hasil otopsi, polisi mengungkap bahwa korban adalah seorang pelajar berinisial VPR (16), asal Desa Banjarejo, Kecamatan Sukodadi, Lamongan.
Sebelum jasad korban ditemukan, pihak keluarga sempat melaporkan hilangnya korban. Korban dinyatakan telah dibunuh oleh pelaku yang ternyata adalah teman korban, diidentifikasi sebagai AI (16), warga Kecamatan Made, Lamongan.
Pelaku yang ditolak cintanya oleh korban tidak bisa mengendalikan emosinya sehingga ia memukul korban hingga kepala korban dibenturkan ke tembok warung. Setelah yakin korban tersebut meninggal, pelaku meninggalkannya begitu saja. Sebelum kejadian tersebut, pelaku sudah sesumbar akan membunuh korban jika cintanya ditolak. Setelah polisi melakukan serangkaian penyelidikan, termasuk memeriksa rekaman CCTV dan meminta keterangan dari tujuh saksi akhirnya pelaku berhasil ditangkap.
Kejadian ini tentu sangat miris, bagaimana mungkin seorang anak tega membunuh temannya hanya karena cintanya ditolak? Kasus ini merupakan cerminan pola perilaku generasi muda saat ini yang cenderung melakukan kekerasan kepada temannya.
Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, pelaku kekerasan pada anak usia 13-17 tahun didominasi teman sebaya. Kekerasan yang dilakukan teman laki-laki pada responden laki-laki mencapai 90%. Sedangkan kekerasan teman laki-laki pada responden perempuan mencapai 40%. Namun, teman perempuan yang melakukan kekerasan pada responden laki-laki sangat sedikit. (Muslimahnews.com, 24/01/2025)
Data tersebut menunjukkan bahwa profil remaja hari ini sangat jauh dari gambaran generasi ideal sebagaimana tuntunan Islam. Generasi hari ini tidak menjadi umat terbaik (khairu ummah), tetapi justru generasi dengan mental illness, berpikir pendek mudah emosi bahkan tega berbuat keji.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi muda saat ini tidak memiliki ketahanan ideologis yakni :
Faktor pertama, minimnya pendidikan moral di sekolah. Pendidikan di sistem kapitalisme hanya fokus pada transfer materi pelajaran kepada siswa sehingga mampu mendapatkan nilai yang bagus ketika ujian. Pelajaran agama hanya diberikan dalam porsi sedikit yakni sekitar 2 jam per pekan. Proses penyampaiannya pun tidak menggugah akal, tetapi bersifat hafalan dan sekadar teoritis sehingga tidak membekas pada perilaku siswa.
Faktor kedua, pengabaian aspek kesehatan mental pada remaja. Pemerintah belum memberikan perhatian secara penuh terhadap kasus kesehatan mental yang banyak terjadi di kalangan remaja. Padahal berdasarkan hasil Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dan satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental.
Faktor ketiga, lingkungan sosial yang tidak mendukung. Banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat namun tidak mendapatkan sanksi tegas, sehingga tidak ada efek jera. Lama kelamaan melakukan kekerasan merupakan hal yang lumrah dan sah-sah saja.
Faktor keempat, pengaruh media sosial yang begitu kuat. Banyak konten kekerasan di media sosial yang akhirnya menginspirasi pelaku kejahatan lainnya melakukan hal yang sama. Bahkan tawuran pelajar dijadikan konten sehingga menginspirasi pelajar lainnya unruk berbuat kekerasan.
Inilah dampak diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini mengabaikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Agama hanya dipakai untuk urusan ibadah, sedangkan urusan lain dalam kehidupan tidak boleh dikaitkan dengan Islam. Masyarakat tidak lagi peduli dengan halal dan haram. Manusia bebas bertindak semaunya karena mereka telah kehilangan rasa takut kepada Allah.
Kapitalisme membuat standar kebahagiaan berdasarkan aspek materi atau terpenuhinya keinginan seseorang. Hal ini membuat seseorang bebas melakukan apapun demi memenuhi keinginannya walupun harus menghalalkan segala cara bahkan sampai mencelakai orang lain.
Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi menunjukkan bahwa masalah kekerasan remaja bersifat sistemis, yaitu terjadi karena sistem kehidupan sekuler kapitalisme.
Solusi Islam Untuk Menghentikan Kekerasan pada Generasi
Sistem Islam mencegah terjadinya kekerasan pada generasi muda dengan menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada aspek akademis, melainkan juga pada pembentukan akhlak mulia, pengendalian diri, dan pemahaman yang benar terhadap hubungan antar manusia.
Sistem pendidikan Islam akan membentuk pola pikir (akliah) dan pola jiwa (nafsiyah) Islami para siswa sehingga perilakunya mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia. Mereka tidak akan mudah tersulut emosi. Naluri eksistensi diri (garizah baqa) akan ia arahkan pada hal yang positif seperti semangat menuntut ilmu, meraih prestasi, membuat karya inovasi yang bermanfaat bagi umat bahkan jihad fi sabilillah.
Islam juga mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk mencegah timbulnya fitnah dan perilaku yang melampaui batas syariat. Laki-laki dan wanita dilarang berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita tersebut disertai mahram. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.” (HR Bukhari).
Islam juga sangat menjaga hubungan kerjasama antara pria dan wanita bersifat umum dalam urusan-urusan muamalah, seperti jual beli, pendidikan, dan kesehatan, bukan hubungan yang bersifat khusus semisal saling mengunjungi antara pria dan wanita yang bukan mahramnya atau keluar bersama untuk berwisata.
Dengan hukum-hukum inilah Islam dapat menjaga interaksi antara pria dan wanita. Interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata bukan interaksi yang mengarah pada hubungan yang bersifat seksual.
Islam mampu mengarahkan agar hubungan yang terjadi antara pria dan wanita tetap dalam batas yang wajar sesuai syariat Islam dan mencegah terjadinya hubungan yang merusak moral dan memicu konflik emosional.
Dengan penerapan syariat Islam kaffah, generasi muda dapat mengoptimalkan potensinya untuk kebaikan dan amal saleh. Generasi muslim bisa menjadi khairu ummah seperti yang pernah terjadi pada generasi sebelumnya saat Islam diterapkan. Dan inilah yang semestinya diperjuangkan, profil generasi Islam harus bangkit kembali demi terwujudnya peradaban Islam nan gemilang.
Wallahu a’lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar