Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Mahalnya Beras Petani Buntung Kapitalis Untung

Senin, 14 Oktober 2024


Oleh : Ilma Kurnia P (Pemerhati Generasi) 
 
Bak tikus mati dilumbung padi, mungkin ini istilah yang tepat ketika sebuah negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi sulit untuk bisa memenuhinya. Bertubi-tubi harga beras di Indonesia dinilai melonjak dibandingkan negara lain. Biaya produksi beras di dalam negeri telah meningkat. Hal ini penting untuk kita memastikan, supaya petani juga mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil pertanian mereka, sementara saat ini harga gabah yang diterima petani bahkan melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sehingga tidak memberikan keuntungan bagi mereka. Dikutip liputan6.com (20/9/2024). Meningkatnya harga beras juga dipengaruhi kebijakan negara yang membatasi import beras. Kebijakan import memang kurang tepat. Impor beras kadangkala diperlukan, kadang juga justru merugikan petani. Jika tidak import, ketersediaan beras dalam negeri akan berkurang sehingga menaikkan harga beras di pasaran. Jika import, harga beras terkendali, tetapi jelas merugikan petani sebab harga beras import kerap jauh lebih murah daripada beras lokal. 
Import beras seharusnya tidak menjadi solusi andalan pemerintah untuk menutupi defisit stok beras dalam negeri. Ketergantungan impor akan menjadikan negeri ini makin jauh dari kemandirian pangan. Di sisi lain, kebijakan impor beras juga membebani APBN yang akan membuat negara tekor, serta menguntungkan negara lain sebagai pengekspor beras ke Indonesia. Dengan kebijakan yang memudahkan import, ketahanan pangan nasional Indonesia terancam. Begitu pula dengan kedaulatan pangan yang jauh dari harapan. Alih-alih berdaulat, negeri yang kaya dengan kesuburan tanahnya malah mengimport produk pangan dari negara lain. Sementara itu, lahan pertanian justru diubah menjadi gedung-gedung perkantoran, perumahan, industri, dan pariwisata. Keseimbangan alam terganggu, komoditas pangan terancam, dan nasib petani pun kian gelap atau suram. 
Fakta kenaikan harga beras saat menjadi bukti bahwa cengkeraman kapitalisme sangat kuat pada sektor pertanian. Negara hanya bertindak sebagai regulator bagi kepentingan oligarki kapitalis. Jika kita lihat, regulasi yang diterapkan hanya mengatur aspek teknis semata, belum menyelesaikan akar masalah pertanian. Ibaratnya besar pasak daripada tiang, pengeluaran biaya produksi jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang diterima petani. Ini buktinya pemerintah belum sepenuhnya menyejahterakan petani dari aspek pendapatan maupun peningkatan kualitas pangan dengan sarana yang memadai. Masalah pangan bukan sekadar memenuhi stok pangan, tetapi bagaimana negara menjaga kedaulatan dan ketahanan pangan dengan visi politik pangan yang menyejahterakan rakyat. Paradigma sekulerisme-kapitalisme telah mengaburkan visi politik pangan. Negara menyerahkan tanggung jawab kedaulatan pangan kepada swasta. Sebagai contoh, negara lalai dalam menjaga lahan pertanian dan membiarkannya beralih fungsi menjadi lahan-lahan bisnis kepentingan kapitalis. 
Pada aspek ekonomi, kapitalisme yang didukung sistem politik demokrasi dan sekularisme telah meniscayakan lahirnya korporasi besar yang menguasai seluruh sektor pertanian, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasi. Contohnya, peran Bulog sebagai badan milik negara yang bertugas menyerap beras hasil produksi para petani tidak lebih dari 15%. Ini artinya, 85% sisanya diserap oleh rantai distribusi swasta sehingga berdampak pada permainan harga beras. Oleh karenanya, sistem pangan dalam Islam harus dilakukan secara berdikari, mandiri, dan tersistem. Terdapat dua aspek yang akan dilakukan negara Islam (Khilafah) dalam mengurusi persoalan pangan. Dari aspek teknis, negara akan menetapkan kebijakan. Pertama, menghentikan import dan memberdayakan sektor pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. 
Sistem pemerintahan islam mampu menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kesejahteraan petani. Yaitu, membangun infrastruktur pertanian yang memadai, seperti jaringan irigasi yang canggih. Pada masa kepemimpinan Umayyah, jaringan irigasi dibangun di

seluruh wilayah lalu dikembangkan pompa-pompa irigasi hingga kincir air, serta memberikan dukungan permodalan baik dalam bentuk pemberian tanah, harga bibit dan pupuk murah, atau pinjaman tanpa bunga seperti pada masa Umar bin Abdul Aziz. Pinjaman tersebut baru dikembalikan dua tahun setelahnya. Dan pemerintah juga menyediakan sarana produksi pertanian secara memadai dan memastikan produksi petani terdistribusi dengan baik, seperti membeli gabah petani dengan harga tinggi. Beginilah Islam mengatur persoalan pertanian yang sangat urgen kita persoalankan. 
 
Waallahu’alambishawab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar