Oleh: Ummu Fathan
Pemberitaan mengenai kriminalitas, semakin hari semakin marak. Ragam variannya pun luar biasa banyak. Mulai dari kasus pembunuhan hingga pembuangan bayi, hingga kasus pembunuhan orang tua yang dilakukan anak kandungnya pun ada.
Terbaru, menguat berita memprihatinkan di Kabupaten Musi, Sumatera Selatan. Seorang pria dikabarkan tega menganiayanya hingga ancaman membunuh ibu kandungnya, lantaran kesal karena tidak diberi uang setelah kalah bermain judi online.
Naluri kemanusiaan begitu mudahnya terkikis, hanya karena ingin memperturut kesenangan bermain kemaksiatan secara online, sosok yang menjadi perantara hadirnya ke dunia pun dilibas. Kondisi ini seakan menggambarkan rasa kasih sayang kepada sesama anggota keluarganya telah kalah dengan ego mendapatkan kesenangan pribadi.
Padahal dalam dunia binatang sekalipun, kendati persaingan ada, sesama anggota keluarganya jarang ada yang saling memangsa. Namun, nyatanya dunia manusia, ketika sudah dikuasai nafsu keburukan, nampaknya ada yang bisa bertindak di luar nalar dan logika kemanusiaan. Yang kuat menindas yang lemah.
Kondisi ini dapat dipicu oleh banyak hal, salah satu yang paling mendasar adalah jauhnya gaya hidup dari unsur Ketuhanan. Tuhan diketahui adanya, tapi tidak dengan aturan-aturanNya. Diakui namanya, tapi tidak dipakai sebagai panduan apa yang sudah tertuang dalam kitab sucinya.
Tata hidup yang jauh dari aturan Tuhan (sekuler) ini adalah wabah global yang menyerang banyak tempat dan banyak orang. Akibatnya kerusakan akibat hidup tak mengindahkan aturan Tuhan pun banyak, kriminalitas merebak, karena sejatinya jika tanpa memakai rambu-rambu dari Tuhan, aturan hidup yang dihasilkan bisa bersifat rusak dan merusak.
Penyebabnya, dalam konsep sekuler, manusia lah yang diberi wewenang menentukan aturan main. Keterbatasan manusia menjadikan aturan satu dan lainnya saling bersinggungan karena berasal dari kepala manusia yang berbeda-beda, yang pastinya berbeda pula kepentingan dan tujuannya. Akibatnya aturan manusia bisa menguntungkan sekelompok orang, namun belum tentu bagi sekelompok lainnya.
Dalam konteks kriminalitas, aturan kurungan penjara, terkadang tidak membuat pelaku jera. Residivis kambuhan kadang lebih nekat dan lebih tega pada aksi kriminal berikutnya. Pun soal beda sikap dalam hukum mati, pada akhirnya membuat semua pelaku kriminal tidak segera insyaf dan sadar untuk menghentikan kejahatannya dan segera bertaubat.
Ditambah lagi, kondisi hidup akibat tidak mau diatur oleh aturan Allah, membuat yang kuat semakin kuat, yang lemah semakin kalah. Kesenjangan adalah penampakannya, dan bidang ekonomi adalah contoh yang mudah dilihat faktanya. Akibat alasan desakan kebutuhan ekonomi, tak sedikit orang yang nekat melakukan kriminalitas. Di sisi lain, karena merasa kuat dukungan, segelintir elit tetap tenang memperkaya diri dengan jalan yang salah secara terang-terangan. Mereka bisa mudah mendapatkan kekayaan meskipun sebenarnya merugikan atau merampas hak banyak orang.
Jauh dari aturan Allah pun pada akhirnya menjadikan manusia tidak memahami dengan baik apa itu dosa. Keimanan seakan hanya dianggap sebagai syarat untuk menuliskan status di kartu identitas semata. Apa yang didapatkan saat menempuh pendidikan pun, tak membekas pada perilaku sebagaimana harusnya. Akibatnya hawa nafsu lebih diperut dibandingkan dengan norma-norma agama. Maka kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia nyata terasa.
Semuanya menandakan bahwa, kerusakan demi kerusakan yang menyengsarakan ini harus sudah diakhiri dengan cara kembali kepadaNya. Kembali dalam arti menjadikan aturan Allah sebagai pedoman dalam kehidupan, menggunakannya sebagai pemupuk ketakwaan secara individu, sebagai pengontrol dalam masyarakat, sekaligus sebagai penjaminan hidup yang dikendalikan oleh negara.
Kembali kepada aturan Allah dalam semua hal. Jika aturan Allah digunakan, individu tidak hanya diajari menghafal agama dalam buku pelajaran saja. Melainkan akan dibina dan dibentuk sikapnya agar sejalan dengan pengetahuan agama yang sudah diketahuinya. Ketakwaan akan membuat seseorang yang paham dosa menjadi enggan mendekat pada kemaksiatan jenis apapun, termasuk perbuatan yang terkategori tindak kriminal.
Pun masyarakat yang paham aturan agama, akan mengamalkan isi surat Al Ashr dengan sungguh-sungguh. Mereka akan saling mengingatkan dalam kebaikan dan giat beramar makruf nahi mungkar sebagai bentuk kepedulian menjaga nuasansa iman di lingkungannya. Saling mengontrol satu sama lain agar tidak terjebak pada gaya hidup yang rusak dan merusak, yang membuat kriminalitas makin marak.
Aturan agama yang diterapkan oleh negara, akan memiliki taji untuk benar-benar menjaga stabilitas keamanan dalam negeri. Sebab rasa aman ini adalah kebutuhan mendasar setiap orang yang sama pentingnya dengan kesejahteraan ekonomi. Rasa aman terbentuk jika keadilan dan sanksi kejatahan ditegakkan. Rasa nyaman secara ekonomi dirasakan ketika bukan ekonomi kapitalistik yang digunakan. Sehingga kekayaan alam benar-benar diperuntukkan bagi pemilik seharusnya, bukan hanya dinikmati sekelompok kapital.
Jika aturan Allah yang terangkum dalam format syariat Islam benar-benar digunakan dalam hidup, maka tidak akan ada lagi gaya hidup rusak penyebab kriminalitas makin marak. Itulah mengapa, sangat penting sekali menghadirkan penerapan Islam dengan payung institusi yang menjalankan aturan Islam. Sebab hanya dalam naungan institusi Islam, power menjalankan aturan Allah dapat dapat dipraktikkan untuk menyolusi semua kerusakan. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar