Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Anak Tega Pada Orang Tua, Mengapa Bisa?

Senin, 15 Juli 2024



 
Oleh: U Diar

Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku nyatanya dua anak kandungnya sendiri. "Sudah ditangkap. Keluarga sendiri. Dua orang anak remaja putri bernama K dan P," tutur Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat dikonfirmasi, Minggu (23/6/2024). [1]

Sebelumnya juga diberitakan bahwa Polsek Medan Area menangkap seorang pria bernama Wem Pratama (33) yang membunuh ibu kandungnya. Kasus pembunuhan terjadi di rumah korban di Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatra Utara pada Senin (1/4/2024). Wem Pratama kemudian menguburkan jasad ibunya yang bernama Megawati (56) di belakang rumah. Selang dua hari kemudian, kasus pembunuhan terbongkar dan pelaku diamankan warga. [2]

Peristiwa serupa juga menimpa Evy Marina Amaliawati (53), tewas bersimbah darah di kamar rumahnya di Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Setelah diselidiki polisi, terkuak bahwa wanita asal Sabang itu dibunuh anak kandungnya sendiri berinisial CNM (25). Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama, pembunuhan itu terjadi pada Selasa (2/1) lalu. Saat itu korban bersama anaknya CNM. [3]

Sungguh memprihatinkan apa yang terjadi. Masih sulit dicerna kenapa anak begitu tega kepada orang tua melewati batas durhaka. Mengalahkan tega versi kisah durhaka paling populer di Indonesia, Makin Kundang. Dulu Malin hanya membentak dan tidak mengakui ibunya, tapi peristiwa terbaru justru menunjukkan anak tega menghabisi nyawa.

Dari perbandingan kisah durhaka beda zaman ini ada satu benang merah yang menarik dibahas, yakni mengenai pandangan durhaka seorang anak kepada orang tuanya. Di era Malin Kundang, sangat dimungkinkan masyarakat masih memegang keimanannya dengan kuat. Mereka bisa jadi mengetahui bahkan memahami bahwa ada adab kepada orang tua dan perintah berbuat baik kepada keduanya sebagaimana yang ada dalam surat Lukman ayat 14-15 dan juga surat Al Isra' ayat 23-24.

Sehingga jika ada perbuatan yang melampaui apa yang tertera dalam aturan Allah tersebut, sudah dipandang sebagai perbuatan keterlaluan, lalu dijadikan pengingat agar tidak ada yang melakukan perbuatan serupa di kemudian hari. Namun, kondisinya berbeda dengan zaman kini yang terbentang puluhan tahun sejak zaman Malin Kundang viral. Jika mereka sudah berani menghilangkan nyawa seseorang, bisa jadi mereka tidak paham atau bahkan tidak kenal dengan Al Isra' ayat 33 yang artinya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan (alasan) yang hak (benar)".

Peristiwa teganya anak kepada orang tua di atas seolah menegaskan betapa asingnya generasi dengan titah Ilahi untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini juga seakan menjadi bukti bahwa ajaran agama jauh dari urusan keseharian banyak orang. Agama hanya dijadikan formalitas, tidak sampai membenak dalam pemahaman, sehingga tidak menghasilkan tingkah laku sesuai nilai Alquran. Padahal bukan tidak mungkin jikalau para pelaku dulunya pernah bersekolah lama, atau minimal mereka pernah ikut taman pendidikan Alquran, sehingga minimal mereka tahu dan hafal doa untuk kedua orang tua beserta artinya.

Tapi informasi soal agama rupanya ya hanya sebatas pengetahuan saja. Kondisi ini dinilai sebagai indikator miskinnya keimanan pada diri individu. Bertambah besar tubuh dan fisiknya, tapi tidak semakin tunduk dan terikat jiwanya pada aturan rabbNya, nyaris lupa akan dosa dan hisab. Pada saat yang sama pola individu sekuler ini bertemu dengan keadaan kapitalis yang memuja materi. Maka demi mengejar materi dan kebahagiaan duniawi yang disandarkan pada materi juga, individu sekuler akan tega berbuat apa saja asal bisa menguntungkan dirinya. Hingga pada akhirnya rusak dan merusak lingkungan di sekitarnya, termasuk relasi kekeluargaan.

Sederetan kejadian ini memberikan bukti bahwa habitat kapitalis sekuler tidak sehat, gagal menciptakan kedamaian dan jaminan keamanan bagi setiap nyawa. Mengapa? Sebab kejadiannya bukan hanya kasuistik satu orang saja, melainkan di banyak tempat dalam waktu berdekatan dan ada kecenderungan peningkatan. Tentu hal ini tidak sesuai dengan fitrah manusia, yang selalu menginginkan ketentraman sekaligus terjaganya jiwa dengan aman.

Maka, sudah selayaknya kondisi yang bertentangan dengan fitrah ini ditinggalkan untuk kemudian diganti sepenuhnya dengan format yang sesuai dengan fitrah, yaitu Islam. Islam mengenalkan adab kepada orang tua terpadu sejak kecil melalui pengasuhan keluarga, dilanjutkan ke sistem pendidikan yang mencetak kepribadian islam termasuk urusan berbakti. Diteruskan dengan masyarakat yang peduli, menempatkan naluri mempertahankan diri sesuai porsinya dan saling menjaga agar tidak ada pelanggaran.

Setiap individu penghuni masyarakat dibiasakan saling berbuat baik kepada yang tua maupun muda. Dalam HR. Tirmidzi, Rasulullah bersabda yang artinya: "Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua." Lebih dari itu, generasi Islam juga dijauhkan dari kemaksiatan ataupun kejahatan melalui peran negara yang siap mengedukasi massal sekaligus memberikan sanksi tegas bagi yang kelewatan melakukan pelanggaran.

Bahkan dalam hukum Islam, sanksi yang diberlakukan oleh negara memiliki peran dan fungsi sebagai pencegah sekaligus penebus kesalahan pelaku di dunia. Sanksi ini akan mampu membuat pelaku jera untuk sungguh-sungguh bertaubat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi kembali di masa datang. Pada saat yang sama, orang lain akan berpikir panjang untuk melakukan kesalahan serupa. Secara otomatis pencegahan perbuatan serupa terlaksana sekaligus.

Dengan demikian, melalui hadirnya penerapan aturan Ilahi yang sesuai dengan fitrah manusia, maka hubungan antara individu bisa saling harmonis. Relasi orang tua dan anak terjalin sebagaimana mestinya. Tidak akan ada lagi bermunculan kisah anak tega kepada orang tua. Sebaliknya masing-masing akan menjalankan perannya sesuai aturan Islam, agar siap dengan pertanggungjawaban di hadapan Allah nantinya. []

Referensi:
1. https://www.liputan6.com/news/read/5626262/polisi-tangkap-pembunuh-pedagang-perabot-di-duren-sawit-pelaku-2-putrinya-sendiri

2. https://www.tribunnews.com/regional/2024/04/04/pria-di-medan-bunuh-ibu-kandung-jenazah-dikubur-di-belakang-rumah-pelaku-diamankan-warga

3. https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-7219155/durhaka-anak-di-aceh-bunuh-ibu-kandung-pakai-batu-saat-lagi-tidur

Sumber gambar: PNGTree

Tidak ada komentar:

Posting Komentar