Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

HET Minyak dan HAP Gula Naik, Rakyat Menjerit

Jumat, 12 Juli 2024



Oleh : faizah

Lagi-lagi masyarakat dibuat pusing dengan kenaikan harga sembako. Sekalipun momen peringatan hari besar sudah lewat namun beberapa jenis sembako justru mengalami kenaikan. Dua jenis sembako yang mengalami kenaikan harga adalah gula dan minyak goreng. 

Kenaikan harga gula ini merupakan konsekwensi dari perpanjangan relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula konsumsi di tingkat konsumen atau ritel. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menuturkan langkah ini dilakukan hingga diterbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Perubahan Kedua atas Perbadan Nomor 11 Tahun 2022 yang mengatur harga acuan pemerintah (HAP). Namun meskipun demikian Arief belum bisa memastikan kapan Perbadan akan diterbitkan.(tirto.id/24/6/2024).


Kondisi yang sama juga terjadi pada minyak goreng. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya mengusulkan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau MinyaKita naik menjadi Rp15.700 per liter yang sebelumnya Rp.14.000 per liter. Alasan utama relaksasi HET MinyakKita ini adalah harga Rp.14.000 per liter dinilai sudah tidak sesuai dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan. Oleh karena itu, dapat dipastikan harga minyak goreng akan naik dalam waktu yang tidak lama, menunggu revisi Permendag.  (Antaranews.com, 28 Juni 2024). 

Rakyat Semakin Sulit

Naiknya dua komoditas ini tentu akan semakin menyulitkan masyarakat karena keduanya merupakan bahan pokok. Banyak pihak yang bergantung pada dua komoditas ini, tidak hanya pada tingkat konsumsi dalam rumah tangga, tetapi juga dunia usaha, baik usaha kecil (dalam bidang makanan) maupun mikro.

Namun, sayangnya pemerintah tidak melakukan langkah-langkah untuk menurunkan harga dua komoditas tersebut. Pemerintah justru mengambil kebijakan lain dengan menaikkan HET dan HAP.

Sehingga dengan demikian pemerintah seolah-olah menganggap normal kondisi kenaikan harga bahan pokok tersebut dan tidak mengupayakan untuk menurunkan harga. Akibatnya, rakyat pasti akan sangat terbebani oleh kebijakan tersebut.

Pengeluaran rakyat untuk konsumsi akan semakin besar. Pelaku dunia usaha baik kecil atau mikro juga akan mengalami kenaikan biaya produksi.  Apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini yang serba sulit, tentu rakyat harus merogoh koceknya lebih dalam untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada lesunya penjualan di dunia usaha, serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan turut mempersempit ruang gerak rakyat untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Karenanya, alih-alih rakyat bisa hidup sejahtera, untuk sekedar bisa  makan dan bertahan hidup saja mereka merasa sangat sulit.

Siapa yang Diuntungkan?

HAP dan HET adalah batas atas harga yang diperbolehkan untuk  barang-barang yang dijual secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen. HAP dan HET merupakan harga acuan atau standar yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Namun pada faktanya, meskipun sudah ada harga acuan yang telah ditetapkan, tetapi di pasaran harga tetap dapat naik sesukanya. Apalagi jika komoditas tersebut mulai langka maka seringkali terjadi lonjakan harga melebihi harga acuan pemerintah.

Selain itu, penetapan harga acuan tidak memberikan pengaruh secara signifikan karena pemerintah toh juga bisa melakukan relaksasi. Sehingga dengan demikian penetapan harga acuan untuk menstandarisasi harga-harga di tingkat konsumen agar tidak terlalu tinggi maupun rendah menjadi tidak ada artinya, sebab rakyat pada kenyataannya tidak mendapatkan kemaslahatan dari harga acuan tersebut, karena harga di pasaran tetap tinggi. 

Dalam kondisi kenaikan harga bahan-bahan pokok pemerintah pada hakekatnya tidak hadir, padahal seharusnya pemerintah membuat suatu mekanisme khusus yang memudahkan rakyat untuk dapat mengakses kebutuhan pokok tersebut. Namun, tampaknya hal ini mustahil terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi.

Negara, dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator saja, yaitu membuat regulasi. Dan regulasi yang dihasilkan adalah yang berorientasi pada kemaslahatan kelompok pemegang modal saja. Rakyat justru seringkali dijadikan sebagai tumbal demi merealisasikan kepentingan dan kemaslahatan para pemodal.

Sistem kapitalisme dengan sistem ekonominya telah melegalkan liberalisasi pada semua lini kehidupan masyarakat termasuk sektor pertanian dan perdagangan.

Sejak Indonesia menandatangani perjanjian GATT, liberalisasi pertanian di negeri ini semakin kuat. Akibatnya, negara menyerahkan pengelolaan urusan pangan negeri ini kepada pihak korporasi swasta mulai dari sektor hulu hingga hilir. Hal ini menjadikan pemerintah semakin berlepas tangan dan lemah dalam mengawasi produksi dan ditribusi pangan. 

Kebijakan pertanian pangan pun semakin menjauh dari keberpihakkanya pada rakyat. Dan sebaliknya, negara semakin malayani kepentingan korporasi asing. Alhasil, ketahanan dan kedaulatan pangan justru makin tergantung pada impor dan korporasi swasta. 

Liberalisasi pertanian mendorong pemerintah untuk mengurangi subsidi pertanian. Hal ini menyebabkan petani terus menurunkan jumlah produksinya. Dan ketika jumlah produk pertanian lokal menurun pemerintah justru menggenjot impor produk pertanian dari luar. Akibatnya nasib petani lokal semakin sulit dan terjepit.

Demikianlah buah liberalisasi pertanian di negeri ini. Penetapan HET dan HAP yang terus direlaksasi oleh pemerintah  merupakan buah dari liberalisasi ini.

 Kebijaksanaan ini adalah mekanisme tambal sulam kapitalisme yang pada dasarnya hanya untuk mengamankan konsumen sebagai pangsa pasar para korporasi kapitalis, bukan untuk melindung rakyat.  Akhirnya, dalam kondisi seperti ini rakyat hanya bisa pasrah dengan kenaikan harga-harga bahan pokok tersebut meskipun konsekwensinya mereka harus memeras otak dan membanting tulang untuk menjaga agar dapur tetap ngebul.

Jaminan Islam terhadap Kebutuhan Pokok Rakyat

Islam memiliki paradigma yang berbeda dalam menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Kalau dalam kapitalisme fungsi negara tersandera oleh kepentingan korporasi, Islam justru menjadikan negara sebagai sentral dalam setiap urusan yang terkait dengan rakyat. Negaralah yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.

Negara akan senantiasa mengontrol dan memastikan bahwa orang per orang dari rakyat dapat mengakses bahan pokok seperti minyak goreng, gula, beras, telur, serta ayam potong, dengan harga yang terjangkau. 

Mekanisme Islam dalam pemenuhan kebutuhan pokok adalah dengan memastikan pasokan yang cukup dan distribusi yang berjalan dengan baik sehingga tidak ada gangguan terhadap pasar. 

Terkait dengan mekanisme ini negara sekali-kali tidak akan menyerahkan pada pihak swasta atau korporasi. Negara akan tampil secara langsung melakukan jaminan dan pengaturan sehingga semuanya bisa berjalan sesuai tuntutan dalam syariat Islam. 
Negara akan memberantas praktik monopoli, oligopoli, maupun penimbunan yang bisa merusak keseimbangan pasar. Negara akan menjaga keseimbangan supply dan demand serta meniadakan segala macam bentuk distorsi mekanisme pasar. Dengan begitu, harga akan terbentuk secara alami. Sehingga negara juga tidak perlu mematok harga karena Allah Swt. dan Rasulullah saw. melarangnya. 

Hal ini sebagaimana hadis dari Anas bin Malik yang menuturkan, “Pada masa Rasulullah saw. pernah terjadi kenaikan harga-harga yang tinggi. Para sahabat lalu berkata kepada Rasul, ‘Ya Rasulullah saw. tetapkan harga untuk kami!’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi rezeki. Sungguh aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah harta."

Dalam rangka memenuhi pasokan bahan pangan, di sektor hulu, negara akan menerapkan hukum pertanian berlandaskan syariat Islam seperti menghidupkan atau merevitalisasi tanah mati/lahan tidur (yaitu tanah yang tidak dikelola selama 3 tahun) dan modernisasi pertanian sehingga jumlah produksi pangan bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.

Negara akan menerapkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Memberikan bantuan pupuk, pengadaan bibit yang terbaik, sarana pertanian yang canggih dan menerapkan teknologi pertanian yang terbaru.

Melalui mekanisme seperti ini diharapkan tingkat produksi petani akan meningkat, tidak terjadi kelangkaan pasokan pangan dan berdampak pada stabilitas harga.

Tidak hanya memastikan pasokan dan distribusi berjalan normal, negara juga akan memastikan tiap-tiap individu rakyat bisa mengakses bahan pokok. Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga para laki-laki bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.

Negara juga memberi bantuan modal, keahlian, dan alat produksi sehingga iklim usaha menjadi kondusif dan mampu meminimalkan pengangguran.

Demikianlah dalam sistem Islam peran negara cukup penting dan tidak tergantikan oleh pihak manapun dalam hal pengaturan, pengelolaan dan pengawalannya terhadap kebutuhan rakyat. Islam menuntut negara memposisikan dirinya sebagai ra’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) rakyat sebagaimana hadist Rosulullah SAW yang berbunyi: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya” (HR-Bukhari). Jadi berdasarkan hadist tersebut peran negara bukan sekadar sebagai regulator saja yang hanya bisa membuat regulasi, tetapi ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat. Wallahualam bissawab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar