Oleh: Rinica M
Allah adalah zat pencipta yang sekaligus menyertakan segenap aturan bagi ciptaan-Nya. Allah menciptakan manusia, pada diri manusia ada aturan tentang bagaimana cara makan dan minumnya, tentang cara belajar dan bersosialisasinya, dll. Allah menciptakan tumbuhan, padanya disertakan berbagai khasiat beserta cara memanfaatkannya agar khasiatnya tepat guna. Allah menciptakan jagad raya beserta isinya, padanya Allah menyertakan aturan kapan dan bagaimana fase edarnya, dimana letaknya, dan sebagainya.
Aturan Allah tersimpan dalam format utuh, bersifat lengkap dan menyeluruh, yang disebut sebagai syariat Islam. Mengapa Islam? Karena Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan Pencipta nya, dengan dirinya, dan dengan manusia sesamanya. Hubungan pertama mencakup akidah dan ibadah. Hubungan kedua mencakup akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan ketiga mencakup muamalah dan uqubat.
Dengan demikian, Islam dengan formasi syariat islamnya, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Mengurusi semua hal, termasuk bagaimana manusia memenuhi semua naluri-naluri yang melekat kepadanya dan juga bagaimana memenuhi kebutuhan jasmaninya. Mengapa hal ini perlu diatur? Karena manusia, sebagai makhluk memiliki keterbatasan. Manusia tidak bisa selamanya mengandalkan dirinya sendiri, ia masih bergantung kepada selain dirinya. Manusia tidak serba bisa, tidak serba mengetahui segala sesuatu, tidak serba kuat menghadapi hal baru di luar badannya.
Dengan sifat keterbatasan manusia ataupun makhluk lainnya yang diciptakan Allah, maka aturan yang mengatur makhluk haruslah berasal dari luar makhluk-makhluk tersebut. Harus berasal dari zat yang Mahamengetahui makhluk-makhluk tersebut tanpa terkecuali. Dan tidak lain tidak bukan, yang memiliki kemampuan sempurna bagi makhluk-makhluk tersebut adalah pencipta nya sendiri, yaitu Allah. Aturan yang bersumber dari Zat Pencipta, Mahatahu, MahaSegala, mustahil akan memicu perbedaan, perselisihan, ataupun pertentangan satu sama lain sebagaimana aturan yang lahir dari manusia sendiri.
Jika sudah ada aturan Allah, maka tugas manusia adalah untuk yakin dulu 100% bahwa selain menciptakan, Allah juga menyertakan aturan. Manusia perlu tahu, perlu mempelajari, memahami apa saja aturan tersebut. Lalu sebagai konsekuensinya manusia harus menyesuaikan seluruh aktifitasnya berdasarkan aturan tersebut. Jika yang diperintahkan Allah, ya dikerjakan. Jika dilarang oleh Allah, maka ya tinggalkan. Tanpa tapi, tanpa nanti.
Aturan Allah mencakup semua hal, termasuk dalam masalah pendidikan. Islam menegaskan bahwa terdidik (berilmu) dengan jalan menuntut ilmu adalah bagian dari kewajiban muslim. Maka sebagai perkara wajib, aktivitas seputar pendidikan diperhatikan betul dalam dunia Islam. Sistem pendidikan Islam diformulasikan khusus agar apa saja yang bersangkutan dengan pendidikan tidak lepas dari aturan Allah. Sehingga dalam pandangan Islam, pendidikan termasuk kurikulum di dalamnya harus berlandaskan akidah Islam. Sifatnya tidak akan silih berganti mengikuti pergantian pejabat pendidikan, sebagaimana pendidikan ala kapitalis.
Asas akidah Islam ini digunakan dalam penyusunan kurikulum, penentuan format sistem belajar mengajar, verifikasi kualitas guru, budaya pendidikan yang dikembangkan, dan penentuan interaksi semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun bukan berarti adanya asas akidah ini menjadikan semua ilmu harus bersumber dari akidah saja. Boleh mempelajari ilmu dari yang lain, selama tidak dijadikan pegangan dan keyakinan dalam beramal sehari-hari.
Penentuan kurikulum pendidikan ini dibakukan oleh negara Islam. Dan kurikulum ini menjadi satu-satunya format yang diberlakukan di seluruh wilayah. Tidak boleh digunakan kurikulum lain selain yang ditetapkan oleh negara. Sekolah-sekolah swasta boleh berdiri, tetapi kurikulumnya harus tetap menggunakan kurikulum negara, dan tetap mengikuti strategi dan tujuan pendidikan yang telah digariskan negara.
Dalam prakteknya, pendidikan Islam disediakan untuk semua warga negara tanpa membedakan agama, kelompok, madzhab, ras, warna kulit dll. Pendidikan tidak membiarkan murid maupun guru yang laki-laki dan perempuan bercampur baur.
Penerapan sistem pendidikan dengan kurikulum Islam di masa kejayaannya dulu, telah terbukti melahirkan generasi hebat sekaliber Ibnu Sina dll. Telah terbukti menjejakkan hasil bangunan fisik yang menggambarkan karya para cendekiawan dengan kualitas handal yang masih bertahan hingga saat ini. Sekali lagi ini semua membuktikan bahwa dengan menggunakan aturan Allah dalam kurikulum, pendidikan akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Membawa manusia berperadaban, yang sukses duniawi sekaligus tahu diri bahwa ada pertanggungjawaban sesudah kehidupan nanti. Apakah duniawi nya dijalankan sesuai aturan Allah ataukah tidak.
Kondisinya berkebalikan dengan sistem kurikulum yang dirancang manusia. Apalagi yang berganti-ganti, yang diubah-ubah puluhan kali namun tetap saja bersifat sekuler. Generasi yang dihasilkan tidak dijamin sesuai antara nilai di atas kertas dengan sikap dan perbuatannya di keseharian. Bahkan ijazah yang dimilikinya tak menjamin untuk tidak menjadikan pelakunya suka korupsi dan sejenisnya. Ini adalah gambaran bahwa pernah belajar di bangku formal dalam pendidikan kapitalis, tidak berarti ketakwaan berhasil terdidik pula.
Oleh karena itu, sudah selayaknya, jika ingin output pendidikan yang baik, asas pendidikan dikembalikan menggunakan asas akidah Islam. Yang disatukan dengan aspek-aspek lainnya yang berkaitan pendidikan juga berasaskan Islam, dalam wadah institusi Islam Kaffah. Menggunakan aturan Allah dalam hidup dan kurikulum pendidikan, bukan aturan makhluk yang memungkinkan perbedaan, pertentangan, perselisihan, sehingga mudah diganti sesuai pergantian jabatan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar