Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Miris, Anak Perempuan menjadi Pelaku Bullying

Selasa, 12 Maret 2024



Oleh: Zunairoh

Belum lama, media social dihebohkan dengan video bullying seorang remaja putri di Batam. Dalam video yang beredar, SC (17) remaja putri yang menjadi korban bullying itu terlihat duduk di pojokan. Mengenakan baju kaos hitam dan celana berwarna kuning, SC berkali-kali mendapatkan pukulan hingga babak belur dari sekelompok remaja putri lainnya karena membela sang adik yang hendak diperdagangkan. (tribunnews.com, 2/03/2024)

Miris, ternyata pelaku perundungan tersebut adalah remaja perempuan dan merupakan teman korban. Polresta Barelang menetapkan empat tersangka (pelaku) kasus bullying atau perundungan tersebut. Mereka adalah NH (18), RS (14), M (15), dan AK (14) Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian mengajak tiga temannya untuk mendatangi korban dan melakukan penganiayaan. Pelaku menganiaya korban karena sakit hati, korban disebut merebut pacar pelaku (Kompas TV, 2-3-2024).

Fenomena anak menjadi pelaku kekerasan menggambarkan lemahnya pengasuhan anak. Anak yang seharusnya menjadi masa menyenangkan berubah menjadi masa yang pilu dengan adanya kasus perundungan (bullying) yang kerap kali terjadi. Nina selaku Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam menjelaskan bahwa kasus ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak, dan tingginya angka anak yang putus sekolah. (batamnews.co.id, 2-3-2024)

Selain itu, maraknya fenomena ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan.Hal ini disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan akhlak yaitu  baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi  tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Sanksi yang diterimapun tak membuat jera bagi pelakunya.

Berbeda dengan Islam, Islam memiliki system sanksi yang shahih yang mampu membuat jera termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balighnya seseorang atau usia 15 tahun. Pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum kisas, yaitu balasan yang setimpal.

Allah berfirman dalam Qs Al-Maidah: 45 yang artinya “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”Penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dalam perilaku mereka yang saleh. Penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini adalah kunci untuk mencegah perundungan bagi anak. Sistem Islam justru menghasilkan anak-anak saleh yang taat pada Rabb-nya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar