Oleh. Siti Rohmah, S. Ak
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Dalam dunia perekonomian, kebijakan fiskal sering kali menjadi topik yang menarik perhatian karena berkenaan dengan hajat hidup orang banyak. Salah satu isu yang kini telah menjadi perbincangan yaitu adanya rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI memastikan bahwa kenaikan tarif PPN sesuai Undang- Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) awal tahun depan akan tetap berjalan.
Keputusan tersebut telah tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Menurut menteri keuangan Sri Mulyani kenaikan PPN ini di perlukan demi menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan Negara ( APBN). (Republika.com,14-11-2024).
*Menyengsarakan Rakyat*
Kenaikan kembali tarif PPN kali ini diklaim dapat menjadi solusi dalam meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembiayaan pembangunan serta mengurangi ketergantungan pada utang. Akan tetapi faktanya belum tentu bisa meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi utang. Karena yang kita jumpai setiap tahun utang Indonesia makin menggunung.
Sementara yang pasti adalah kesengsaraan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang semakin sulit sehingga menurunkan daya beli masyarakat, ditambah lapangan kerja yang tidak ada, biaya pendidikan tinggi, dan PHK di mana-mana. Maka, adanya kenaikan pajak PPN ini tentunya akan membuat ekonomi rakyat makin tercekik, ditambah adanya problem korupsi dan pemerintah yang gemar berutang. Sekalipun penghasilan negara bertambah dari hasil pajak tidak akan berpengaruh pada kesejahteraan rakyat ketika koruptor masih merajalela dalam pemerintah serta jajarannya dan hutang masih dijadikan solusi mengatasi masalah ekonomi negara.
Situasi ini merupakan sebuah konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Rakyat di peras dengan berbagai macam jenis pungutan/pajak dengan tarif yang relatif tinggi . Selain itu negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, yang melayani kepentingan para pemilik modal dimana pajak PPN inilah di bebankan pada pembeli, bukan pengusaha.
*Membangun Negara Tanpa Pajak*
Islam memiliki sistem ekonomi yang mewajibkan negara menjadi ra’in, mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Islam menetapkan berbagai sumber pemasukan negara. Pajak bukanlah sumber utama negara, bahkan hanya menjadi alternatif terakhir ketika kas dalam kosong sementara ada kewajiban atas rakyat yang harus ditunaikan.
Menurut Syaikh Abdul Zallum ada 12 kategori t erkait pemasukan kas negara. Yaitu pemasukan dari: harta rampasan perang (anfâl, ghanîmah, fai dan khumûs); pungutan dari tanah kharaj; pungutan dari non-Muslim (jizyah); harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri ('usyr); harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; zakat; dst (Syaikh Abdul Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, hlm. 30).
Rasulullah saw. bersabda:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: الْمَاءِ، وَالْكَلَأِ، وَالنَّارِ
Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api (energi) (HR Abu Dawud).
Dalam negeri sendiri harta milik umum dapat memberikan penerimaan besar jika negara bisa meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut secara optimal. Sebagai contoh potensi pendapatan dari delapan harta milik umum saja (batubara, minyak mentah, gas, emas, tembaga, nikel, hutan dan laut) dapat melebihi kebutuhan APBN. Sehingga ngara tak perlu memungut pajak dari rakyat ataupun berutang ke luar negeri. Syaratnya satu: semua itu harus dikelola berdasarkan ketentuan syariat islam.
Alhasil, hanya ketika kita kembali pada syariah Islam dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam mengelola perekonomian maka, segala masalah akan teratasi. Selain merupakan kewajiban dari Allah SWT dan Rasul-Nya, menegakkan sistem Islam bukanlah utopia. Dalam sejarah tercatat bagaimana Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad berhasil menciptakan kesejahteraan serta keadilan bagi rakyatnya tanpa memalak mereka dengan aneka pajak yang menyengsarakan. Waalahu a'alam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar