Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Mahalnya Pemilu dalam Demokrasi

Selasa, 16 Januari 2024



Penulis: Maya Dhita E.P
Pegiat Literasi

Indonesia kembali akan menggelar hajatan besar. Pesta Demokrasi yang disambut dengan suka cita bagi mereka yang berkepentingan. Terbayang sudah berapa banyak dana nantinya akan dihabiskan. Di tengah ekonomi rakyat yang kembang kempis, berjuang menyambung hidup.

Para calon membutuhkan dana besar untuk disetorkan kepada partai. Dana ini digunakan untuk logistik saksi pemilu, tim sukses, membeli suara rakyat dan lainnya. Maka tak heran jika ditemukan banyak aliran dana asing yang masuk pada rekening parpol. Mahar yang tinggi ini juga menutup kemungkinan munculnya calon pemimpin potensial dari kalangan rakyat biasa.

Politik berbiaya tinggi ini akan meniscayakan praktik korupsi di kalangan pemerintahan dan politisi. Saat mereka telah berhasil menduduki jabatan, maka berbagai cara akan dilakukan untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan. Jika dana berasal dari luar (oligarki dan korporat). Balas budi politik pun dilakukan dengan memberikan dukungan sebuah kebijakan dan juga membidani lahirnya peraturan yang mendukung bisnis mereka. Politik transaksional ini akan terus berulang di setiap periode jabatan.

Suara rakyat bisa dibeli, hasil pemilihan masih bisa diselewengkan, kecurangan terjadi di mana-mana. Lalu untuk apa biaya besar politik tadi dikeluarkan? Rakyat rupanya hanya dibodohi dengan dalih demokrasi yang tidak demokratis.

Sistem kapitalis demokrasi memang selalu mengecewakan pengusungnya. Kesejahteraan rakyat tidak mungkin tercapai saat pemimpin hanya menjadi wakil partai bukan wakil rakyat. 

Berbeda dalam sistem Islam. Pemilihan pemimpin dilakukan murni untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam kepemimpinannya. 

Biaya yang dikeluarkan untuk pemilihan pun rendah karena tidak ada kepentingan-kepentingan di luar kepentingan rakyat yang ikut andil di dalamnya. Pemilihan berlangsung sederhana, efisien, dan berbiaya rendah.

Pemilihan pemimpin atau Khalifah dilakuan melalui tiga tahapan. Yang pertama adalah pembatasan calon, kedua adalah memilih, dan ketiga adalah pembaiatan.

Calon Khalifah diseleksi oleh majelis syura dengan hanya mengambil yang benar-benar memenuhi syarat-syarat in'iqad. Lalu pemilihan Khalifah dilakukan oleh sebagian umat untuk memilih satu calon untuk menempati jabatan kepala negara (baiat In'iqad). Kemudian pembaiatan (baiat taat) dilakukan terhadap calon pemimpin yang mendapatkan suara terbanyak menjadi Khalifah untuk kemudian menjalani kitabullah dan sunah Rasul. Baiat taat diberikan oleh umat Islam pada umumnya dalam bentuk kepatuhan terhadap kekuasaan politik yang telah dimiliki oleh Khalifah.

Begitulah Islam dalam mengangkat seorang pemimpin atau Khalifah. Amanah yang tidak selayaknya diperebutkan demi kekayaan dan kekuasaan fana. Bahkan seorang pemimpin dalam Islam akan senantiasa berhati-hati dalam menjalankan amanah yang telah diberikan kepadanya karena besarnya rasa takut kepada Allah Swt. saat harus mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Maka pemilihan pemimpin dalam Islam berlangsung khidmat dan jauh dari pesta pora yang menghabiskan banyak biaya. Wallahualam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar