Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Tempat Tinggal: Kebutuhan Asasi Yang Harus Dipenuhi

Minggu, 15 Desember 2024




Oleh: U Diar

Persoalan tempat tinggal menjadi bahasan yang terus update di masyarakat. Pasalnya dikabarkan masih ada jutaan keluarga yang ternyata masih menempati tempat tinggal atau rumah yang tidak layak huni. Bahkan, masih ada sekitar 11 juta keluarga yang antre mendapatkan rumah layak.

Rumah layak huni dan nyaman, adalah impian banyak orang yang belum memiliki tempat tinggal. Terutama ketika seseorang telah memiliki keluarga, maka tempat tinggal menjadi kebutuhan dasar yang diperlukan sebagai sarana menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Sarana yang betul-betul dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing anggotanya agar terjaga privasi serta keamanannya. Tidak mewah yang dibutuhkan, tapi yang layak huni, lengkap tersedia kebutuhan vital seperti air, listrik, maupun pembuangan, sehingga penghuni bisa menjalani hari dengan nyaman.

Hanya saja, tak banyak orang yang beruntung memiliki rumah demikian. Kondisi ekonomi yang tidak pro pada kecukupan hidup, menjadikan rumah adalah barang 'mewah'. Sebagian orang memang memiliki yang megah, namun sebagian lagi harus menerima keadaan memiliki hunian yang sekadarnya. Dan sebagian lagi harus bersabar belum bisa memilikinya. Mereka terseleksi secara alami oleh daya beli.

Sebagaimana diketahui, tanah untuk mendirikan rumah atau bahkan beli rumah jadi, saat ini menuntut kemampuan daya beli yang tinggi. Harga tanah dan rumah yang sulit terjangkau ini merupakan permasalahan yang sulit diurai. Pasalnya dalam pandangan kapitalis, keduanya adalah aset bisnis yang sangat menggiurkan. Setiap orang memerlukan, sehingga pebisnis kapitalis tak akan menyia-nyiakan itu. Mereka yang berkapital tebal akan mampu mengakses seluas mungkin, lalu akan mereka bangun sesuai segmentasi pasar, dan akan mereka mainkan harganya sesuai target keuntungan yang mereka kehendaki.

Demikianlah jikalau soal kebutuhan dasar ini berjalan dalam kendali swasta nan kapitalis. Yang mampu akan mendapatkan, yang tidak mampu akan tersisih secara perlahan meskipun itu adalah kebutuhan mendasar yang menjadi hak asasi setiap orang. Memang betul lahan banyak, rumah jadi banyak, namun karutnya perekonomian di kalangan masyarakat, lagi dan lagi menjadi boomerang kepemilikan tempat tinggal secara layak. Inilah sekelumit gambaran ketika soal perekonomian dibingkai dalam paradigma kapitalisme.

Kondisinya tentu akan berbeda jikalau paradigma yang dipakai mengikuti jejak di masa Nabi, para shahabat, dan generasi sesudah mereka di masa kejayaan Islam. Dalam pandangan Islam, apapun yang menjadi hajat atau kebutuhan dasar manusia haruslah dipenuhi. Jika secara individu mampu, maka diperkenankan mandiri. Namun jikalau tidak mampu, maka akan ada turun tangan langsung yang dilakukan oleh representasi negara.

Mengapa harus negara? Karena dalam Islam, keberadaan negara ditujukan untuk mengatur urusan umat sesuai aturan pembuat hidup. Negara hadir untuk memastikan bahwa setiap yang dibutuhkan oleh umat bisa tercukupi atau diakses dengan mudah. Sehingga mereka akan memastikan masing-masing orang dapat mencapainya. Memastikan bukan hanya soal tempat tinggal yang tersedia, melainkan mulai dari urusan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, keamanan, termasuk akses transportasi yang dibutuhkan dalam memudahkan urusan sehari-hari.

Islam akan mengatur mulai dari ekonominya. Mulai dari penempatan kepemilikan sesuai dengan porsinya, yakni milik negara, milik umum, dan milik individu. Tujuannya adalah agar tidak ada yang bablas mencaplok milik umum atau bahkan milik negara atas nama individu semata. Sehingga apa-apa yang memang dibutuhkan banyak orang tidak terhalang aksesnya hanya karena dikuasai satu orang, tidak menjadi barang mahal karena dipasang harga oleh yang tidak seharusnya memilikinya. Itulah yang dulu dicontoh Rasullullah ketika mencabut kembali pemberian tambang garam kepada seseorang, karena setelah dievaluasi tambang tersebut jumlahnya banyak dan dibutuhkan banyak orang.

Penanganan kepemilikan secara tepat sesuai porsinya ini, akan menjadikan harta dapat terdistribusi merata kepada yang berhak. Pun akan menjadikan negara memiliki banyak sumber pemasukan untuk memudahkan umat memenuhi semua macam kebutuhan dasar mereka. Bahkan negara akan punya dana cukup jikalau hendak memberikan bantuan finansial kepada mereka yang akan membangun tempat tinggal namun terbatas biayanya.

Hanya saja, stimulus berupa bantuan ini bukanlah satu-satunya jalan negara melayani kebutuhan dasar umat. Negara juga bergerak memberdayakan ekonomi umat melalui penciptaan lapangan pekerjaan. Pengembangan ekonomi dilakukan di sektor riil, sehingga uang besar bisa berputar di tengah masyarakat dan menimbulkan peluang pekerjaan yang beraneka macam. Pasar hidup, aneka barang dan jasa bisa diperjualbelikan. Orang laki-laki bisa menjalankan peran aktif mereka untuk mencari nafkah.

Rasulullah dulu pernah mengarahkan peminta-minta yang sehat secara fisik agar berusaha. Beliau tidak memberinya uang saat dia meminta. Beliau justru memintanya untuk menjual barang layak jual yang ada di rumahnya. Hasil penjualan dibagi dua, separuh untuk membeli kebutuhan pangannya hari itu, dan separuh beliau belikan kapak untuk modal alat orang tersebut mencari kayu bakar. Melalui langkah tersebut, peminta-minta tadi dapat beralih profesi, terbuka peluang baginya mendapatkan pekerjaan dengan modal barang yang dimilikinya. Bukan mencarikan modal dengan skema pinjaman berbasis riba yang tidak dibenarkan dalam Alquran.

Dikisah lain, Umar bin Khattab pun juga gigih berupaya memenuhi kebutuhan dasar umat. Kisahnya memanggul gandum dan menjamin santunan makanan berkelanjutan, maupun kisah perbaikan jalan yang dilakukannya karena khawatir dihisab jika ada kaki unta yang terperosok di jalan berlubang adalah contoh pembuktiannya. Maka, dari sini nampak bahwa teladan Rasulullah (pemimpin tertinggi Madinah kala itu) maupun generasi sesudah beliau ketika menjalankan peran negara sesuai aturan Allah, benar-benar mengupayakan apa yang menjadi kebutuhan umat haruslah dipenuhi.

Dengan demikian memang nyata dibutuhkan kehadiran negara yang menggunakan aturan Allah seperti ini. Yang bukan hanya cakap menjaga keimanan umatnya, namun juga tanggap memenuhi kebutuhan asasinya, termasuk tempat tinggal. []

Sumber gambar: Shutterstock

Tidak ada komentar:

Posting Komentar