Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

MinyaKita, Milik Kita?

Kamis, 01 Agustus 2024




Oleh: Rahma Kaaffah 

Baru-baru ini harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng bersubsidi Minyakita mulai dinaikan oleh Kementerian Perdagangan (Kemenag). Dari semula harga Rp14 ribu per liternya sekarang mencapai Rp15.700 per liter. Dengan kenaikan harga tersebut, pedagang di pasar tradisional Purwokerto mengaku enggan mengambil stok minyak subsidi pemerintah tersebut terlalu banyak.

Tati (41), pedagang sembako di Pasar Cermai Purwokerto mengaku dengan kenaikan harga minyakita pembeli sudah mulai berkurang. Pembeli, katanya, lebih memilih minyak goreng merek terkenal yang lebih mahal sedikit. “Harga minyakita sama minyak goreng lain itu bedanya cuman Rp1 ribu sampai Rp 1.500. Jadi pada milihnya ke minyak lain,” kata dia, Kamis (11/7/2024).

Menurut Tati, meski harga minyakita cukup murah, namun dari informasi para pembeli ketika minyakita digunakan justru kualitasnya cepat menurun dibandingkan minyak lainnya. “Apalagi warnanya kan lebih gelap kemerahan gitu. Kata pembeli si kalau digunakan untuk menggoreng cepet habis minyaknya,” ujarnya.

Hampir semua harga bahan pokok rakyat naik secara signifikan. Mulai dari harga beras, ayam, telur, bawang merah, bawang putih hingga yang lainnya. Dan kali ini pun rakyat harus menelan pil pahit dengan naiknya harga minyak goreng.

Kenaikan harga MinyaKita tentu tidak masuk akal, mengingat Indonesia adalah negeri penghasil sawit terbesar.

Imbas Kapitalisme

Pertama, pemerintahan bercorak kapitalistik sangat memungkinkan menetapkan aturan sesuka hati. Buktinya, aturan HET MinyaKita dengan harga Rp14.000 per liter yang tercantum dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat masih bisa direvisi demi aturan HET yang baru. Ketika ingin mengganti kebijakan, aturannya yang diubah, bukan patuh pada aturan yang dibuat sebelumnya. Inilah karakter pemerintahan kapitalis, yaitu mengubah aturan demi kepentingan tertentu.

Kedua, pemerintahan kapitalis selalu berhitung untung dan rugi kepada rakyat. Indikasinya ada pada alasan yang dikemukakan pemerintah, yaitu biaya produksi naik dan pengaruh nilai tukar rupiah. Pemerintah seakan telah bersiap jika terjadi kemungkinan naiknya biaya produksi dan nilai tukar rupiah melemah yang akan memengaruhi harga distribusi minyak goreng. Seakan tidak mau rugi, semua hitungan kerugian tersebut sudah disiapkan dan dibebankan kepada rakyat dengan menaikkan HET minyak goreng.

Ketiga, absennya peran negara dalam melakukan tata kelola sawit, baik dalam aspek produksi maupun distribusi. Besarnya peran swasta dalam pengelolaan sawit sangat berpengaruh pada rantai pasokan minyak goreng serta distribusinya.

Solusi Islam

Dalam Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan cara yang mudah dan murah. Dalam pengelolaan sawit, negara akan menetapkan kebijakan dari aspek produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Pada aspek produksi, negara akan menetapkan kebijakan sebagai berikut:

Pertama, aturan kepemilikan lahan. Setiap individu boleh memiliki lahan dengan syarat status lahan tersebut bukan terkategori milik umum. Sistem kapitalisme hari ini telah melegalkan pengalihan lahan hutan menjadi perkebunan sawit dan dimiliki oleh swasta.

Islam melarang upaya apa pun yang berpotensi merusak alam serta mengalihfungsikan lahan milik umum menjadi kebun milik swasta atau individu yang merusak keseimbangan lingkungan. Diriwayatkan dari Tsauban, khadim Rasulullah ﷺ yang mendengar Rasulullah ﷺ berpesan, “Orang yang membunuh anak kecil, orang tua renta, membakar perkebunan kurma, menebang pohon berbuah, dan memburu kambing untuk diambil kulitnya itu akan merugikan generasi berikutnya.” (HR Ahmad).

Kedua, negara boleh memberikan status tanah mati (tanah yang tidak dikelola atau dibiarkan pemiliknya selama tiga tahun) kepada orang yang mampu menghidupkan atau mengelolanya. Hal ini memberikan kesempatan bagi pencari nafkah untuk menanami atau mengelolanya menjadi kebun sawit atau pertanian lainnya.

Ketiga, negara menyediakan sarana pertanian yang memudahkan petani memenuhi kebutuhan pertanian mereka, termasuk petani sawit. 

Pada aspek distribusi dan konsumsi, negara akan menetapkan kebijakan sebagai berikut:

Pertama, negara tidak akan melakukan ekspor sawit sebelum kebutuhan minyak sawit dalam negeri tercukupi.

Kedua, negara bertanggung jawab memastikan distribusi minyak goreng hingga menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat.

Ketiga, memastikan setiap pasar terpenuhi stok bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat. Negara dapat menunjuk hakim pasar (qadli hisbah) untuk mengawasi jalannya perekonomian di pasar dan menegakkan hukum bagi pelanggar muamalah, seperti pedagang curang, mafia atau kartel pangan, dan lainnya.

Demikianlah, penerapan sistem Islam secara keseluruhan akan mewujudkan akses pangan yang mudah dan murah serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Hal itu hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna.

Wallaahu a'lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar