Oleh : Ummu Aqila
Fakta mengejutkan baru-baru ini terungkap bahwa Generasi Z menghadapi krisis paruh baya (midlife crisis) lebih awal dari seharusnya. Studi itu juga mengungkapkan bahwa sebanyak 38% dari mereka mengalami krisis paruh baya akibat tekanan finansial yang luar biasa. Di sisi lain, banyak fakta menunjukkan bahwa Gen Z banyak bertemu dengan persoalan hidup.
“Generasi Z tidak benar-benar dalam kondisi baik, studi kami menunjukkan bahwa kesehatan holistik di semua kelompok usia karyawan mengalami penurunan, tetapi penurunan terbesar terjadi pada Generasi Z,” ujar Vice President MetLife, Todd Katz, dikutip dari Newyork Post, Sabtu (18/1/2025).
Krisis paruh baya adalah periode peralihan dalam hidup seseorang yang biasanya terjadi antara usia 40-60 tahun. Krisis ini biasanya ditandai dengan kesehatan yang menurun, merasa kehilangan arah dan tujuan, serta kerap mengambil keputusan yang impulsif. Sedangkan studi tersebut mengungkap bahwa sebanyak 38% dari Gen Z (kelompok usia 13-28 tahun) mengalami krisis paruh baya akibat tekanan finansial yang luar biasa.
Survei tahun 2022 oleh Harmony Healthcare IT menunjukkan bahwa 42% dari generasi Z telah didiagnosa mengalami masalah kesehatan mental. Laporan lain dari American Psychological Association (APA) juga memaparkan bahwa hampir 90% dari Gen Z di Amerika Serikat setidaknya mengalami satu gejala stres, seperti merasa kewalahan atau cemas berlebihan. mediaindonesia.com(10/10/2024)
Generasi Z, yang tumbuh di era digital dengan segala kemudahan teknologi, justru menghadapi tantangan hidup yang semakin berat. Fakta mengejutkan mengungkap bahwa mereka mengalami krisis paruh baya lebih awal akibat tekanan finansial yang luar biasa. Studi menunjukkan bahwa 38% Gen Z menghadapi krisis ini, sementara survei lain mencatat 42% dari mereka telah didiagnosis mengalami masalah kesehatan mental. Hal ini semakin diperparah oleh sistem kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini, yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan manusia secara holistik.
Sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan ketimpangan yang tajam, menjadikan Gen Z bekerja keras dengan upah minim, sementara dunia usaha lebih berpihak kepada pengusaha besar. Sistem ini tidak memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat, membuat generasi muda frustrasi karena kehidupan yang jauh dari kata sejahtera. Ditambah lagi, sistem politik demokrasi yang melanggengkan kekuasaan oligarki terus membebani masyarakat dengan pajak tinggi, pengurangan subsidi, serta regulasi yang lebih menguntungkan korporasi daripada rakyat. Semua ini menjadikan kehidupan Gen Z penuh dengan tekanan dan ketidakpastian.
Tak hanya itu, sistem sosial yang liberal dan materialistik semakin membuat Gen Z kehilangan arah. Media sosial mendorong mereka untuk terus mengejar gaya hidup hedonis dan konsumtif, dengan kebahagiaan yang diukur dari materi semata. Akibatnya, mereka terjebak dalam pola hidup yang penuh tuntutan, hingga akhirnya mengalami stres dan gangguan kesehatan mental. Sementara itu, sistem pendidikan sekuler yang mahal dan tidak merata semakin menjauhkan mereka dari pendidikan berkualitas, membuat mereka tumbuh dengan pemahaman yang minim terhadap nilai-nilai agama dan kehidupan yang seimbang.
Pada akhirnya, kapitalisme telah menciptakan generasi yang rapuh, terjebak dalam standar kesuksesan semu yang hanya diukur dari daya beli dan produktivitas. Jika keadaan ini terus dibiarkan, maka masa depan Gen Z akan semakin suram. Sudah saatnya kita mencari sistem alternatif yang lebih adil dan berorientasi pada kesejahteraan manusia seutuhnya, agar generasi mendatang tidak terus-menerus terperangkap dalam lingkaran penderitaan yang sama.
Namun, di balik segala tantangan tersebut, Gen Z menyimpan potensi besar sebagai agen perubahan hakiki. Mereka adalah generasi yang kritis, melek teknologi, dan memiliki semangat yang tinggi untuk mencari kebenaran. Potensi ini harus diarahkan untuk membawa perubahan menuju penerapan Islam kaffah, yaitu penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan negara.
*Mengapa Islam Kaffah?*
Generasi Z saat ini menghadapi krisis paruh baya yang semakin nyata, sebuah dampak dari sistem kapitalisme yang telah merusak tatanan kehidupan. Potensi besar yang mereka miliki seolah terkubur oleh berbagai tantangan sosial dan ekonomi. Sebagai digital native, Gen Z sejatinya memiliki keunggulan dalam memahami serta beradaptasi dengan teknologi baru. Namun, tanpa arah hidup yang jelas, mereka mudah terombang-ambing dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian.
Islam kaffah hadir sebagai solusi komprehensif atas berbagai krisis yang dihadapi umat manusia. Sistem ini tidak hanya berfokus pada aspek materi, tetapi juga menyeimbangkan spiritual, moral, dan sosial. Misalnya, sistem ekonomi Islam menolak riba, spekulasi, dan eksploitasi yang menjadi akar ketimpangan dalam kapitalisme. Selain itu, Islam menjadikan pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun peradaban. Generasi muda, khususnya Gen Z, dididik untuk memiliki visi hidup yang jelas, yaitu sebagai hamba Allah yang taat dan khalifah di muka bumi yang bertanggung jawab atas perbaikan dunia.
*Langkah Menyiapkan Gen Z sebagai Agen Perubahan*
Agar Gen Z dapat menjadi agen perubahan yang membawa umat menuju kehidupan Islam kaffah, diperlukan strategi yang tepat. Langkah *pertama* adalah menerapkan pendidikan Islam yang integral. Kurikulum pendidikan harus difokuskan pada pembentukan akhlak mulia, penguatan aqidah, serta pengembangan kepemimpinan. Dengan pemahaman Islam yang kuat, mereka akan menyadari bahwa tujuan utama hidup adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi sesama. Dengan kesadaran ini, kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi dapat diarahkan untuk kemaslahatan umat, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Ahmad, Ath-Thabrani, Ad-Daruquthni).
*Kedua* adalah memanfaatkan teknologi untuk dakwah. Gen Z sangat akrab dengan teknologi digital, sehingga media sosial dan platform digital lainnya dapat menjadi alat efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam serta menginspirasi perubahan. Kembali pada syariat Islam kaffah akan membentuk mental yang lebih sehat dan menghindarkan mereka dari krisis identitas yang terjadi di bawah sistem kapitalisme. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 208).
*Ketiga* Dukungan komunitas Islami yang kuat juga sangat penting. Lingkungan yang positif akan membantu Gen Z tetap istiqamah dalam memperjuangkan Islam serta memberikan wadah untuk berkontribusi secara nyata. Selain itu, *Keempat* mereka juga harus memiliki kesadaran politik Islam. Generasi muda harus memahami bahwa Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga mencakup sistem politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Tanpa kesadaran politik yang kuat, potensi mereka dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh ideologi asing yang merusak. Oleh karena itu, Gen Z harus aktif dalam perjuangan bersama barisan dakwah Islam untuk mengembalikan kehidupan Islam yang hakiki sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Di bawah sistem kapitalisme, Gen Z hanya menjadi korban eksploitasi dan ketidakadilan. Namun, dengan potensi besar yang mereka miliki, mereka dapat bangkit dan menjadi pelopor perubahan menuju penerapan Islam kaffah. Dengan pendidikan yang benar, komunitas yang mendukung, serta kesadaran politik yang kuat, perubahan ini bukan sekadar impian, melainkan visi nyata yang bisa diwujudkan. Kini saatnya bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk berjuang menegakkan sistem yang menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan. Hanya dengan penerapan Islam kaffah, umat manusia akan meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar