Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Kapitalisasi Dunia Pendidikan, Mampukah Membentuk Generasi Impian?

Senin, 10 Februari 2025



By Ummu Ibrahim

Pendidikan merupakan hal yang penting dan wajib bagi setiap orang. Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikannya dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. 
Negara indonesia yang begitu luas dan begitu banyak penduduknya harus diimbangi dengan pendidikan yang baik dan berkualitas bagi setiap warganya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua masyarakat kita mendapatkan pendidikan yang baik. Tidak hanya mereka yang berada di pelosok negeri yang belum mendapatkan pendidikan, namun di kota-kota besar pun banyak anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan. Hal itu bisa disebabkan berbagai hal, di antara banyaknya permasalahan tersebut yang paling sering kita jumpai yaitu masalah ekonomi ataupun mahalnya biaya pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan seringkali dikeluhkan oleh para orangtua. Ketika anak ingin memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas tentu biaya yg dikeluarkan juga harus besar. 

Ditengah permasalahan biaya pendidikan yang kerap menjadi bahan perbincangan.
Justru pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto berencana akan membuat dua jenis sekolah baru, yakni SMA Garuda dan Sekolah Rakyat. SMA Garuda diperuntukkan bagi anak-anak super pintar, sedangkan Sekolah Rakyat diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Ke depannya, sekolah akan memiliki tiga tipe, yaitu sekolah unggulan Garuda yang akan dikelola Kemendiktisaintek, Sekolah Rakyat yang akan dikelola Kemensos, dan sekolah reguler yang akan dikelola Pemda/Kemendikdasmen.

Rencananya, pemerintah akan membuat 40 SMA Garuda yang terdiri dari 20 SMA Garuda baru dan 20 SMA/MA lainnya yang akan ditingkatkan statusnya menjadi SMA unggulan Garuda. Targetnya tersebar di seluruh provinsi pada 2029. Pembangunan akan dimulai tahun ini dengan membuat empat unit sekolah beserta asramanya. Perkiraan anggarannya Rp341 miliar dengan biaya operasional Rp40 miliar per sekolah.

Setiap SMA Unggulan Garuda ditargetkan dapat menampung 480 siswa. Terdapat tiga jalur penerimaan, yakni jalur reguler atau beasiswa kuota 50%, jalur paralel atau mandiri untuk anak dari keluarga mampu kuota 20%, dan jalur afirmasi dari keluarga prasejahtera 30%. Semua siswa tinggal di asrama agar bisa dilatih intensif untuk bisa masuk ke perguruan tinggi top dunia.

Proses pembelajarannya menggunakan kurikulum Internasional Baccalaureate (BI). Untuk itu, program ini membutuhkan guru-guru dari luar negeri atau guru-guru lokal yang memiliki reputasi internasional. Bisa kita pastikan sekolah garuda adalah sekolah yang menyediakan fasilitas pendidikan terbaik dan guru-guru terbaik.

Adapun Sekolah Rakyat, Kemensos menjelaskan tujuannya adalah untuk memutus rantai kemiskinan keluarga, sebab biayanya gratis. Rencananya pemerintah akan membangun asrama untuk boarding Sekolah Rakyat dengan tujuan agar siswanya mendapatkan asupan makan bergizi.

Uji cobanya di tiga titik di Jabotabek. Mensos Saifullah Yusuf menyebut peluang pembangunan Sekolah Rakyat ini turut melibatkan pihak swasta. Sekalipun berada di bawah Kemensos, pelaksanaan proses belajar mengajarnya akan tetap melibatkan Kemendikdasmen.

Diskriminasi pendidikan

Di sisi lain pembangunan sekolah Garuda dan sekolah rakyat berpotensi mempertebal kesenjangan dan diskriminasi pendidikan. Bahkan ide tersebut dianggap sebagai langkah mundur ke era kolonial, yakni ketika pendidikan berkualitas hanya bisa dirasakan oleh kaum priyayi. Sedangkan rakyat jelata harus puas dengan Sekolah Rakyat yang ala kadarnya.

Diskriminasi sangat mungkin terjadi dalam sistem pendidikan kapitalistik, yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis untuk menghasilkan uang. Tatkala layanan publik seperti sektor pendidikan menjadi ladang bisnis, saat itulah pendidikan menjadi layanan mahal alias berbayar. Kalaulah pendidikan dibuat gratis, biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dengan fasilitas seadanya.
Pemerintah juga semestinya menjadikan semua sekolah menjadi sekolah unggulan. Bukan malah mengotak-kotakan berdasarkan status sosial. Sekolah gratis dan berkualitas dibutuhkan tidak hanya untuk yang pintar tetapi untuk seluruh warga negara. Tidak boleh ada kesenjangan antara miskin dan kaya, maupun masyarakat desa dan kota. Semua harus mendapatkan akses pendidikan yang sama. Kesenjangan sosial antara kaya dan miskin hampir terjadi di semua lini, bukan hanya sektor pendidikan.
Alih-alih mengambil solusi mendasar dengan mengubah sistem yang bermasalah, negara justru mengambil solusi tambal sulam yang mencederai rasa keadilan masyarakat.

Kapitalisme sistem yang rusak

Minimnya pelayanan dan tanggungjawab  negara terhadap pendidikan bisa kita lihat saat ini. Bahkan bisa dibilang negara abai terhadap urusan rakyatnya di bidang pendidikan. Sebagai contoh, kesenjangan fasilitas, sarana, dan prasarana sekolah sangat terlihat di sekolah berbayar dan tidak berbayar. Pada sekolah berbayar, infrastruktur memadai. Sedangkan di sekolah gratis, infrastruktur sekolah adakalanya terbengkalai dan tidak terurus. Ini menimpa banyak sekolah negeri, terutama yang berada di wilayah terpencil dan terluar. Bangunan sekolah yang rusak dan tidak layak digunakan untuk tempat belajar, kerap muncul di pemberitaan. Banyak siswa yang harus belajar dan mencari ilmu dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan akses untuk menuju ke sekolah pun banyak rakyat yang kesulitan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Pendidikan, pada 2024 dana alokasi khusus pendidikan untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pendidikan mencapai Rp576,6 triliun yang meliputi: (1) Rp336,6 triliun untuk penambahan perpustakaan dan laboratorium (23,4% laboratorium SD—SMA/SMK rusak sedang hingga berat; 77.377 SD—SMA/SMK tidak memiliki perpustakaan); (2) Rp124,8 triliun untuk rehabilitasi, yakni 26,1% ruang SD—SMA/SMK negeri dan swasta rusak sedang hingga berat; (3) Rp58,6 triliun untuk kebutuhan peralatan sekolah; (4) Rp51,5 triliun untuk penyediaan ruang kelas baru; (5) Rp5,1 triliun untuk pembangunan sekolah baru, yakni sebanyak 1.841 kecamatan tidak punya SMA/SMK dan 44 kabupaten/ kota tidak punya SLB.

Namun, realitasnya alokasi dana fisik pendidikan hanya mencapai Rp15,8 triliun atau 2,4% dari total dana fasilitas pendidikan. Jumlah DAK tersebut disalurkan ke 32 provinsi dan 506 kota/ kabupaten. Dari aspek penyediaan fasilitas atau sarana dan prasarana sekolah, sudah terlihat minimnya perhatian dan kepedulian negara terhadap pendidikan dan generasi.

Kemudian menurut keterangan Kemenkeu RI (24-12-2024), anggaran pendidikan pada 2025 dialokasikan sebesar Rp724,3 T. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan merenovasi kurang lebih 10.000 sekolah rusak di seluruh Indonesia dengan prioritas kerusakan karena bencana alam.

Sejak 2009, Indonesia telah mengalokasikan 20% dari APBN untuk anggaran pendidikan, tetapi realisasinya masih jauh dari harapan. Anggaran pendidikan yang bernilai jumbo terkadang tidak terserap dengan baik karena buruknya pelayanan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bahkan, yang banyak terjadi justru penyelewengan dana pendidikan. Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di dunia pendidikan. Ini karena sistem dan model kepemimpinan kapitalisme tidak menjadikan pelayanan kepada rakyat sebagai tugas pokok yang harus dijalankan penguasa dan jajaran di bawahnya. Sistem ini juga menghasilkan praktik pengelolaan anggaran yang korup.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2023 terjadi 59 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan 130 orang tersangka. Menurut ICW, klasifikasi pertama korupsi di sektor pendidikan yakni penyelewengan anggaran program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), hibah/bansos, dana bantuan mahasiswa, dan Program Indonesia Pintar (PIP). Sepanjang 2016—2021, terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum.

Semakin jelas bahwa kapitalisasi dalam dunia pendidikan sarat dengan tindakan kriminal. Karna lagi lagi semuanya bisa dihalalkan hanya untuk mendapatkan uang. 

Pendidikan dalam Sistem Islam

Pendidikan adalah aspek penting dalam mewujudkan generasi cemerlang penerus bangsa dan pembangun peradaban mulia. Pendidikan bukan komoditas melainkan hak seluruh warga. Negara berperan memastikan seluruh warganya mendapatkan pendidikan berkualitas. 
Bagaimanapun tingkat kecerdasannya dan di daerah mana pun mereka berada, bahkan orang kafir dzimmi pun mendapatkan hak pendidikan yang sama.
 
Orientasi pendidikan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak semua individu. Negara harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan pelayanan yang maksimal. 
Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Negara Khilafah memberikan layanan pendidikan dengan fasilitas terbaik berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut:

1. Strategi pendidikan Islam bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disusun atas dasar strategi tersebut. Dengan demikian, Islam melahirkan generasi berkualitas dari sisi kekuatan iman dan kemampuan akademik, yakni memadukan iman, takwa, dan ilmu pengetahuan dalam satu paket lengkap kurikulum berasas akidah Islam.

2. Seluruh pembiayaan pendidikan di Negara Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum). Seluruh pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun milkiyyah ‘amah boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, Negara Khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.

3. Akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Negara Khilafah. Islam tidak akan membiarkan peluang kebodohan berkembang di kalangan umat Islam hanya karena terhalang biaya pendidikan. Oleh karena itu, Negara Khilafah memberikan pendidikan bebas biaya untuk membuka pintu seluas-luasnya bagi seluruh rakyat agar dapat mengenyam pendidikan sesuai bidang yang mereka minati. Tidak heran, selama belasan abad Khilafah tegak, sistem pendidikan Khilafah dapat menghasilkan ilmuwan dan cendekiawan yang ahli dalam berbagai bidang.
4. Negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya di samping gedung-gedung sekolah dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru. 

Itulah di antara fungsi pokok Negara Khilafah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab atas pendidikan bagi seluruh rakyat. Kapitalisme menghasilkan pendidikan yang terkotak kotak sedangkan Islam mewujudkan pendidikan merata dan berkualitas di semua jenjang pendidikan. Tidak ada perbedaan fasilitas, baik di tingkat desa, kota, daerah terpencil, atau wilayah yang sulit dijangkau. Negara menyediakan infrastruktur publik yang memungkinkan seluruh rakyat dapat mengakses pendidikan dengan mudah dan nyaman.

Wallahu A'lam Bisshowwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar