Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Mengaktivasi Peran Gen Z dalam Perjuangan Menegakkan Islam Kafah

Jumat, 08 November 2024



Oleh. Amey Nur Azizah

Kasus anak bunuh diri di wilayah Jabodetabek bukan pertama kali terjadi. Pada Selasa (27/8/2024), seorang remaja, NP (14), mengakhiri hidup di rel kereta api di Stasiun Lemah Abang, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.

Peristiwa serupa juga menimpa SR (13), siswi Sekolah Dasar Negeri 6 Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Dia meregang nyawa setelah jatuh dari lantai empat sekolahnya, Selasa (26/9/2023). Ia dinyatakan meninggal dunia ketika dalam perawatan di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.

Sesuai data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 29 Agustus 2024, kasus bunuh diri paling banyak terjadi pada penduduk berusia 15-29 tahun. Sementara generasi Z tahun ini berumur antara 12-27 tahun. Sebagian besar orang muda itu masih sekolah atau kuliah, tetapi ada juga yang sudah masuk pasar kerja, mengawali karier, menganggur, mulai membina hubungan romantis, menikah, bahkan sebagian sudah mengurus anak.

Generasi Z lahir di tengah perkembangan internet dan teknologi digital yang masif. Semua itu membuat mereka lebih pintar dan memiliki akses cepat dan tak terhingga atas berbagai hal. Namun, situasi itu juga membuat otak dan mental mereka lebih lambat matang hingga menempatkan mereka dalam berbagai kerentanan kesehatan mental, termasuk bunuh diri.

Angka pengangguran di kalangan Generasi Z (Gen Z) di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang (22/10/2024). Ini berarti sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil.

Di balik layar kehidupan sosial media yang tampak sempurna, tersimpan jeritan diam yang tak terdengar. Krisis kesehatan mental pada remaja Indonesia makin mengkhawatirkan, menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa. 

Data Badan Pusat Statistik mencatat populasi remaja dan dewasa muda yang signifikan: 22,12 juta jiwa berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun, angka yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tantangan yang dihadapi bangsa (BPS, 2024).

Realitas mengejutkan terungkap melalui Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Hasil survei menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. 

Lebih mengkhawatirkan, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental, sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia. Dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (16/10/2024).

Berdasarkan I-NAMHS (2022), gangguan mental yang paling banyak diderita remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%. Tekanan akademik, perundungan siber, dan perubahan sosial budaya telah menciptakan lingkungan yang makin menantang bagi kesehatan mental generasi muda.

Miris sungguh miris sekali, generasi hari ini adalah harapan besar untuk kejayaan umat di masa mendatang, tetapi kondisi generasi yang demikian rapuh secara mental sangat mungkin menjadi penghambat bagi terciptanya generasi-generasi unggulan. Kondisi mereka yang makin hari makin rusak  sebagai akibat dari sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak. Di sisi lain hari ini Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, konsumerisme, hedonisme.

Untuk itu para pemuda muslim, apalagi yang berkomitmen memperjuangkan agama ini, reguklah ayat-ayat al-Qur'an sebagai detoksifikasi atas racun kapitalisme-hedonisme yang selama ini telah masuk ke dalam celah-celah ruang batin. Simaklah firman Allah Swt.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (TQS. Ali Imran: 185).

Ayat di atas menjelaskan sejumlah pelajaran, di antaranya: 
1. Setiap manusia akan mati maka ketika mati semua kenikmatan kehidupannya akan terputus.

2. Balasan pahala yang sempurna adalah di Hari Kiamat, bukan di dunia, jadi dunia bukanlah tempat balasan dan juga bukan ukuran prestasi hakiki. 

3. Orang-orang yang beruntung adalah yang diselamatkan dari siksa neraka dan mendapatkan tempat di Jannah. 

4. Kehidupan dunia adalah kesenangan yang menipu/ memperdaya, dan ini Allah simpan di bagian belakang ayat untuk menguatkan fakta bahwa kualitas dan kuantitas kehidupan dunia tidak selevel dengan kenikmatan akhirat.

Bila di dunia banyak orang meraih 'racun kesuksesan' dan berujung pada kelelahan, maka harus berbeda dengan para pejuang agama Allah yang mereka kelelahan menggapai rida Allah untuk kemudian hilang segala penatnya kelak untuk selamanya.

Untuk pemuda muslim, tidak ada pilihan yang harus diambil melainkan menempa diri menjadi pemuda yang berkarir untuk kehidupan akhirat. Ketaatan pada Allah dan berjuang dalam dakwah adalah satu-satunya jalan hidup. Itulah makna ibadah yang telah Allah jadikan sebagai tujuan penciptaan bangsa jin dan manusia.

Sepanjang masa dunia membutuhkan para pemuda hebat. Pemuda visioner. Barisan muda yang paham tujuan hidup yang sebenarnya. Bukan pemuda bervisi pendek; sekedar untuk kehidupan pribadi. Para pemuda bervisi pendek itu karyanya takkan lama. Akan habis saat usia mereka berakhir atau saat mereka tak mampu lagi berkarya. Namun para pemuda yang berpandangan menembus ruang dan waktu takkan pernah pudar dimakan zaman. Akan selalu ada orang yang berutang budi atas perjuangan mereka.

Untuk itu, potensi besar yang dimiliki kaum muslim hari ini sangat mungkin untuk mencetak Gen Z sebagai bagian dari barisan para pejuang islam. Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang sahih. Namun sayang, sistem Demokrasi hari ini malah menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam kaffah, padahal hanya dengan sistem Islam   generasi dan umat manusia akan selamat.

Untuk itu, Gen Z hari ini membutuhkan adanya partai yang akan membina Gen Z secara sahih yang mendorong terbentuknya Gen Z berkepribadian Islam, yang akan membela Islam dan membangun peradaban Islam.

Sumber :
1. https://radarjogja.jawapos.com/ekonomi/655228386/miris-99-juta-gen-z-di-indonesia-tergolong-pengangguran
2. https://timesindonesia.co.id/kopi-times/514521/indonesia-darurat-kesehatan-mental-remaja
3. https://www.kompas.id/baca/metro/2024/10/24/remaja-bunuh-diri-di-bekasi-gambaran-kerapuhan-mental-generasi-muda
4. M. Iwan Januar. 2020. Bara Dakwah Para Pemuda. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar