Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Ketidakpastian Hukum Keniscayaan di Negara Demokrasi

Senin, 15 Januari 2024



Oleh : Ummu Aqila 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan bahwa ketidakpastian hukum menjadi penyebab kemunduran di Indonesia, menciptakan hambatan untuk investasi dan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Pernyataannya ini disampaikan dalam orasi ilmiah virtual di Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai pada 6 Januari 2024.


Dalam hal ini  ketidakpastian hukum di Indonesia, terutama terkait prosedur izin usaha dan praktik suap-menyuap, menciptakan situasi di mana pejabat dapat memberikan izin kepada pihak lain, menyebabkan ketidakpastian investasi. 


Mahfud menyoroti kasus di daerah-daerah, termasuk pergantian bupati yang dapat mempengaruhi izin yang sudah diberikan kepada pihak lain. Dia juga menekankan bahwa perbaikan dalam sektor penegakan hukum, melibatkan regulasi, implementasi, dan birokrasi, menjadi solusi penting untuk mengatasi tantangan dan mendukung pembangunan nasional yang adil dan teratur.


Tegaknya hukum karena berbagai faktor, baik Kekuatan lembaga peradilan, SDM maupun kekuatan hukum itu sendiri. Termasuk di dalamnya adalah penentuan model konsep bernegara dan sIstem hukum  yang berlaku.


Dalam sistem demokrasi kedaulatan ditangan rakyat. Undang undang dibuat oleh manusia (legislatif) yang bervariasi kapabilitasnya. Kapabilitas seseorang sangat ditentukan dengan pendidikan, lingkungan politik dan karakter. Dalam hal ini, kapabilitas membuka peluang ketidakpastian hukum dan munculnya kebutuhan akan aturan baru.  


Terlebih dalam sistem demokrasi kekuasaan terbentuk atas kekuatan modal oligarki yan syarat dengan kepentingan.Tak khayal hukum ditentukan kekuatan kepentingan atas modal tampa melibatkan aspirasi rakyat. Akibatnya sebuah keniscayaan ketidakpastian atas hukum yang berlaku.


Pengangkatan penguasa dengan pemilu berbiaya mahal yang seringkali menggunakan segala macam cara dalam meraihnya. Persaingan kontestasi yang rawan akan perpecahan tidak peduli akan kerabat dan saudara. 


Hukum yang ditetapkan tidak berdasar pada undang-udang dasar tetap,  tetapi lebih pada undang-undang yang setiap kali ganti untuk meraih kepentingan. Walhasil tidak ada kawan sejati yang ada kepentingan sejati. Keniscayaan ketidak pastian hukum dalam hal yang sama.

Berbeda dengan negara Islam (Khilafah). Ditinjau dari segi kaidah pemerintahan Islam, maka Daulah Islam bertumpu pada empat kaidah:

1. Kedaulatan Syarak: Hanya Allah yang memiliki hak menetapkan hukum, dan rakyat diharapkan patuh sesuai dengan perintah Allah. Islam menetapkan sumber hukum adalah Al Qur’an dan as Sunnah.  Dalam Islam hukum bersifat tetap dan untuk mewujudkan keadilan. 

2. Kekuasaan Umat: Umat memiliki hak memilih khalifah yang menerapkan Islam. Baiat kepada pemimpin diwajibkan. Dengan khalifah yang tegas dan bertakwa, hukum akan tegak tanpa kecuali.  Khalifah dan petugas negara akan selalu taat pada Allah karena memahami adanya pertanggungjawaban dunia dan akhirat
 
3. Menetapkan Khalifah: Kewajiban mewujudkan satu khalifah, dengan baiat sebagai cara sah mendapatkan kekuasaan.

Dari kaidah yang ketiga ini ada dua perkara yang bisa dipahami: Pertama, adanya kewajiban untuk mewujudkan khalifah.
“Barang siapa yang mati, sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka dia mati dalam keadaan jahiliah.”

Dan kewajiban untuk mengangkat satu orang khalifah saja (tidak berbilang) di Daulah Islam atau kewajiban untuk mewujudkan satu negara bagi kaum muslimin.

“Apabila telah dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim).

4. Hak Pengadopsian Hukum: Khalifah memiliki hak untuk memilih interpretasi hukum Syarak.


Berdasarkan dalil yang kuat, untuk diterapkan secara efektif demi keadilan. Pertama, qathiy al-dilalah (penunjukkannya pasti sehingga hanya mengandung satu pengertian), karena itu tidak ada peluang untuk berijtihad di dalam nas tersebut. Seperti firman Allah Swt.,
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (Al-Maidah: 38).
Kedua, dlanniy al-dilalah (nas yang penunjukannya tidak pasti sehingga mengandung lebih dari satu pengertian), yang oleh karenanya upaya ijtihad untuk mengetahui hukum Allah tersebut menjadi sebuah kemestian. 


Seperti firman Allah Swt.,
“……atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).” (QS An-Nisa: 43).
Dalam hal ini, hanya di tangan khalifah saja adanya hak untuk ikhtiar (memilih) salah satu dari berbagai pemahaman tersebut—tentunya didasarkan pada kekuatan dalil (quwat al-dalil)—dan tarjih (menetapkan sesuatu karena lebih kuat dalilnya), dan wajib bagi kaum muslim untuk beramal dengannya dan perkara tersebut berlaku secara efektif. Hanya di tangan khalifah saja adanya hak untuk mengadopsi hukum syarak. Wallahu alam bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar