Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Benarkah Demokrasi untuk Rakyat?

Selasa, 05 November 2024




Oleh: Tri S, S.Si

Pesta Demokrasi untuk  memilih orang no-1 di Negeri ini sudah selesai. Kini terpilihlah Presiden ke-8 Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto. Pelantikan Presiden terpilih pun dilaksanakan pada hari Minggu, 20 Oktober 2024 lalu. Selepas dilantik, Presiden terpilih pun menyampaikan pidato perdananya di Gedung MPR, Senayan, Jakarta. Dalam Pidato nya Prabowo menyampaikan soal tantangan ke depan bagi Indonesia, upaya memerangi korupsi, mengajak konsolidasi seluruh komponen bangsa buat bersama-sama mewujudkan cita-cita Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hingga janji untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina (Kompas.com, 20/10/ 2024). 



Rakyat Indonesia kembali menggantungkan harapan baru dengan perubahan ke arah yang lebih baik dengan adanya pergantian pemimpin ini. Perubahan dengan pergantian person dengan tetap mempertahankan sistem yang diterapkan saat ini yakni Demokrasi-Kapitalis hanya lah ilusi bagaikan fatamorgana di tengah gurun pasir. Sistem Demokrasi-Kapitalis merupakan sistem yang cacat sejak lahirnya dan merupakan sistem yang rusak dan merusak. Sistem Demokrasi yang merupakan ‘anak’ yang lahir dari sekularisme yang mana memisahkan agama dari kehidupan sehingga agama diharamkan untuk mengatur kehidupan. Demokrasi dengan sombongnya mempersilahkan rakyat untuk menyusun aturannya sendiri. Tapi pada kenyataannya tidak semua rakyat terlibat dalam proses pembuatan aturan. Demokrasi menciptakan mekanisme perwakilan rakyat melalui Pemilu. Nah, disini pangkal masalahnya. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan utuk menentukan wakil di dewan perwakilan rakyat prosesnya panjang, berbelit-belit dan mahal (modal besar). Akhirnya yang terjadi proses pemulihan ini hanya lah untuk kepentingan pemilu saja karena rakyat tidak betul-betul mengenal calonnya karena mereka tidak pernah hadir ditengah-tengah rakyat sehingga tidak mengerti persoalan rakyat. Akibatnya lahirlah “industrialisasi pemilu”.



Penelitian Marepus Corner bertajuk “Peta Pebisnis di Parlemen: Potret Oligarki di Indonesia” yang dirilis 9/10/20 menemukan 55 persen anggota DPR merupakan pengusaha berbagai sektor. Inilah yang menjadi alasan mengapa DPR tidak pernah tulus memperjuangkan nasib rakyat. Bagaimana proses pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang akan diingat sebagai prestasi memalukan DPR periode 2019-2024. Sekalipun didemo berkali-kali oleh buruh, mahasiswa, diprotes kalangan akademisi dan aktivis, DPR kekeh mengesahkan RUU itu menjadi UU No.11/202. UU ini sarat masalah terkait ketenagakerjaan, keistimewaan pengusaha tambang, pengabaian masalah lingkungan, memudahkan asing menanam modal serta memiliki lahan dan persoalan lainnya.



Pemerintah selau berdalih investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan ketika meneken aturan. Seperti Perpres No.109/2020 yang memberikan kesempatan luas bagi pengusaha kakap untuk berinvestasi pada 201 proyek strategis nasional berupa infrastruktur ketenagalistrikan, pengembangan kawasan perbatasan, jalan akses exit tol, pariwisata, instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik, penyediaan pangan nasional (food estate) dan sebagainya. Padahal investasi merupakan biaya untuk pembangunan melalui utang. Jokowi, Presiden sebelumnya berhasil menghantarkan Indonesia menjadi negara peringkat ke-10 negara yang memiliki utang luar negeri terbesar dari 120 negara pendapatan rendah dan menengah. Jika masih dengan sistem Demokrasi-kapitalis yang diterapkan maka rakyat harus siap dikorbankan di “altar” demokrasi demi mengantarkan kesejahteraan para bandit pengusaha bukan rakyat terkhusus perempuan dan generasi. 


Terpilihnya Parbowo menjadi Presiden ke-8 dengan tetap mempertahankan sistem yang diterapkan  yakni sistem Demokrasi-kapitalis maka kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh Presiden akan sama saja. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan sumber dan dasar pembuatan hukum nya sama yakni berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) dan ujungnya kembali demi kepentingan pengusaha (pemilik modal). Bagaimana dengan rakyat? Negara hanya berfungsi sebagai regulator tidak bertindak sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Apapun kebijakan yang dibuat untuk memperkaya penguasa dan pengusaha dan memiskinkan rakyat tak terkecuali perempuan dan anak. 


Problem Perempuan sepanjang sejarah diterapkannya sistem Demokrasi-Kapitalis jika kita kaji banyak perempuan kehilangan nafkah akibat suami atau walinya di-PHK. Gelombang PHK semakin besar dari tahun ke tahun. Kebijakan untuk menuntaskan masalah ekonomi keluarga yang disebabkan banyaknya PHK bagi kaum bapak-bapak bukan dengan membuka lapangan pekerjaan tapi menjadikan perempuan sebagai pengganti fungsi bapak-bapak sebagai pencari nafkah. Sembari mencari nafkah, perempuan tetap menjalankan tugasnya untuk mendidik anak-anaknya. Dengan kondisi seperti ini maka tidak jarang terjadi kasus stress dan depresi dikalangan ibu (perempuan).


Tekanan ekonomi juga berimbas pada meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan faktor ekonomi dan kekerasan mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian dihampir seluruh daerah. Tidak hanya pada perempuan. Hal ini juga terjadi pada anak-anak yang dengan tekanan ekonomi tersebut akhirnya mereka dipaksa untuk bekerja hingga alami eksploitasi seksual dalam pelacuran anak, pornografi anak, pariwisata seks anak, dan eksploitasi seksual online. Hak hidup perempuan dan anak terampas dalam sistem Demokrasi-Kapitalis. 


Kebijakan pemerintah baru untuk mencerdaskan generasi dengan membuat program makan bergizi gratis (MBG) pun bukan untuk kesejahteraan rakyat. Karena kembali lagi pemerintah bukan periayah umat tapi pengusaha. Program ini hanya akan menguntungkan para korporasi yang terlibat dalam program yang akan mengeluarkan dana besar. Salah satu nya adalah pemasok bahan baku. Setiap program pun akan menjadi proyek buat para pejabat untuk mengembalikan modal mereka sehingga celah korupsi pun akan terbuka lebar. Para pekerja dalam program ini tentu saja hanya mengikuti upah yang standar mengikuti yang sudah ada. Perbaikan gizi dan membentuk generasi sehat yang bagaimana jika sudah begini pada akhirnya. 


Proyek food estate yang digadang-gadang oleh  pemerintah pun ternyata mengalami kegagalan. Rencana membangun lumbung pangan pun tidak terwujud bahkan justru mengancam pangan lokal, pembukaan hutan, deforestasi, kerusakan lingkungan dan bencana. Kebijakan pemerintah bukan untuk kepentingan rakyat tapi kepentingan oligarki (pemilik modal). Wajar saja ketika kebijakan ini dilaksanakan banyak terjadi sengketa antara pemerintah dan rakyat kecil tak terkecuali perempuan dan anak kembali menjadi korban. Korban penindasan dari tekanan ekonomi sampai pengambilan lahan yang harusnya mereka bisa hidup ditempat yang nyaman dan layak tapi dengan proyek-proyek pembangunan yang dilakukan pemerintah mereka harus tergusur jika pun tetap bertahan maka kondisi lingkungan disekitar yang penuh asap dan debu menjadi makanan sehari-hari. Lingkungan yang tidak sehat untuk perempuan dan anak. 



“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah [9]:31)



Ketika Rasulullah saw membacakan ayat tersebut, Adi bin Hatim berkata: “Mereka tidak menyembah pembesar-pembesar dan rahib-rahib mereka.” Lalu Rasulullah menjawab: “Benar, mereka tidak menyembah para pembesar dan rahib itu. Tapi ketika pembesar dan rahib itu menghalalkan sesuatu, mereka pun menghalalkannya. Dan jika para pembesar dan rahib itu mengharamkan sesuatu, mereka pun mengharamkannya.”(HR.Tirmidzi)



Bagaimana Demokrasi yang memberikan kewenangan kepada manusia dan sekelompok manusia (pemerintah dan wakil rakyat) untuk membuat hukum. Dimana aturan Allah (Al-quran dan Sunnah) tidak dijadikan landasan dalam pembuatan hukum walaupun hal tersebut telah jelas halal-haram nya tetapi hukum tetap dibuat dengan persetujuan suara mayoritas bahkan bisa saja dibuat demi kepentingan seseorang atau kelompok tertentu. Jelas Demokrasi bukan hanya membuat manusia menyekutukan Allah tetapi juga telah lancang menetapkan manusia lebih tinggi kedudukannya dari Allah sebagai pemilik hukum karena kekuasaan membuat hukum hanya miliki Allah Swt. 

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah, Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.”(QS. Yusuf[12]:40)


Jika kita tidak segera mencampakkan demokrasi akibatnya kita akan tetap dimiskinkan oleh demokrasi. Perempuan dan anak-anak sebagai generasi penerus estafet kepemimpinan pun terampas hak hidup nya baik dari sisi ekonomi, kelayakan tempat tinggal, pangan, pendidikan, dll. Masihkah kita menganggap Demokrasi itu harapan untuk perubahan yang lebih baik? Demokrasi bukan untuk diperbaiki tapi untuk diganti karena dari lahirnya sudah cacat dan merupakan sistem rusak dan merusak karena tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Rasulullah saw. bersabda: 

“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)


Dikatakan junnah karena hanya khalifah yang memiliki kemampuan untuk melindungi umat dengan penerapan hukum-hukum Islam secara sempurna tak terkecuali perempuan dan anak-anak dalam sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Islam menjadikan perempuan dalam kehidupannya memiliki dua peran penting yakni sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga (ummun wa rabbah al bayt). Peran ini merupakan peran strategis karena ditangan perempuan lah ditentukan bagaimana wajah umat di masa depan. Sehingga, perempuan dalam sistem Islam dijamin bisa menjalankan peran ini dnegan mendapatkan hak nafkah, pendidikan dan fasilitas kesehatan yang baik dan layak. Bukan menjadikannya sebagai alat pencetak uang sebagai penyanggah perekonomian negara. Islam menetapkan mekanisme dimana menjamin perempuan dalam kondisi bagaimanapun mendapatkan nafkah. 


Mekanisme ini diawali dengan menetapkan perwalian laki-laki terhadap perempuan. Dimana laki-laki wajib melindungi, mendidik dan memberi nafkah bagi perempuan dan anak dibawah perwaliannya. Bagi yang belum menikah walinya adalah ayahnya dan jika sudah menikah tugas wali ini diambil oleh suaminya. Bila wali tama ini tidak ada atau tidak mampu maka Islam telah menetapkan urutan wali bagi perempuan dari kalangan laki-laki keluarga dan kerabat terdekat sampai yang jauh. 


Kewajiban laki-laki dalam memberikan nafkah ini dijamin oleh Khilafah dengan konsep penerapan sistem ekonomi Islam yang memberdayakan rakyat. Dengan serangkaian mekanisme seperti pengolahan kepemilikan umum dan negara, kemudahan iklim usaha, pelarangan riba, dan berbagai kecurangan ekonomi. Khilafah akan membuka dengan luas bagi rakyat untuk mendapatkan akses terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Melalui jaminan terpenuhinya kebutuhan individu per individu akan membuat tanggung jawab menafkahi perempuan tertunaikan dengan baik. Hal ini tidak akan terwujud melalui sistem demokrasi. 


Dengan demikian penerapan sistem Islam meniscayakan peniadaan atas demokrasi. Demokrasi bukan jalan untuk perubahan yang lebih baik. Sudah saat nya kita campakan demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam yang menerapkan seluruh syariat dalam kehidupan melalui sebuah institusi Islam kaffah. Wallahualam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar