Oleh. Maya Dhita
Pegiat Literasi
Perguruan Tinggi di Indonesia hanya satu yang masuk dalam range 801-1000 besar berdasarkan The Times Higher Education World University Rangkings (THE WUR) 2025. Perguruan Tinggi tersebut adalah Universitas Indonesia.
THE merupakan lembaga pemeringkat yang diakui memiliki alat, proses, dan hasil evaluasi universitas paling komprehensif di dunia. Metodologi WUR 3.0 meliputi 18 indikator untuk menilai lima bidang utama pada setiap institusi. Kelima bidang tersebut adalah pengajaran, lingkungan penelitian, kualitas penelitian, keterlibatan industri, dan pandangan internasional.
(www.timeshighereducation.com, 9-10-2024)
Sedangkan Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia lainnya masuk dalam urutan di atas 1000. Pada peringkat range 1.201-1500 ada Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS). Sedangkan pada range berikutnya, yaitu peringkat 1500 ke atas di antaranya ada Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Hasanuddin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), IPB University, dan Universitas Jember. (Detik.com, 10-10-2024)
Tahun ini terdapat 2000 universitas dari 115 negara telah masuk dalam pemeringkatan. Urutan sepuluh besar masih didominasi universitas dari Amerika dan Inggris. Peringkat teratas dalam THE WUR 2025 tetap dipegang oleh Oxford University selama sembilan tahun berturut-turut, ditambah adanya faktor peningkatan yang signifikan pada industri dan pengajaran. MIT naik kelas ke posisi kedua. Cina mendekati posisi sepuluh besar akibat perhatiannya pada penelitian global. Sedangkan tiga pendatang baru masuk 200 besar, yaitu Brasil, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Hal ini disebabkan perhatiannya pada kebangkitan pasar negara berkembang pada bidang pendidikan tinggi. (www.thewur.com)
PT Indonesia Banyak Masalah
Rendahnya peringkat perguruan tinggi (PT) Indonesia di dunia dalam World University Rangkings 2025 bahkan jauh di bawah Malaysia dan India dikarenakan banyaknya permasalahan yang dialami oleh PT itu sendiri. Permasalahan inilah yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pendidikan, aksesibilitas, dan relevansi pendidikan tinggi.
1. Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan PT di Indonesia tidak merata. Variasi ini bisa dilihat dari tingkat akreditasi yang dikeluarkan oleh BAN-PT. Masih banyak PT yang memiliki akreditasi rendah karena tidak mampu memenuhi kriteria standar sebuah PT. Misalnya, kurikulum yang belum memadai, fasilitas yang tidak lengkap, dan rendahnya kualitas dosen pengajarnya.
2. Terbatasnya Aksesibilitas
Penyebaran PT yang tidak merata dan cenderung memusatkan di perkotaan besar dan ibu kota provinsi. Tidak adanya PT di daerah terpencil dan minimnya PT di luar Jawa membuat lulusan SMA dari daerah tersebut memiliki hambatan lebih besar untuk melanjutkan perkuliahan. Ditambah dengan mahalnya biaya pendidikan makin membuat PT tidak terjangkau khususnya bagi masyarakat menengah dan menengah ke bawah.
3. Kurikulum MBKM Mencetak Buruh.
Adanya kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang lebih fokus pada praktik dan magang di industri dikhawatirkan mematikan kemampuan pemikiran intelektual, kemampuan mendalam, dan riset. Mahasiswa didorong memiliki kemampuan praktis yang cepat diserap di dunia kerja.
4. Penelitian dan Publikasi.
PT di Indonesia jauh tertinggal dalam hal riset dan publikasi ilmiah. Hal ini bisa dilihat dari sedikitnya karya ilmiah, jurnal nasional maupun internasional, jumlah sitasi, dan lainnya.
5. Pendanaan Riset
Rendahnya dukungan pemerintah dalam hal pendanaan riset seringkali menjadi penyebab utama rendahnya penelitian di negeri ini. Hal ini bisa dilihat dari sedikitnya jumlah hibah penelitian, serta kurangnya alokasi dana untuk penelitian.
6. Guru Besar Abal-abal
Prestise guru besar membuat banyak orang melakukan segala cara untuk mendapat gelar Prof. Didukung dengan adanya jalur belakang akademik yang mampu mengakomodasi kemauan para dosen. Jurnal predator pun mempublikasikan karya tulis ilmiah mereka tanpa adanya tinjauan atas penelitiannya. Sejumlah asesor nyatanya bisa diajak kerjasama. Jadilah guru besar abal-abal yang tersebar di sejumlah PT di Indonesia.
PT dalam Sistem Kapitalisme
Tidak bisa dimungkiri bahwa sistem pendidikan tinggi di Indonesia mengacu pada barat. Harapan menuai kesuksesan dengan output yang mumpuni nyatanya malah terjebak dengan pola pikir kapitalis sekuler. Mereka pun makin jauh dari agama yang seharusnya menjaga mereka tetap dalam koridor syariat.
Pola pikir kapitalis-sekuler ini telah mengakar dan akhirnya memengaruhi pembuat kebijakan di negeri ini. Meski pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun generasi unggul sebagai penerus estafet pembangunan negara tetap saja tak luput dari kapitalisasi.
Segala kebijakan terkait dunia pendidikan dirancang sedemikian rupa dengan tujuan peningkatan ekonomi. Salah satu formulanya adalah hubungan mutualisme antara pendidikan dengan industri. Alhasil pendidikan vokasi makin digencarkan, sekolah kejuruan makin diminati, praktik magang kerja diperbanyak porsinya.
Untuk itu kurikulum pendidikan pun disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan individu-individu yang memiliki skill praktis sehingga mampu diserap secara langsung oleh industri dan perusahaan. Sedangkan untuk penelitian dan keilmuan lainnya tidak mampu berkembang maksimal dan cenderung dibatasi. Hal ini terlihat dari minimnya porsi anggaran untuk hibah penelitian dan dukungan penelitian lainnya. Maka tak berlebihan jika disebutkan bahwa kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka hanya mencetak buruh bukan penemu dan ilmuan.
Negara berusaha melepas subsidi pendidikan secara bertahap, hingga akhirnya PT mampu beroperasi secara mandiri. Hal ini tentu berpengaruh pada besarnya biaya operasional PT. Mau tidak mau PT akan menaikkan biaya pendidikan yang akhirnya berdampak pada penurunan jumlah lulusan SMA yang melanjutkan ke PT akibat biaya masuk dan UKT tinggi.
Banyaknya beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun swasta tidak mampu menjawab permasalahan gagal masuk PT. Rasio jumlah penerima beasiswa dengan calon mahasiswa terlalu kecil. Pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam membantu rakyatnya.
Anggaran dana pendidikan terlalu kecil. Pemerintah lebih memilih untuk pembangunan infrastruktur dan pembiayaan Proyek Skala Nasional yang tidak mendesak seperti proyek kereta api cepat, jalan tol, dan lainnya. Padahal masih banyak sekolah di pedalaman yang sulit aksesnya, tidak lengkapnya fasilitas pendidikan, dan kurangnya jumlah dan kualitas pendidiknya.
Belum lagi banyaknya tindak kecurangan, korupsi, dan penipuan yang dilakukan civitas akademika menunjukkan rendahnya integritas dan kualitas mereka.
PT ala Khilafah
Dalam sistem Islam, negara sangat mendukung pendidikan. Hal ini karena adanya dalil menuntut ilmu seperti berikut: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Surat Al-Mujadalah ayat: 11). Selain itu karena Islam menganggap bahwa generasi muda adalah aset negara yang harus dibentuk sedemikian rupa untuk mewujudkan pemimpin yang amanah dan mampu memperjuangkan, mempertahankan, dan mengembangkan khilafah sebagai satu-satunya institusi politik yang mampu menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, dakwah Islam ke seluruh dunia, dan sebagai pertahanan negara.
Sedangkan visi dan misi pendidikan negara khilafah termaktub dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, sebagai berikut:
Penyusunan kurikulum dan materi ajar perlu memperhatikan dua tujuan pokok ini:
Pertama, penanaman tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku islami ke dalam akal dan jiwa anak didik untuk membentuk kepribadian islami, pola pikir (akliah) dan jiwa (nafsiyah) pada umat.
Kedua, mempersiapkan ulama-ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik dalam ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, peradilan, dan lain-lain) maupun ilmu-ilmu terapan (teknik, fisika, kimia, kedokteran, dan lain-lain). Ulama-ulama handal ini akan membawa Negara Islam dan umat Islam menempati posisi tertinggi di antara bangsa-bangsa dan negara-negara lain di dunia.
Untuk mewujudkan hal ini khilafah memberikan dukungan penuh terhadap keilmuan. Dukungan tersebut berupa biaya pendidikan yang terjangkau bahkan gratis, kelengkapan infrastruktur dan fasilitas pendidikan, dana penelitian bagi ilmuan.
Salah satu bukti bentuk dukungan khilafah di bidang pendidikan adalah pembangunan perpustakaan besar di masa kekhilafahan Abbasiyah. Perpustakaan yang terletak di Baghdad ini mendapat dukungan penuh dari Khalifah Harun al-Rasyid dan diteruskan oleh putranya, Al- Ma'mun. Baitul Hikmah merupakan pusat penerjemah, penelitian, dan pengumpulan manuskrip dari Yunani, Persia, India, dan. Romawi. Semua diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh ilmuan muslim. (muslimheritage.com)
Banyaknya ilmuwan-ilmuwan kelas dunia yang mampu memberikan kontribusi besar pada bidang keilmuan hingga saat ini juga lahir dari sistem Islam yang terbingkai dalam negara khilafah. Mulai dari Al-Khawarizmi, Ar-Razi, Al-Biruni, Ibnu Haytham, dan masih banyak lainnya. Para ilmuan inilah aktor-aktor pada zaman keemasan Islam yang akhirnya menjadi rujukan perkembangan keilmuan di Eropa dan bagian dunia lainnya hingga saat ini.
Seluruh biaya besar yang dikeluarkan oleh khilafah untuk mendukung pendidikan dan keilmuan secara total berasal dari baitulmal, khususnya dari pos fa'i dan kharaj, juga pos milkiyyah 'aammah. Selain dari pos-pos ini, pendanaan juga berasal dari wakaf untuk pendidikan yang berasal dari individu-individu yang mencintai ilmu. Jumlahnya juga sangat besar. Hal ini karena adanya dorongan keimanan sehingga mereka saling berlomba-lomba untuk mendapatkan pahala jariah dan rida Allah.
Khatimah
Terbukti hanya sistem Islamlah yang mampu mewujudkan generasi gemilang dengan tingkat intelektual tinggi dan berpemikiran mendalam. Mereka lahir dan dibentuk untuk menyebarkan risalah Islam baik di dalam maupun di luar negeri dengan bidang keahlian masing-masing.
Maka hanya dengan tegaknya khilafah, generasi ini akan terbebas dari kapitalisasi pendidikan beserta segala bentuk kecurangan dan disfungsinya. Wallahualam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar