Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Pelajar Suka Tawuran, Mampukah jadi Harapan?

Rabu, 14 Agustus 2024



Penulis:  Maya Dhita E.P, ST.
Pegiat Literasi 

Dua kelompok siswa dari SMPN 1 dan SMPN 2 Campurdarat, Tulungagung hampir terlibat tawuran. Mereka bahkan telah saling memprovokasi di depan sekolah masing-masing. Aksi tersebut dilakukan saat pulang sekolah dan yang pulang lebih dulu akan mendatangi sekolah lain. Mereka menggeber-geber mesin motornya di depan sekolah sambil berteriak-teriak.

Polisi akhirnya melakukan razia di sekolah-sekolah terkait, setelah mendapat laporan dari warga. Sebanyak 33 kendaraan bermotor yang tidak sesuai spektek (spesifikasi teknis) disita. (Detikjatim, 31 Juli 2024)

Beginilah karakter pelajar kita hari ini. Mereka cenderung mudah tersulut emosi dan tidak mau berpikir panjang. Di sisi lain, mereka tidak memiliki inisiatif dan beraninya bertindak secara berkelompok. Mudah terluka dan suka membahayakan diri sendiri. Maka tak berlebihan jika disebut generasi strawberry. Terlihat indah, tetapi rapuh.

Karakter ini dipicu dari berbagai aspek yang membentuk kepribadian mereka. Bukan hanya satu dua sebab, tetapi sudah menjadi permasalahan sistemis. Mereka dibentuk oleh sistem yang tidak sesuai dengan fitrah mereka. Sistem yang bersifat destruktif karena menjauhkan manusia dari agamanya. 

Hal inilah yang menjadikan lemahnya pembentukan pondasi dari segi akidah Islam pada generasi. Pertama, dari aspek keluarga. Minimnya ilmu dan kepedulian dari lingkungan keluarga. Orangtua dipaksa oleh sistem untuk fokus bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga anak minim perhatian dan stimulus dalam masa pembentukan karakternya.

Aspek masyarakat, dapat dilihat dari tidak kondusifnya lingkungan tempat generasi ini bertumbuh. Lingkungan yang tidak sehat karena berbagai kemaksiatan dinormalisasi. Seperti normalisasi pacaran, tawuran, mabuk-mabukan, dan penggunaan obat terlarang, dianggap hal yang lumrah dilakukan oleh pelajar. Kalaupun ada pertentangan, tetapi tidak sampai menjadi sebuah aturan dengan sanksi yang menjerakan. Paling jauh pelajar tersebut akan diberi peringatan dan konseling saja.

Negara pun gagal merumuskan sistem pendidikan yang tepat sehingga menciptakan pelajar berjiwa rapuh dan tidak memahami peran dan eksistensinya dalam kehidupan. Sistem pendidikan yang ditawarkan pada sistem kapitalisme ini hanya berfokus pada nilai akademik dan skill kerja. Generasi ini dicetak untuk memenuhi tuntutan dunia kerja dan kepentingan pemilik modal saja. 

Selain itu gempuran budaya Barat yang memperkuat paham kebebasan dan menjauhkan kehidupan dari norma-norma agama, membuat pelajar makin seenaknya sendiri dalam berperilaku. Standar pencapaian mereka adalah segala hal yang berhubungan dengan materi, viral, dan update. Keberlimpahan informasi dari seluler pintar membuat gelagapan. Semua itu membuat generasi rapuh ini makin kebingungan dalam memandang arti kehidupan. 

Negara memiliki peran krusial dalam menentukan sistem pendidikan generasi. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu mencetak generasi berkepribadian Islam. Generasi yang mengerti apa tujuan penciptaan mereka dan memahami bagaimana seharusnya peran mereka di dunia. Generasi yang tumbuh dengan rasa takut kepada penciptanya, sehingga mereka tidak akan berani menyelisihi hukum syarak. 

Sistem pendidikan berbasis akidah Islam hanya dapat terwujud dalam daulah Islam, di mana seluruh pilar kehidupan akan saling menguatkan. Maka pelajar-pelajar tangguh akan tumbuh. Mereka tidak mempan akan hentakan budaya asing yang merusak. Keimanan dan landasan berpikir mereka juga kuat sehingga mampu melakukan kontrol diri atas hal-hal buruk dan membahayakan diri sendiri orang lain. Maka tidak akan ada lagi yang namanya tawuran dan berbagai tindak kemaksiatan lainnya. Dan akhirnya lahirnya generasi gemilang yang akan membangkitkan peradaban menjadi sebuah keniscayaan. 

Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain."
Mâlik dalam al-Muwaththa’ (II/571, no. 31)
Wallahualam bissawab. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar