Oleh : Tri S, S.Si
Dunia pendidikan akhir-akhir ini dihebohkan dengan pidato presiden Prabowo Subianto yang akan menaikkan gaji guru. Banyak guru yang merasa bahagia dengan kabar tersebut. Banyak juga yang menanggapi pidato itu dengan pesimis karena ketidakjelasan maksud dari kenaikan tersebut. Karena menimbulkan multi tafsir.
Prabowo menyatakan gaji guru yang berstatus ASN akan naik sebesar satu kali lipat dari gaji pokok. Sedangkan gaji guru non-ASN nilai tunjangan profesinya akan naik sebesar 2 juta/bulan.
(detik.com, 30/11/2024)
Meluruskan kabar ini Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan mengatakan bahwa guru ASN yang punya sertifikasi sebelum 2024 memang sudah memiliki tunjangan sebesar satu kali gaji, dan guru non- ASN yang punya sertifikasi sebelum tahun 2024 memang sudah punya tunjangan 1.5 juta, nanti 2025 akan naik menjadi 2 juta.
Adapun guru ASN maupun non-ASN yang baru mendapatkan sertifikat di tahun 2024 sebanyak 6000 orang. Mereka inilah yang mendapat tambahan tunjangan sebesar 2 juta rupiah. Kenaikan gaji 500 ribu menghebohkan para guru. Sungguh tidak akan mampu menyejahterakan para guru dengan segudang kerumitan yang mereka rasakan seperti kondisi ekonomi yang makin sulit.
Hari ini masyarakat sedang berada di bawah penerapan sistem Ekonomi Kapitalisme, dimana banyak kebutuhan pokok rakyat yang membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Kenaikan harga bahan pangan, papan, pendidikan, kesehatan, BBM, gas, listrik, dan PPN lebih sering terjadi dibandingkan dengan kenaikan gaji guru.
Faktanya masih banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kekurangan biaya hidupnya bahkan tidak sedikit dari mereka yang terjerat pinjol hingga judol. Karena memang pendapatannya tidak mencukupi, terkadang mereka harus berhutang.
Sistem kapitalisme dengan paradigma yang rusak telah menempatkan guru hanya sebagai faktor produksi. Tenaganya digunakan untuk menyiapkan generasi yang siap terjun ke dunia kerja (industri) karena semakin banyak generasi yang memiliki kemampuan bekerja, maka semakin besar pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi. Itulah yang terus dikejar oleh sistem ekonomi kapitalisme.
Padahal pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, individu per individu. Hal ini diperparah dengan hilangnya peran negara sebagai pengurus rakyatnya.
Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Implikasinya negara melegalisasi keterlibatan pihak swasta dalam mengelola sumber daya alam, kesehatan hingga pendidikan. Sungguh miris.
Karakter penguasa yang sekuler menjadikan mereka jauh dari karakter Islam. Pemikiran dan tingkah lakunya yang tidak dilandasi oleh Islam, sehingga menjadikan mereka mudah berbuat dzalim (tidak adil), hilang rasa prihatin dan peduli pada rakyatnya hingga tidak mengasihi dan mencintai rakyatnya.
Hal di atas jelas membuktikan gagalnya sistem kapitalisme sekulerisme memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi para guru. Kesejahteraan para guru sesuatu yang mustahil di sistem bathil ini.
Islam sangat memperhatikan guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas. Generasi pembangun bangsa dan penjaga peradaban. Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang melebihkan kedudukan orang-orang berilmu dan para pemberi ilmu.
Kedudukan guru yang mulia menjadikan kesejahteraannya tidak boleh diabaikan. Guru adalah rakyat pada umumnya dan pendidik generasi secara khusus. kesejahteraannya menjadi tanggung jawab penguasa (khalifah) apalagi penguasa dalam Islam sebagai raa'in (pengurus rakyat).
Penguasa akan menjalankan tanggung jawab besar mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, termasuk guru. Penguasa tentu wajib memiliki kepribadian Islam khususnya kepribadian sebagai penguasa yakni aqliyah hukam (penguasa) dan nafsiyyah hakim (pemutus perkara).
Selain itu penguasa wajib menjalankan sistem Islam dalam mewujudkan kesejahteraan para guru.
Negara mewujudkan kesejahteraan semua guru tanpa terkecuali dan tanpa membedakan satu guru dengan guru lainnya sebagaimana hari ini, dengan memberikan gaji yang layak. Sungguh menakjubkan, dimana pada masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji guru sebesar 15 dinar/bulan (sekitar 76 juta rupiah) sehingga mereka tidak lagi mencari pekerjaan sampingan apalagi sampai melakukan pinjaman online.
Selain kebijakan penggajian, penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai negara juga menjadikan kebutuhan-kebutuhan guru mudah dijangkau, harga kebutuhan pokok seperti (pangan, sandang, dan papan) dijaga kestabilannya dengan support besar negara di sektor hulu dan hilir.
Pelayanan pendidikan, kesehatan hingga keamanan disediakan negara secara gratis dengan jaminan kebutuhan dan penghidupan yang layak juga cukup. Sehingga para guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa harus dibayangi kebutuhan di hari esok atau pun mencari tambahan nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Penerapan syariat Islam dalam kehidupan sungguh akan memuliakan guru hingga mampu mencetak generasi unggul dan bertaqwa yang memiliki kepribadian Islam.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar