Oleh: Tri S, S.Si
Sejumlah elemen masyarakat turun ke jalan menolak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku pada 1 Januari 2025. Penolakan PPN 12% dilakukan oleh mahasiswa, aliansi mahasiswa yang bergabung dalam BEM seluruh Indonesia (SI). Para pendemo mengelar aksi menolak kebijakan kenaikan PPN 12% di samping patung Arjuna Wijaya, Gambir Jakarta Pusat.
Pemerintah memastikan PPN 12 persen berlaku sejak awal tahun 2025. Menteri keuangan Sri Mulyani menyampaikan terdapat kebijakan PPN 12% yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN. Penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang di kategorikan mewah dan konsumsi masyarakat mampu. Barang-barang tersebut diantaranya adalah kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP dan pendidikan yang berstandar internasional berbayar mahal. Walaupun demikian kenaikan PPN 12% ini tidak akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu sedikit diperbaiki dalam hal asas gotongroyong dan keadilan tetap terjaga (Kontan.co.id,30/12/2024).
Dari permasalahan tersebut bisa kita lihat bahwa dampak dari kenaikan PPN 12% sangatlah memberatkan masyarakat. Pasalnya rakyat harus membiayai sendiri kebutuhan dalam berbagai layanan yang di butuhkan. Pungutan pajak jelas membebani dan menyengsarakan rakyat, karena pungutan tersebut tidak memandang kondisi rakyatnya. Meskipun seluruh lapisan masyarakat mulai buruh sampai akademis telah menolak kebijakan kenaikan PPN tersebut, namun pemerintah tetap menaikan PPN per 1 Januari 2025.
Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Menaikan PPN sangatlah menyengsarakan rakyat. Untuk mencapai target diatas salah satu kebijakan yang pemerintah ambil adalah dengan menaikan PPN, sebagaimana ketetapan UU No. 7/2021.
Juga dengan memperluas objek sasaran PPN pada barang dan jasa premium. Kenaikan ini berdampak pada beban pajak yang relatif lebih besar bagi masyarakat miskin, mereka menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari.
Akibatnya, terjadi kemiskinan secara struktural. Rakyat kecil menanggung beban lebih besar dibandingkan dengan kelompok kaya. Kesemuanya akan berdampak, mulai dari kelas menengah kebawah dan memperburuk kesejahteraan masyarakat, serta semakin menambah kesulitan ekonomi rakyat.
Sejatinya, Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA), jika dikelola dengan baik oleh negara. Pembiayaan APBN akan lebih dari cukup dan tidak di perlukan adanya pungutan pajak apapun bagi rakyat. Potensi pendapatan negara yang berasal dari kekayaan SDA negeri ini diantaranya adalah minyak mentah, gas alam, batu bara, tembaga, nikel, hutan dan masih banyak lagi. Yang semua itu adalah harta milik umum dan menghasilkan pendapatan yang besar, melebihi kebutuhan APBN jika dikelola dengan baik.
Negara hari ini menerapkan sistem kapitalisme. Negeri yang menganut sistem kapitalisme, menjadikan SDA sebagai milik pribadi atau privatisasi. Akibatnya, keuntungan besar dari eksploitasi SDA tidak dikembalikan kepada rakyat, melainkan masuk ke kantong-kantong para pemilik modal.
Islam memiliki seperangkat aturan mengenai hal ini, yang bisa memecahkan seluruh persoalan umat manusia. Dalam masalah pajak, Islam memandang sebagai alternative terakhir. Ketika negara mengalami kondisi tertentu. Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam.
Dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi, Islam mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu perindividu. Dalam sistem Islam menetapkan penguasa sebagai Rain dan Junnah dan mengharamkan penguasa untuk mengambil harta rakyat. Kewajiban penguasa dalam mengelola harta rakyat untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan yang akan memudahkan hidup rakyat. Waallahualam bisawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar