Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Hakikat Kekuasaan dalam Islam

Rabu, 03 Januari 2024


Oleh: Asti Marlanti

Pesta demokrasi pun dimulai. Kamanye dan debat capres Pemilu 2024 sudah digelar. Suasana politik makin memanas. Terutama di kalangan para pendukung masing-masing capres-cawapres. 

Para capres-cawapres makin intens tebar pesona. Masing-masing berupaya maksimal memoles citra. Sebagian mulai tampak amat dermawan. Di antaranya dengan tebar uang recehan dan beras lima kilogram. Semua tentu demi meraih simpati dan dukungan. Terutama dari rakyat yang kebanyakan awam. Masing-masing paslon tentu berharap mayoritas rakyat memilih mereka menjadi penguasa. Tentu dengan berbagai cara. Kadang tak lagi peduli dengan cara-cara terpuji atau tercela. Begitulah realitanya.

Jauh-jauh hari Rasulullah saw. telah mengingatkan umatnya agar berhati-hati terhadap ambisi berkuasa ini. Beliau bersabda:

"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan, sementara kekuasaan itu berpotensi menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat". (HR al-Bukhari)

Rasulullah saw. mengingatkan kaum Muslim akan bahaya hubb ar-ri’âsah (cinta kekuasaan). Apalagi jika kekuasaan itu ternyata diraih dengan jalan manipulasi dan rekayasa. Di antara bahaya tersebut adalah bisa mendatangkan kerusakan pada agama para pelakunya. Nabi saw. bersabda:

"Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih berbahaya bagi domba itu dibandingkan dengan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya". (HR at-Tirmidzi)

Memang faktanya demikian. Karena ambisi terhadap jabatan dan kekuasaan, tak sedikit orang menghalalkan segala cara. Di antaranya merekayasa aturan yang ada, melakukan politik uang (money politic), menipu rakyat dengan pencitraan yang penuh kepura-puraan, dan sebagianya.

Islam memandang bahwa kekuasaan hakikatnya adalah amanah. Amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Rasulullah pun mengingatkan bahwa hanya para pemimpin yang punya sifat kasih sayang dan adil yang akan selamat di hadapan Pengadilan Allah di akhirat kelak. 

Sikap kasih sayang pemimpin ditunjukkan dengan upayanya untuk selalu memudahkan urusan rakyat, menggembirakan mereka dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum. 

Adapun sikap adil pemimpin ditunjukkan dengan kesungguhannya menegakkan syariat slam di tengah umat. Sebabnya, tidak ada keadilan tanpa penerapan dan penegakan syariat Islam. Karena itulah siapapun yang bakal menjadi penguasa, lalu saat berkuasa tidak menjalankan pemerintahannya berdasarkan syariat Islam, maka dia berpotensi menjadi penguasa yang zalim dan fasik.

Karena itulah kaum Muslim diperintahkan oleh Allah Swt. agar memberikan amanah, terutama amanah kekuasaan, kepada orang yang benar-benar layak. Tentu layak berdasarkan kategori-kategori syariat. Di antara bukti kelayakannya adalah memiliki sifat adil, yakni mau menegakkan syariah Islam atas dirinya dan rakyatnya. 

Kekuasaan tidaklah haram. Bahkan dalam Islam kekuasaan amatlah penting. Kekuasaan itu amat dibutuhkan demi kemaslahatan agama dan umat. 

Namun, kekuasaan harus dibangun di atas fondasi agama, yakni Islam, dan ditujukan untuk menjaga Islam dan syariatnya serta memelihara urusan umat. Imam al-Ghazali menyatakan, “Agama adalah fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.” (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, hlm. 199).

Dengan demikian, kekuasaan harus diorientasikan untuk melayani Islam dan kaum Muslim. Hal ini hanya akan terwujud jika kekuasaan itu menerapkan syariat Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat. Kekuasaan semacam inilah yang harus diwujudkan oleh kaum Muslim semuanya. Dengan itu kekuasaan akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi semua. 

Kekuasaan semacam ini terwujud hanya dalam bentuk pemerintahan Islam, yakni  Khilafah Islam, yang menerapkan syariah Islam secara kâfah. Bukan dalam wujud sistem pemerintahan yang anti syariat, baik sistem demokrasi ataupun yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar