Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Antara Isu Kontrasepsi dan Derasnya Arus Liberalisasi

Kamis, 15 Agustus 2024



Oleh: Ummu Fathan

Belakangan mencuat di media isu yang berkaitan dengan penyediaan alat kontrasepsi yang kabarnya akan diizinkan dipakai remaja usia sekolah. Muasalnya adalah adanya pembahasan yang menyoal PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 tentang Kesehatan. Pada pasal 103 ayat 4, tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi--selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, dan konseling--mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja.

Berbagai pihak mengkritisi imbas jika ayat tersebut dilaksanakan. Ada yang menilai izin alat kontrasepsi tak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, ada pula yang menganggap bahwa ayat tersebut mengandung unsur terselubung berupa muatan unsur kebebasan seks yang tentunya berbahaya jika diberikan kepada remaja apalagi yang masih usia sekolah.

Tidak adanya penjelasan lebih lanjut tentang siapa remaja yang dimaksud dan tentang usia sekolah yang didasarkan, menjadikan ayat tersebut rawan disalahartikan. Sebab sasaran remaja bisa berupa pasangan muda berusia subur yang punya legalitas pernikahan, namun tidak menutup kemungkinan juga diartikan kepada kelompok remaja yang juga berusia subur namun belum memiliki pasangan pernikahan yang legal. Bahaya jika kemudian ada yang menganggap kelompok usia subur tanpa pernikahan ini juga berhak terhadap pemberian alat kontrasepsi ini.

Maka, tidaklah keliru bila ada yang berpendapat bahwa kondisi ini seakan menerangkan lebih gamblang bahwa mulai ada arus liberalisasi dalam wujud upaya normalisasi seks bebas di kalangan remaja yang masuk usia subur. Seks bebas ini tentu tidak benar dinilai dari unsur manapun. Agama jelas mengharamkan, norma di masyarakat pun memandang salah dan menilai bermasalah pada individu pelaku seks bebas. Hanya saja, jika terus digulirkan dengan adanya pihak yang memanfaatkan penafsiran aturan sebagai tameng, maka sesuatu yang salah lama-lama akan dianggap lumrah dan biasa saja.

Padahal seks bebas merupakan zina yang dosanya amat besar, lebih-lebih jika dinilai dari pandangan agama Islam. Kalam Allah dalam surat Al-Furqan ayat 68 menerangkan bahwa zina masuk dosa besar setelah kekufuran dan menghilangkan nyawa tanpa alasan yang benar. Bahkan dalam surat Al-Isra ayat 32, zina dipandang sebagai perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. Rasulullah juga mengingatkan agar zina tidak sampai merebak, melalui sabdanya yang artinya: "Jika zina dan tiba sudah menyebar di suatu negeri, sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri." (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani).

Imbas dari zina ini bisa membawa keburukan yang banyak. Mulai dari kehamilan tak diinginkan, berpotensi mengancam kesehatan ibu dan bayi karena belum siap secara fisik dan mental. Berpotensi memicu aborsi bagi yang sudah buntu menanggung malu. Berpotensi aksi pembuangan bayi bagi yang gagal aborsi namun tak punya pasangan yang mau menikahi dan menafkahi. Berpotensi merusak nasab jika ada yang nekat menikah untuk menutupi kehamilan, lalu berimbas pada kemungkinan KDRT jika rumah tangganya tak benar. Berpotensi menyebabkan penyebaran berbagai jenis penyakit kelamin, dll.

Maka usulan apa saja yang bisa membuka kran untuk semakin menderaskan arus liberalisasi yang menjurus pada perzinahan pada akhirnya memang perlu diwaspadai. Apalagi jika usulan tersebut hanya fokus pada upaya bagaimana kemaksiatan tetap bisa dilaksanakan, tapi secara aman. Khas solusi semu dari kebebasan hidup gaya sekuler. Jikalau remaja memang sudah saatnya pakai alat kontrasepsi, maka seharusnya mereka dinikahkan dulu secara legal dihadapan agama maupun negara. Jikalau mereka belum mampu, ya harus dilakukan pelatihan agar mampu.

Pelatihan remaja untuk siap menikah ini penting agar mereka yang mau menikah dini benar-benar mampu. Mampu dalam semua hal, termasuk dalam hal ekonomi dan pengaturan mental berkeluarga. Sehingga walaupun mereka menikah dini, tidak lantas kemudian cerai atau tetap bertahan tapi dalam suasana pernikahan yang toxic.

Pelatihan ini tentu tidak bisa sekali dua kali, melainkan berjenjang dan bertahap dalam waktu tak sebentar sehingga hasilnya benar-benar menyajikan remaja siap berumah tangga di usia belia.

Jikalau pelatihan berat dilakukan, maka pencegahan agar tidak terjadi seks bebas yang seharusnya dilakukan. Bukan justru membiarkan seks bebasnya terjadi tapi dengan cara aman. Dan untuk inilah kekuatan paradigma berperan. Paradigma yang memandang seks bebas sebagai bagian dari kebebasan tingkah laku, akan konsen pada bagaimana seks bebas tetap bisa dilakukan secara aman. Tanpa peduli sudah memiliki pasangan secara legal ataukah belum.

Sebaliknya, paradigma yang memandang seks bebas adalah kemaksiatan, maka akan bersungguh-sungguh bagaimana caranya agar perbuatan itu dapat dihentikan, dicegah, dan diberikan sanksi bagi yang tetap melanggar. Dan paradigma seperti ini hanya dimiliki oleh Islam. Sebagai agama sempurna, Islam akan mencegah seks bebas melalui penerapan sistem pergaulan Islam. Tidak akan diberi celah pintu apapun yang mendekati zina.

Pendidikan akan diarahkan membangun takwa individu. Interaksi masyarakat akan diarahkan pada pemahaman relasi laki-laki dan perempuan sesuai kepentingan, bukan berdasarkan kacamata feminitas atau maskulinitas yang mengedepankan nafsu semata. Hukum akan memberikan pengarahan tentang aturan-aturan terkait zina dan negara membuat kebijakan mematikan apa saja yang memantik api pergaulan bebas. Entah itu di iklan, situs media, percakapan guyonan, dll. Masyarakat dibuat saling peduli, mengingatkan satu sama lain.

Jika ada indikasi kasus, maka akan dihentikan. Dan upayanya adalah dengan memberikan sanksi tegas sesuai hukum yang Allah turunkan. Niscaya jikalau Islam yang dipakai paradigmanya, maka isu kontrasepsi tak perlu muncul di kalangan remaja. Bahkan kran arus liberalisasi di remaja pun bisa dimatikan dari sumbernya, dengan maksud menyelamatkan generasi dari perbuatan yang tercela. []

Sumber gambar: Disway

Tidak ada komentar:

Posting Komentar