Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Benarkah Labeling Kontroversial Picu Polemik Halal?

Senin, 14 Oktober 2024



Oleh: Arin RM

Warta seputar produk bernama "dilarang menurut pandangan syriat" (tuyul, beer, wine) tetapi memiliki label halal viral di dunia maya beberapa waktu lalu. Konon katanya, produk tersebut kendati bernama "haram", namun zatnya tidak demikian. Sehingga walaupun label halal berhasil didapatkan meskipun pada akhirnya membuat konsumen muslim banyak yang bertanya-tanya.

Adalah wajar jika konsumen muslim menjadi kritis terhadap kejelasan halal dan haram suatu produk. Alasannya karena berdasarkan keyakinan muslim, yang tertuang dalam kitab sucinya, Alquran surat Albaqarah ayat 168 yang artinya: "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu."

Dalam surat yang sama, di ayat 172, Allah juga berfirman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." Bahkan di dalam surat Annaml ayat 114, perintah memakan yang halal lagi baik ini pun dikaitkan dengan pentaqdisan tunggal kepada Allah. "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya."

Perintah halal lagi baik inipun masih ditegaskan kembali di dalam Alquran surat Almaidah ayat 88. Artinya menjalankan apa yang difirmankan Allah dan tertuang dalam Alquran, bagi seorang muslim adalah perkarw vital. Hal mendasar yang menunjukkan konsekuensi dari keyakinan akan adanya Allah yang Mahamenciptakan sekaligus Mahamembuat aturan, termasuk soal halal haram makanan.

Inilah mengapa halal haram produk menempati posisi penting bagi kelangsungan hidup muslim. Sebab setiap muslim pasti akan berpikir tentang hisab di hari kiamat kelak. Terlebih muslim yang menyadari bahwa sesungguhnya manusia ini hanya makhluk lemah dengan segala keterbatasannya, maka setiap aturan dari Allah tentang perintah atau larangan, pastilah Allah yang lebih mengetahui apa yang akan terjadi di belakangnya kelak.

Kesadaran akan kelemahan dan keterbatasan ini pula yang pada ghalibnya menuntun muslim untuk senantiasa meminta petunjuk Allah dalam menjalani hidupnya, dengan menjadikan doa sebagai salah satu medianya. Hanya saja, Rasulullah pun sudah mengingatkan bahwa doa yang dipanjatkan memiliki korelasi terhadap diterimanya doa. (Lihat hadits riwayat Muslim). Sehingga menjaga makanan halal adalah penting agar doa tidak terhalang dari pengabulan.

Mengingat demikian pentingnya posisi halal bagi keimanan dan kehidupan muslim, dalam pandangan Islam produk halal adalah sesuatu yang harus dipastikan. Harus dijamin kejelasannya, sebagai pembuktian bahwa pengurusan urusan rakyat dijalankan dengan serius dan sungguh-sungguh. Tentu penjaminan ini tidak cukup jikalau hanya diserahkan kepada sebagian komunitas saja, melainkan membutuhkan perpanjangan tangan negara yang benar-benar memiliki perangkat kuasa untuk memastikannya.

Kejelasan halal produk adalah penjaminan terhadap pelaksanaan beragama warga negara, maka Islam mengamanahkan negara untuk terlibat langsung di dalamnya. Terlibat dengan memastikan standarisasi yang jelas, berfokus pada perintah agama, tidak menimbulkan kerancuan dan kebingungan, serta tidak hanya berorientasi untung rugi bisnis semata. Dan dulu, di masa kejayaan Islam, upaya pemastian keamanan produk yang beredar di tengah masyarakat ini sampai diawasi langsung oleh qadhi hisbah. Sehingga setiap ada hal mencurigakan, sudah akan ada tindakan dulu baik dengan atau tanpa aduan masyarakat. Tentu tidak sampai harus kontroversial dan melahirkan polemik halal dulu.

Sebuah kondisi yang berbeda dengan realitas saat ini. Saat di mana "aroma industri labelisasi ala kapitalis" tercium. Demi memupuk cuan, kontroversi tak jadi soal. Produk bernama aneh atau terlarang bagi mayoritas muslim ada yang lolos halal.

Walaupun dari sisi perusahaan mungkin bisa semakin menguntungkan dengan kontroversi nama produknya, tapi hak kepercayaan konsumen pada produk justru tereduksi. Bahkan lebih jauh, ada polemik lanjutan akibat beda pandangan yang mungkin saja berkembang di tengah masyarakat terhadap boleh tidaknya produk tersebut tetap berlabel halal.

Inilah yang seharusnya mendapatkan evaluasi. Bahwa konsep yang asal muasal nya berinduk pada definisi syariat, maka standar pelaksanaan di lapangan juga demikian seharusnya. Sehingga keyakinan muslim bisa terpelihara secara utuh. Bagaimanapun juga hal ini adalah jaminan yang harus didapatkan. Akan tetapi sangat sayang jika jaminan ini jadi absurd akibat pengaruh gaya sekular dalam industri yang seolah menjadikan halal sebagai "slogan" semata.

Oleh sebab itu, memang sudah seharusnya Islam dilaksanakan sebagai panduan dan panutan dalam masalah penamaan atau labeling produk. Supaya konsumen jelas mengetahui, bisa terdukasi, dan tidak menimbulkan polemik pada hal yang menjadi bagian dari keimanannya. Jikalau Islam yang dijadikan standar penerapan aturan, maka bukan hanya polemik halal yang terselesaikan, problematika lainnya pun akan tertuntaskan sesuai perintah dan larangan Allah. []

Sumber gambar: Medcom.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar