Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Benarkah Rakyat Sudah Mendapat Jaminan Kesehatan?

Minggu, 12 Mei 2024



Oleh: Tri S, S.Si

Jaminan kesehatan sejatinya adalah kebutuhan seluruh rakyat, baik kaya ataupun miskin semua berhak mendapat pelayanan kesehatan yang optimal. Layanan ini dapat berupa fasilitas yang memadai, nakes yang cakap dan terdidik serta obat-obatan yang berkualitas dan terjangkau. Semua ini selayaknya bisa didapatkan di semua rumah sakit, klinik maupun puskesmas di seluruh negeri. Di Indonesia sendiri fasilitas dan layanan kesehatan ini belumlah seluruhnya memadai. Kurangnya tenaga dokter, perawat, bidan, apoteker, ahli gizi termasuk biaya berobat yang tinggi dan obat-obatan yang mahal masih menjadi kendala bagi rakyat dalam memenuhi haknya. Maka dari itu pemerintah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan menunjuk BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sebagai pelaksananya. 

Program jaminan tersebut sendiri adalah serupa asuransi kesehatan yang dibayarkan peserta setiap bulannya. JKN terdiri dari dua jenis, yaitu BPJS, dimana iuran dibayar mandiri oleh peserta dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

Pemerintah pusat sangat mendorong para kepala daerah terutama Gubernur dan Bupati untuk menggalakkan program ini di daerahnya agar target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) yang dituangkan dalam Inpres Nomor 1 tahun 2022 yaitu 98 persen rakyat Indonesia mendapat jaminan kesehatan. Dan daerah yang berhasil melaksanakan aturan ini akan mendapat penghargaan.

Seperti yang baru-baru ini diterima oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna berupa penghargaan UHC (Universal Health Coverage) karena keberhasilannya mendaftarkan lebih dari 95 persen penduduk Kabupaten Bandung menjadi peserta JKN-KIS. Meski demikian, Kang DS (sapaan akrab Dadang Supriatna) berharap dengan diterimanya UHC ini maka fasilitas kesehatan di wilayah kerjanya dapat semakin optimal dalam melayani masyarakat dan berjanji akan menjamin akses layanan kesehatan seluruh penduduk Kabupaten Bandung. (detikjabar, 14/03/2023)  

UHC sendiri adalah bagian dari program WHO untuk memberi jaminan kepada semua orang agar mempunyai akses kepada layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dibutuhkan, dengan kualitas yang memadai, tanpa menimbulkan kesulitan finansial bagi penggunanya. Sementara itu pemerintah mengimplementasikan program ini melalui JKN-KIS yang bekerjasama dengan BPJS.

Padahal BPJS sendiri faktanya belum memberikan pelayanan yang maksimal kepada pesertanya. Tak jarang kita dengar cerita pasien yang ditolak oleh RS hanya karena mendaftar dengan kartu jaminan tersebut. Belum lagi pasien rawat jalan yang harus mengantri sedari subuh agar mendapat nomor antrian yang tidak terlalu panjang. Ketidakadilan rumah sakit secara nyata terlihat dalam melayani pasien umum dan BPJS. Ketidakadilan ini terkadang disebabkan perbedaan kelas kepesertaan dan nominal iuran, dana BPJS belum cair atau karena peserta BPJS masih nunggak membayar iuran per bulan. Lalu kemana iuran itu mengalir saat rakyat yang rutin membayar tapi belum menggunakan haknya? 


Pada tahun 2020 saja BPJS tercatat memiliki arus kas positif sebesar Rp18,7 triliun. Artinya sumber dana (yang didapat dari laba) dan penggunaan dana tergolong sehat. Bahkan BPJS mengalami surplus hingga tahun 2024. Tetapi mirisnya dana sebesar itu bahkan tidak mampu digunakan untuk melayani rakyat sebaik-baiknya. (Muslimah News, 30 November 2022)

Di sini terlihat buruk dan zalimnya penguasa dalam mengurus kesehatan rakyatnya. Yang demikian itu terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler neoliberal di negeri ini. Penguasa lebih berorientasi kepada bisnis yang menguntungkan daripada peduli dengan kesehatan umat. Padahal negara wajib menjamin kesehatan penduduk tanpa memungut iuran dana sedikitpun dari masyarakat. Karena pada hakikatnya pelayanan kesehatan adalah hak masyarakat yang merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Bukan membiarkan rakyat menanggung sendiri kebutuhan mereka dan malah menjadikannya ajang bisnis untuk meraup materi sebanyak-banyaknya.

Penguasa dalam sistem ini seolah tak memiliki kepentingan untuk mengurus rakyat dengan sebaiknya ataupun memastikan kesehatan mereka, para penguasa justru sibuk memikirkan bagaimana memuluskan berbagai program Barat termasuk UHC agar tetap terlaksana salah satunya melalui kapitalisasi. Akibatnya biaya kesehatan sangat mahal, pelayanan kesehatan dengan fasilitas serta obat-obatan terbaik hanya dapat dinikmati orang-orang berduit saja. Sementara rakyat miskin tidak dapat menjangkaunya hingga akhirnya mereka hanya mendapatkan pelayanan seadanya.

Sangat kontras dengan yang dilakukan penguasa dalam negeri yang diatur dengan Islam. Islam sebagai ideologi memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok individu rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa memandang status sosial mereka. Kaya ataupun miskin memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan terbaik. Negara pun wajib melakukan segala cara agar hak rakyat tersebut bisa terpenuhi dengan optimal.

Layanan akan diberikan secara maksimal dengan fasilitas, tenaga kesehatan, peralatan rumah sakit serta obat-obatan terbaik. Mekanismenya pun diatur sedemikian rupa dari hulu sampai hilir sehingga penjagaan kesehatan dapat dilaksanakan dalam empat aspek mulai dari preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dan promotif (peningkatan kesehatan). Semuanya dapat diakses dengan mudah, murah bahkan gratis.

Pelayanan kesehatan seperti ini dapat dilaksanakan karena dukungan sistem ekonomi Islam yang berbasis Baitul Mal. Sistem ini meniscayakan kepemilikan sumber daya alam sebagai harta milik rakyat hasilnya dikembalikan kepada umat untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka termasuk kesehatan. Dengan sumber pemasukan negara yang cukup besar ini pelayanan kesehatan atau pun kebutuhan pokok masyarakat akan terpenuhi secara optimal. Negara tidak akan membentuk program batil yang isinya menyengsarakan rakyat dan memperkaya kelompok kapital. Negara akan mewujudkan pelayanan ini berupa ketersediaan rumah sakit-rumah sakit, dokter umum dan spesialis, tenaga kesehatan, obat-obatan, ruang perawatan, tanpa memilah kelas dan strata sosialnya. Semuanya diberikan secara gratis dan berkualitas.

Yang demikian karena penguasa dalam Islam benar-benar bertanggung jawab sebagai pengurus umat. Seperti sabda Rasulullah saw:

“Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari)

Terwujudnya tanggung jawab negara dalam pelayanan kesehatan, berimbas pada kenyamanan serta kepuasan yang luar biasa dirasakan oleh masyarakat hingga ada yang rindu untuk dirawat. Dalam suatu riwayat pernah terjadi seseorang yang berpura-pura sakit hanya untuk menikmati fasilitas mewah rumah sakit. Hal ini membuktikan betapa sempurnanya pelayanan kesehatan di dalam sistem pemerintahan Islam dengan riayah pemimpinnya benar-benar riil, yakni mengurus dan mengatur kemaslahatan publik secara menyeluruh. Kondisi ini akan kembali dirasakan masyarakat jika Islam dan institusinya ada dan diperjuangkan keberadaannya. 

Islam dengan syariatnya yang sempurna akan mampu menyelesaikan seluruh problematika manusia, mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan keamanan.

Dalam layanan kesehatan Islam menjamin ketersediaannya dan berkualitas. Semua layanan kesehatan digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkan tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama.

Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka di rawat di wilayah Dzil Jildr arah Quba, selama dalam perawatan diberikan susu dari peternakan milik Baitul Mal.

Demikian pula yang terlihat dari tindakan Umar bin Khatab, beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit lepra di Syam.

Pelayanan kesehatan dalam tanggungan negara terus berjalan selama masa kekhilafahan. Salah satu catatan emas sejarah adalah rumah sakit Qalawun di Kairo yang didirikan oleh Khalifah al-Mansur pada tahun 1248 M.

Rumah Sakit Qalawun ini memiliki kapasitas 8000 tempat tidur, dilengkapi dengan Mesjid untuk pasien Muslim dan Chapel untuk pasien Kristen.

Rumah Sakit ini juga dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien penderita gangguan jiwa. Setiap harinya mampu melayani 4000 pasien. Pelayanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit dan agama pasien; tanpa batas waktu sampai pasien sembuh. Selain memperoleh perawatan, obat dan makanan gratis yang berkualitas para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Pelayanan kesehatan seperti ini berlangsung selama 7 abad.

Semua Rumah Sakit di dunia Islam dilengkapi dengan tes-tes kompetensi bagi para dokter dan perawat, aturan kemurnian obat, kebersihan dan kesegaran udara, begitupun dengan pemisahan pasien penyakit-penyakit tertentu.

Rumah Sakit di masa kejayaan Islam ini menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh Rumah Sakit di Daulah Khilafah bebas biaya. Namun pada hari ke empat bila terbukti mereka tidak sakit, mereka akan disuruh pergi karena kewajiban menjamu musafir hanya tiga hari.

Dana operasional pelayanan kesehatan dalam Daulah Khilafah diambil dari Baitul Mal. Apakah kas negara Khalifah mencukupi untuk menjamin pelayanan kesehatan masyarakat secara gratis, termasuk di dalamnya mendanai berbagai riset dan pengembangan teknologi kedokteran dan farmasi? Tentu. Karena Khalifah akan mengelola seluruh sumber daya alam dan harta milik umum, seperti: tambang bumi, kekayaan laut, hutan dan lainnya.

Demikianlah ketika syariat Islam kaffah diterapkan oleh negara maka ia akan mampu mewujudkan kesejahteraan, kesehatan, keadilan dan kemakmuran bagi seluruh lapisan rakyat. Menunda penegakkannya hanya akan semakin memperpanjang kesengsaraan manusia di seluruh dunia. Wallahu 'alam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar