Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Narasi Gender, Konsep Rusak ala Sekularisme

Minggu, 14 Januari 2024




Oleh: Tri S, S.Si 

Masalah perempuan selalu menjadi pusat perhatian. Masalahnya yang terus membelit kehidupan, menjadikan perempuan harus putar otak mencari solusi. Pemberdayaan perempuan menjadi program yang diunggulkan demi mencapai taraf kemajuan. Betulkah demikian?


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan sepanjang 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. 

Berdasarkan Indeks Pembangunan Gender, perempuan berdaya jika mampu meningkatkan pendapatan yang signifikan bagi keluarga, memiliki jabatan dan memiliki posisi penting dalam keterlibatannya di kancah politik pembangunan. Dan kriteria-kriteria tersebut ditampakkan berdasarkan data sepanjang 2023. Demikian diungkapkan Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin (antaranews.com, 06/01/2024).


Lenny pun menyatakan bahwa perempuan berdaya akan menjadi landasan kuat dalam pembangunan bangsa. Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan sektoral turut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara.


Namun faktanya, perempuan masih dalam cengkeraman masalah yang terus membelit. Masalah kekerasan contohnya. Di wilayah DKI Jakarta, tercatat ada 1.682 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2023 (detiknews.com, 10/01/2024). 


Masalah lain yang juga menimpa perempuan adalah perceraian. Angka perceraian makin tinggi dan mengkhawatirkan. Dalam enam tahun terakhir, dilaporkan terjadi peningkatan kasus perceraian secara signifikan. Dan kasus gugat cerai yang diajukan istri, ditemukan sebagai kasus yang mencolok, hingga mencapai 75, 21 persen dari total kasus (kompas.com, 31/12/2023). 


Meningkatnya angka perceraian ini diikuti dengan menurunnya angka pernikahan. Tentu saja, trend ini mengkhawatirkan. Cepat lambat, konsep demikian akan merusak kontinuitas dalam pembangunan generasi. Tidak hanya itu, kerusakan pola dalam masyarakat pun menjadi ancaman yang cukup berat.


Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa keadaan perempuan masih menderita. Keadaan perempuan yang terpuruk ini pun diikuti dengan memburuknya nasib generasi. Kian hari watak generasi makin liar dan tidak terkendali.


Indeks Pembangunan Gender sama sekali tidak menunjukkan keadaan perempuan yang sebetulnya. Indeks tersebut hanya menunjukkan gambaran segelintir kelompok perempuan saja. Dan tidak mewakili nasib perempuan. 


Jelaslah, standar ini bias. Solusi gender bukanlah solusi yang cerdas untuk menangani masalah perempuan. Karena paradigma berpikir konsep yang keliru. Inilah konsekuensi diterapkannya sistem sekularisme. Sistem yang memisahkan konsep pengaturan agama dalam kehidupan. Konsep ini hanya mengutamakan pencapaian materialistis tanpa membawa konsep ruhiyah. 


Sehingga setiap kebijakan yang ada tidak mampu menempatkan perempuan sesuai fitrahnya. Dan tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki perempuan. Alhasil, perempuan justru tertekan dan terancam dengan segala konsep yang ada. Jelaslah, narasi gender bukan solusi yang sempurna bagi masalah perempuan.


Perempuan adalah makhluk mulia. Penjagaannya pun membutuhkan konsep khusus yang ditetapkan Al-Qur'an. Kemuliaan dan kehormatannya hanya mampu terjaga dalam sistem Islam.


Dalam sistem Islam, perempuan diposisikan sebagai ummu wa rabbatul bayt (ibu dan penjaga rumah tangga). Fungsinya pun bukanlah fungsi remeh. Perempuan sebagai pembangun generasi sekaligus tiang pembangun peradaban. Potensinya pun luar biasa sehingga wajib dijaga dalam aturan yang sempurna.


Konsep kesetaraan sama sekali tidak dibutuhkan dalam sistem Islam. Karena perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan bukan untuk disamakan melainkan untuk saling melengkapi satu sama lain.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
(QS. An-Nisa': 34).


Dalam Islam, kehormatan dan kemuliaan perempuan hanya mampu diwujudkan dalam mekanisme pelayanan khilafah yang menerapkan syariat Islam kaffah. Khilafah akan memenuhi setiap kebutuhan warga negaranya dengan utuh, mulai dari sandang, pangan, hunian, kesehatan dan pendidikan. 


Sedangkan dalam hal lapangan pekerjaan, khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan luas untuk setiap kepala keluarga. Sehingga peran perempuan sebagai pembina generasi mampu terjaga optimal.


Menyoal masalah pekerjaan bagi perempuan, sebetulnya boleh-boleh saja selama tidak mengganggu perannya sebagai penjaga keluarga. Perempuan mampu berkiprah dalam peran publik seperti guru, perawat, dokter, dan berbagai profesi lainnya. 


Negara pun memiliki peran yang penting dalam menjaga perempuan. Dalam hal hukum khususnya. Khilafah akan menerapkan hukum sanksi yang tegas terkait berbagai masalah kehidupan, termasuk masalah-masalah yang mengancam nasib perempuan. Sehingga perempuan mampu terjaga menyeluruh. Wallahu'alam bishowab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar