Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Liberalisme Menghasilkan Generasi Pembully

Selasa, 12 Maret 2024



Oleh : Siti Rohmah, S. Ak
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Aksi diduga pembullyan kembali ramai jadi bahan perbincangan masyarakat. Bermula adanya sebuah video di media sosial menjadi viral. Dalam video tersebut memperlihatkan seorang remaja wanita terlihat cekcok dengan sejumlah teman sebayanya di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Kasus bullying yang terjadi di Bengkong Sadai, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), menambah sederet kasus kekerasan remaja di Indonesia. Sebagai wakil ketua divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak kota Batam, Nina menjelaskan terjadinya kasus bullying karena kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak serta tingginya angka anak yang putus sekolah. Mirisnya selain melakukan bullying anak di bawah umur tersebut juga sudah pernah melakukan praktik open BO. Batamnews.co.id,(02/03/2024).

*Hasil Diterapkannya Sekularisme*

Miris, ketika anak perempuan di bawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama anak perempuan. Anak perempuan yang fitrahnya mempunyai  kepribadian penyayang, penuh kasih karena di masa depan cikal bakal menjadi seorang ibu malah berkepribadian sadis yang kita temui saat ini.

Ketika sebuah
tatanan kehidupan keluarga rusak, maka tak heran bila yang lahir adalah generasi rusak dan merusak. Setelah diteliti, anak yang suka melakukan pembullyan disebabkan karena keluarga yang tidak harmonis, anarkis, salah pengasuhan, serta tidak adanya sosok yang menjadi panutan. Ditambah lagi dengan pondasi akidah yang rapuh, pengaruh lingkungan negatif, serta tontonan  menjadi tuntunan yang tidak mendidik. Di sisi lain faktor penyebab adanya kekerasan remaja kasus di atas adalah faktor ekonomi yang sulit sehingga mereka tidak mendapatkan pendidikan yang layak, serta kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Beginilah ketika sistem sekularisme diterapkan untuk mengatur kehidupan. Pemisahan agama dalam kehidupan membuat setiap individu jauh dari nilai-nilai agama. Penerapan sistem ekonomi kapitalis tidak akan pernah bisa menjamin kesejahteraan rakyat, sehingga membuat tekanan ekonomi terhadap keluarga. Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, pendidikan gratis tidak dapat dinikmati semua orang.

Dari segi hukum yang berlaku, ketika pelaku anak-anak, maka diterapkan hukum peradilan anak, dan anak sebagai anak berhadapan hukum, dengan sanksi yang lebih rendah. Dengan sistem peradilan seperti ini, yang merujuk pada definisi anak adalah di bawah usia 18 tahun menjadi celah banyaknya kasus bullying yang tak membuat jera pelaku. Semakin banyak anak menjadi pelaku kekerasan  menggambarkan lemahnya pengasuhan serta gagalnya sistem pendidikan saat ini mencetak anak didik yang berakhlak mulia.
 

*Daulah Mencegah Bullying*

Berbeda dengan sistem Islam, seorang anak merupakan generasi yang akan melanjutkan kepemimpinan berikutnya. Mereka adalah tumpuan harapan umat. Islam memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Islam menempatkan rumah sebagai tempat awal membentuk dan menciptakan generasi unggul. Yakni dengan menjadikan Islam sebagai pondasi ketahanan keluarganya. Dari sinilah tercipta keluarga yang harmonis  dan  menghasilkan bibit yang sesuai dengan fitrah Islam. Dengan bekal akidah yang benar, anak-anak akan terdidik sedari kecil hingga dewasa dengan akhlak yang baik, tidak suka menyakiti orang lain, karena paham bahwa agama melarang hal tersebut. Pun sekolah bekerja sama dengan para orang tua untuk menanamkan akhlak yang baik, yang akan tercermin pada perilaku siswa-siswinya.

Peran negara dalam mencegah kasus bullying akan berada di garda terdepan tentunya. Dengan mencegah faktor-faktor yang berisiko merusak moral anak-anak dari tontonan yang ditayangkan media misalnya. 

Daulah akan menerapkan sistem sanksi sesuai aturan Sang Pencipta yang mampu membuat jera termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balighnya seseorang atau usia 15 tahun. Dari segi sanksi yang diberikan pun negara akan menghukuminya sesuai syariat. Di mana jika seorang anak sudah mencapai akil balig, maka wajib di taqlif sesuai hukum, yaitu untuk pelaku bullying adalah takzir. Sedangkan, jika pelaku masih di bawah umur, maka kedua orang tuanyalah yang akan diminta pertanggungjawaban oleh negara dengan membayar diyat (denda). Hukum sesuai syariat tersebut tentunya akan memberikan efek jera bagi pelakunya, dan insyaallah memberikan keadilan.

Begitulah Islam mencegah bullying. Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh negara akan mampu mengatasi masalah dengan tuntas. Wallahu a'lam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar