Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Solusi Semu Pinjaman Berbunga

Senin, 15 April 2024




Oleh: U Diar

Dalam surat Al-Baqarah ayat 275--276, Allah berfirman yang artinya: "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa."

Setelah Allah menuturkan perihal orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, mengeluarkan zakatnya, dan lagi suka berbuat kebajikan dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, juga kepada kaum kerabatnya dalam semua waktu dan berbagai cara, maka Allah menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil serta melakukan berbagai macam usaha syubhat.

Melalui ayat di atas, Allah memberitakan keadaan mereka kelak di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunnya semua makhluk. Mereka dibangkitkan dengan keadaan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat tekanan penyakit dan setan yang merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berdiri mereka pada saat itu memang sangat buruk.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al Hasan Ibnu Musa dari Hammad Ibnu Salamah, dari Ali Ibnu Zaid dari Abu Sit, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Aku bersua di malam aku menjalani Isra dengan suatu kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalam perut mereka terdapat ular-ular yang masuk dari luar perut mereka. Maka aku bertanya 'Siapakah mereka itu wahai Jibril?' Jibril menjawab, mereka adalah para pemakan riba."

Demikian dahsyatnya imbas riba di masa depan. Bagi seorang yang beriman, peringatan seperti di atas semestinya bukan sekadar dijadikan teori yang sebatas dibaca atau diketahui belaka. Lebih dari itu, menjadi bagian dari realisasi iman untuk meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah secara nyata di dalam firmanNya.

Namun sangat disayangkan, bahwa pernyataan iman kepada Allah rupanya belum mengakar dalam pada mengimani apa yang difirmankanNya. Sehingga apa yang nyata dilarang justru banyak dilakukan dengan dalih ekonomi dan sebagainya.

Bahkan penyedia jasa riba berlomba-lomba mengubah namanya menjadi istilah yang familiar, yang dipandang lebih keren dan lebih menjanjikan bisa menjadi solusi finansial yang diandalkan. Penyedia jasa riba juga semakin banyak yang merambah dunia maya, mengistilahkannya dengan pinjaman online alias pinjol.

Belakangan, pinjol merebak sporadis, bahkan diantara lembaga pemberi pinjaman berbunga tersebut ada yang sudah legal. Perputaran uang panas di dalamnya juga besar, pun individu yang tertarik mencoba peruntungan pinjol juga semakin banyak.

Tak heran kasus yang berkaitan dengan imbas pinjol mulai meramaikan pemberitaan. Mulai dari kasus tagihan cicilan yang semakin banyak, penyalahgunaan nomor kontak, hingga kasus gagal bayar yang kian melonjak. Walhasil usaha penyedia pinjaman berbunga yang awalnya digadang-gadang mempercepat keuntungan, justru sedang berhadapan dengan ancaman kerugian.

Pinjol menjadi pilihan karena beberapa faktor. Meminjam secara online dinilai lebih mudah dan cepat dibanding mengajukan pinjaman pada tetangga yang justru belum tentu dapat. Ketertarikan pada pinjol juga didukung dari iklannya yang masif menyusup di berbagai platform media sosial. Pun kondisi masyarakat sendiri juga "dikepung tingginya biaya kebutuhan" sementara pendapatan terbatas.

Tingginya biaya ini juga berkaitan dengan minimnya jaminan pemenuhan kebutuhan primer di tengah masyarakat. Kalaupun ada, harganya kompetitif sekali, sehingga untuk bisa mendapatkan semua kebutuhan tersebut berbagai upaya dilakukan, walaupun harus menabrak sesuatu yang dilarang Allah.

Keberanian untuk melawan larangan ini tidak lepas dari awamnya pengamalan nilai agama dalam masyarakat. Agama dijalankan mayoritas pada ranah ritual, sedangkan dalam ranah publik kebanyakan hanya disampaikan teorinya semata. Tidak ada kontrol apakah teori itu dipahami, apakah bisa dilakukan atau tidak. Semua ini menandakan bahwa konsep sekulerisasi nyata berhasil merunyamkan tatanan kehidupan.

Imbasnya hal yang diharamkan karena mengandung riba, dianggap sesuatu yang lumrah. Bahkan dijadikan sebagai salah satu ajang usaha melipatgandakan keuntungan dengan cepat. Maka tidak heran jika unsur keberkahan hilang dari transaksinya. Bukan solusi keuangan yang didapat, justru banyak uang yang pada akhirnya tersedot untuk menutupi bunga pinjamannya. Pun bagi pemilik jasa pinjaman, banyaknya uang yang digunakan sebagai modal juga menjadi tambahan kekhawatiran karena sulitnya kepastian tepat bayar.

Dari sini maka persoalan riba tidak layak dijadikan solusi. Sebaliknya akar masalah mengapa sampai ada yang pinjam ribawi lah yang harusnya diselesaikan. Jikalau alasan bersentuhan dengan riba karena desakan kebutuhan, maka pengurusan dalam hal ini lah yang harus diutamakan.

Dan jikalau menyangkut kebutuhan primer banyak orang, tidak bisa jika bukan negara yang turun tangan. Pasalnya di tangan negaralah kesejahteraan itu digantungkan. Dan salah satu indikasi sejahtera adalah tercukupinya kebutuhan primer dan terjangkaunya kebutuhan sekunder yang memang diperlukan.

Belajar dari zaman kejayaan Islam, penguasa di masa itu memilih Islam sebagai landasan pengaturan rakyatnya, termasuk dalam hal jaminan kebutuhan mereka. Untuk memenuhi kebutuhan pribadi dilakukan cara tidak langsung dengan langkah membuat semua laki-laki baligh yang mampu untuk bekerja. Lapangan kerja dibuka, dunia usia diberikan kesempatan berkembang secara sehat, dunia pertanian diperhatikan. Semuanya dilaksanakan dalam ranah riil, modal berputar di lapangan bukan di dalam data digital atau kertas semata. Sehingga kebutuhan terhadap tenaga kerja benar-benar ada.

Untuk pemenuhan kebutuhan komunal, negara memenuhinya secara langsung dengan menyediakan sendiri semuanya secara gratis, berkualitas, dan bisa dinikmati semua orang. Negara di masa itu mampu melakukannya karena pengelolaan pemasukan negara benar-benar teratur, benar-benar memisahkan mana pendapatan dari kepemilikan negara-umum-dan individu. Tidak ada kepemilikan yang saling dilanggar, sehingga tidak ada pendapatan yang salah masuk kantong sebagaimana kondisi saat ini.

Sistem terpadu yang dilaksanakan di masa kejayaan Islam menjadikan individu tidak berkesempatan menggarong triliunan uang yang seharusnya bisa dipakai untuk mengurusi kebutuhan rakyat secara gratis. Pun para petugas yang amanah juga tidak akan mudah melenceng menjalankan tupoksinya.

Ini semua tentu bisa menjawab solusi pinjaman berbunga jikalau diberlakukan juga. Sehingga tugas masing-masing kitalah untuk mempelajari keunggulan sistem Islam ini, untuk kemudian diketuk tularkan ke khalayak, sehingga mereka memiliki gambaran untuk menyongsong langkah mengupayakan terwujudnya sistem ideal. Sistem yang akan menjadi jawaban atas solusi semu pinjaman berbunga saat ini. []

Sumber gambar: Infokomputer-Grid.ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar