Oleh: Rinica M
Brain Drain merupakan istilah yang menggambarkan adanya kejadian dimana orang-orang pintar atau berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri. Brain drain kerap juga disebut sebagai human capital flight. Fenomena yang biasanya muncul di negara-negara berkembang yang kurang memiliki daya dukung bagi mereka yang terdidik hingga bisa mendapatkan kehidupan yang baik, sesuai kemampuan dan keahlian mereka.
Brain drain dinilai menguat ketika liberalisasi ekonomi kian memberikan efek samping berupa lebarnya kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, expert mendapatkan tempat dan hasil yang menjanjikan. Sementara di negara berkembang, kesempatan itu masih belum terbuka lebar. Negara berkembang kadang justru menjadi target penguasaan aset SDA oleh korporasi dari negara maju. Akibatnya kesejahteraan di negara berkembang sulit merata, ditambah persoalan lain seperti mahalnya biaya hidup, akses pendidikan tinggi tidak murah, atau ketidakadilan akibat korupsi, dll. Semuanya membuat banyak orang berusaha mencari peruntungan ke negara maju. Dan pada akhirnya #KaburAjaDulu menjadi trending topik dalam beberapa waktu.
Dua hal di atas seakan menunjukkan tanda-tanda adanya daya kritis generasi dalam menyikapi keadaan. Tak dapat dipungkiri, setiap jiwa termasuk yang muda, bercita-cita mendapatkan kehidupan yang layak dan berkecukupan, sejahtera lahir batin. Namun, di tengah tamaknya penguasaan SDA oleh kapitalis yang diperuntukkan bagi sekelompok elit, kesejahteraan merata sulit didapatkan. Kekayaan hanya berputar di kalangan orang tertentu. Akibatnya yang kaya dapat terus bertahan pada sirkel mereka, sementara yang miskin sulit membuka menemukan peluang yang bisa mengubah keadaan. Kesenjangan nampak semakin nyata.
Lebih jauh, kesenjangan ekonomi itu bukan hanya nampak dalam negeri sebuah negara berkembang saja. Kesenjangan dari ekonomi kapitalis ini juga terjadi antara negara maju vs negara berkembang. Pasalnya kapital dari negara maju biasanya memiliki banyak kendaraan, yang digunakan sebagai sarana untuk melancarkan pengangkutan SDA dari negara berkembang ke negerinya. Negara maju semakin berkembang dalam banyak hal, sementara negara berkembang masih di posisi berkembang. Inilah mengapa, pindah ke negara maju alias kabur dulu aja ke negara maju menjadi fenomena yang banyak dilakukan saat ini.
Kesenjangan ini semestinya bisa dihindari jikalau aturan Allah diindahkan. Melalui surat ar Ruum ayat 41, Allah berfirman yang artinya: "....Allah membuat mereka merasakan sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kembali." Kembali pada Allah, berarti juga menjadikan aturannya sebagai pedoman dalam menjalani hidup di dunia. Supaya kelak akan memperingan hisab ketika kembali kepada Allah. Dan di antara aturan Allah, adalah soal pengaturan kepemilikan. Ada kepemilikan individu, umum, dan negara. Masing-masing ada batasannya, tidak boleh saling melampaui batas nya.
SDA yang dibutuhkan banyak orang, dalam aturan Islam dimasukkan sebagai kepemilikan umum. Maka tidak boleh dikuasi oleh sekelompok elit, termasuk oleh kapitalis asing, walaupun atas nama investasi atau sejenisnya. SDA yang dibutuhkan publik ini, dikekola dan diserahkan hasilnya untuk kemakmuran rakyat. Mengingat begitu melimpahnya SDA di negeri-negeri muslim, maka pengaktifan pengelolaan dalam negeri secara mandiri (tanpa campur tangan kapitalis asing), akan berpotensi membuka banyak peluang kerja sekaligus akan membutuhkan banyak inovasi untuk mempermudah pekerjaan. Sehingga tenaga biasa dan tenaga ahli sangat banyak dibutuhkan.
Pengolahan dan pendistribusian SDA sangat diperhatikan, maka Islam memberikan peluang bagi industrialisasi. Pembagunan infrastruktur akan dilakukan sesuai kebutuhan, bukan sekadar memenuhi target proyek yang bisa diambil keuntungannya. Pengondisian iklim usaha yang sehat akan diberlakukan dengan kontrol impor barang dari luar, maupun membebaskan dari pungutan tidak syar'i lainnya.
Islam akan mendorong agar produk industri terserap dalam pasar dalam negeri, sehingga bisa sekaligus membuka peluang pekerjaan dari siklus perdagangan barang ataupun jasa terkait tersebut.
Dari sisi kualitas SDM, Islam menjadikan pendidikan sebagai kewajiban. Sehingga negara akan mengupayakan bagaimana caranya agar setiap orang bisa menunaikan kewajiban tersebut dengan baik. Negara juga akan mengatur agar kurikulumnya tetap berpondasi akidah, sekaligus tetap memiliki ketrampilan hidup sebagaimana yang diperlukan di dunia kerja secara riil. SDM terdidik dan berdaya guna ini nantinya akan diposisikan pada tempat yang mampu memperlancar pengelolaan SDA ataupun distribusinya. Bibit unggul ini akan berada pada tempat yang seharusnya sehingga tidak akan berpikir kabur aja dulu atau menjadi bagian dari brain drain. Itulah mengapa, penting sekali memiliki institusi Islam yang menjalankan aturan Allah dalam bidang ekonomi dan lainnya. Sebab bukan hanya generasi muda saja yang akan merasakan manfaatnya, melainkan juga seluruh manusia, insyaAllah. []
Sumber gambar: Depositphotos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar