Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Sertifikasi Halal Ala Sistem Kapitalisme vs Sistem Islam

Selasa, 15 Oktober 2024



 
Oleh : Tri S, S.Si

Baru baru ini ramai perbincangan dikalangan masyarakat  terkait sebuah video yang menyebut bahwa produk yang diberi nama 'tuyul', 'tuak', 'beer', dan 'wine' memperoleh sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama.

Kendati demikian, BPJPH Kemenag juga menjelaskan bahwa sertifikasi halal tersebut di berikan bukan berkaitan dengan kehalalan produknya melainkan penamaan produk. Ia juga menghimbau supaya masyarakat tidak perlu ragu terhadap jaminan kehalalan produk. BPJPH Kemenag juga menegaskan bahwa penamaan produk halal telah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 terkait persyaratan umum pangan halal. Begitu juga dengan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020. 

Aturan tersebut berisikan bahwa pendaftaran sertifikasi halal tidak dapat diajukan pada produk dengan nama yang bertentangan dengan syariat islam. Namun kenyataannya, ternyata produk-produk tersebut masih bisa lulus sertifikasi halal. Hal tersebut dapat terjadi karna adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait 'boleh dan tidaknya' penamaan produk saja. Tidak berkenaan dengan aspek kehalalan zat yang sudah dipastikan kehalalannya.

Begitulah model sertifikasi halal hari ini dalam sistem kapitalisme.  Asalkan zat nya halal, maka nama produk tidak perlu dipersoalkan. Padahal hal tersebut berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan. Sebab perkaranya adalah halal haramnya suatu benda, yang dalam Islam hal ini merupakan persoalan prinsip. 

Dalam sistem hari ini, para pelaku usaha mengupayakan mendapat sertifikat halal bukan lagi karna takut kepada Allah dengan menjual dagangan tidak halal. Melainkan untuk menarik publik terutama konsumen muslim supaya tidak ragu membeli dagangannya. Terlepas apakah produk tersebut halal 100% atau halal dan haram telah bercampur sedemikian rupa .

Sertifikasi halal pun saat ini menjadi ladang bisnis. Dalam sistem kapitalisme, segala hal serba dikomersilisasi. Pelayanan kepada masyarakat pun selalu mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya. Hal tersebut berkaitan erat dengan peran negara yang selalu hanya sebagai regulator atau fasilitator. Apalagi sertifikasi halal ini berbatas waktu.

Sementara di dalam Islam. Negara punya peran besar dalam mengurusi berbagai urusan warganegara nya. Terutama dalam hal menjaga akidah umat nya. Memberi jaminan kehalalan produk adalah sebuah hal yang fundamental karena berkaitan dengan kondisi manusia baik di dunia juga di akhirat. Negara akan memberikan layanan tersebut dengan harga ringan bahkan gratis. Kemudian dilanjut dengan pengawasan secara berkala. Kalaupun ada syarat dan ketentuan yang berbayar negara akan memberi kemudahan administrasi.

Dalam Islam,  produk yang beredar di pasaran sangat dijaga dan dijamin kehalalannya. Negara akan menugaskan Qodli Hisbah untuk senantiasa memeriksa dan memastikan tidak ada barang haram beredar. Di pasar-pasar, di gudang pangan, pabrik, bahkan juga tempat pemotongan hewan.

Dengan ketelitian dan kerincian seperti ini, maka masyarakat dalam Negara Islam tidak ragu dan merasa terjamin dalam mengonsumsi produk tanpa harus selalu mengecek label halal disetiap produk.

Selain itu, negara dalam sistem Islam juga akan memberikan edukasi kepada para pedagang dan setiap individu rakyat supaya sadar akan 'halal' dan mewujudkannya dalam kancah kehidupan dengan penuh kesadaran. Kesadaran tersebut didorong oleh keimanan dan tidak akan membiarkan masyarakat memperoleh manfaat atau laba dari sesuatu yang tidak halal. Partisipasi masyarakat juga dibutuhkan untuk mengawasi halalnya berbagai macam produk yang beredar di tengah masyarakat. 

Kemudian untuk mempertegas aturan, Negara akan memberikan sanksi kepada kalangan industri yang kedapatan memakai cara atau zat haram serta memproduksi barang haram. Negara juga memberikan sanksi kepada para pedagang yang masih memperjual belikan barang haram kepada kaum muslimin. Sedangkan bagi kaum muslimin yang mengonsumsi barang haram juga akan dikenai sanksi sesuai nash syariat.
 
Demikianlah gambaran kehidupan islami dari sesuil penerapan hukum islam. Bisa dibayangkan bagaimana aman, sejahtera, dan tentram nya ummat manusia ketika Negara mengambil peran ikut andil dan benar-benar mengayomi seluruh persoalan kehidupan. Maka hari ini penting bagi kita untuk memahamkan umat sehingga kerinduan kita satu, yaitu hidup dalam naungan Sistem Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar