Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Bagaimana Solusi Mengatasi Bullying?

Jumat, 15 Desember 2023




Oleh: Rinica M

Persoalan bullying tak kunjung ending. Padahal berbagai program telah digagas, pun pun bukan oleh satu pihak semata. Nyatanya pemberitaan di media masih saja ada kasus serupa, bahkan lebih sadis, dan melibatkan pelaku dengan bentang usia yang makin variatif, termasuk yang masih berusia muda-muda.

Lantas mengapa sangat sulit sekali kasus bullying ini dibendung? Bukankah yang menjadi korban juga generasi bangsa ini sendiri. Akan bagaimana nasib peradaban ke depan jikalau generasi calon penerusnya terjerumus pada persoalan buruk?

Bullying terjadi salah satunya karena ada kelonggaran pengawasan terhadap generasi. Namun hal ini juga bukan semata-mata salah keluarga, terutama orang tua yang kerap dinilai kurang perhatian. Mengapa? Sebab di zaman serba mahal saat ini, tak jarang orang tua terpaksa memangkas jatah memerhatikan anak secara utuh lantaran tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Pun demikian masyarakat, sebenarnya banyak yang punya kepedulian. Namun lagi-lagi masyarakat ini notabenenya adalah kumpulan dari keluarga-keluarga yang juga mengalami tuntutan ekonomi yang sama. Maka secara durasi, kepedulian mereka juga tersita dengan kepentingan lainnya. Pun repotnya lagi, perilaku pelaku bullying kadang tak sama antara di depan banyak orang dan di depan korban. Sehingga baik masyarakat ataupun keluarga sulit mengendus tabiat buruk pelaku.

Di sisi lain, media sangat mudah diakses generasi dari berbagai usia. Tontonan berbau kekerasan banyak bertebaran dengan dalih konten, hanya prank, dan yang semisalnya. Semakin lama hal-hal seperti ini akan mencuci otak pemirsanya hingga menjadikan kekerasan seakan sebagai hal yang lumrah. Merasa bukan sesuatu yang begitu penting, sehingga jikalau mengetahui aksi demikian akan lebih memilih tidak ambil peduli, sebab tak bersangkutan langsung dengan dirinya.

Keadaaan individualis maupun keluarga dan masyarakat yang terbatas waktunya di atas , dinilai hanyalah efek yang ditimbulkan oleh keadaan lain yang memiliki daya tekan besar dan skala pengaruh yang luas. Sehingga keadaan seperti di atas tidak hanya terjadi kasuistik di satu tempat saja, melainkan hampir merata di banyak wilayah. 

Keadaan yang menjadi pemicunya dikenal dengan sitilah kapitalisme sekuler, sebuah sistem tatanan kehidupan yang mengagunggkan materi sebagai standard an berasaskan pemisahan agama dari kehidupan. Yang membuat mencari uang, memenuhi segalanya dengan uang, seakan-akan lebih penting dibandingkan menjadikan ajaran agama sebagai panduan dalam mendampingi tumbuh kembang generasi.

Dijauhkannya agama dalam memelihara generasi menyebabkan generasi diasuh dengan tatatan kehidupan yang serba bebas nilai. Bebas melakukan apa saja asalkan mampu secara materi, asalkan hak asasinya terpenuhi. Maka tak heran jika perilaku barbar merugikan teman sebaya pun dianggap bagian dari kebebasan berperilaku.

Pelaku bullying dan jaringannya memang pernah berseragam, makan bangku pendidikan, namun tidak nampak hasil belajar mereka dalam memuliakan sesame manusia. Mengapa bisa? Karena nilai sekuler juga mengikis peran agama dalam kurikulum pendidikan. Kalaupun ada durasinya hanya sepersekian dari total waktu belajar. Sementara di luar pelajaran agama, nilai-nilai agama tidak selalu disisipkan guna menajamkan nilai keimanan. Walhasil lamanya belajar juga tidak selalu berkorelasi pada baiknya perilaku seseorang.

Dari sini terlihat jelas dampak buruk kapitalisme sekuler dalam mencetak perilaku generasi. Alih-alih menyiapkan generasi unggul, sistem tersebut justru menyajikan yang sebaliknya. Maka sudah semestinya bila mencari solusi bagi bullying ini tidak berharap pada sistem ini. 

Sudah selayaknya sekularisme ditinggalkan, diganti dengan pandangan hidup yang senantiasa melibatkan Tuhan dalam setiap aktivitas. Sistem yang datangnya langsung dari Allah, pencipta yang jelas mengetahui apa saja yang terbaik bagi ciptaanNya, sehingga aturan yang diberikan pastilah aturan yang paling pas dan paling sesuai, yaitu aturan Islam.

Dalam kacamata Islam, bullying diselesaikan sejak dari akar masalahnya. Yaitu menjadikan keyakinan sebagai pondasi dalam melakukan aktivitas ataupun membuat peraturan. Islam Allah turunkan sudah dengan aturan yang rinci lagi sempurna bagi manusia, termasuk soal pembullyan. Secara keyakinan, masing-masing individu dimatangkan dan dikokohkan melalui pembinaan terstruktur sesuai jenjang usia. Bukan sebatas teori, melainkan sampai diamalkan dalam perbuatan sehari-hari.

Selanjutnya keluarga yang berkewajiban mendampingi tumbuh kembang generasi sejak awal, tidak dibiarkan sendiri. Aspek yang terlibat dalam pengasuhan dimudahkan, termasuk urusan ekonomi, sehingga tidak ada alasan perhatian kurang karena faktor ekonomi. Pun urusan kesehatan dan pendidikan, aksesnya dipermudah.

Lingkungan masyarakat Islam juga turut memberikan corak kepribadian individu yang hidup di dalamnya, maka masyarakat pun dikondisikan untuk selalu di koridor amar makruf nahi mungkar. Dan untuk memback-up peran ini ada negara yang hadir. Negara yang menjalankan Islam akan memberikan jaminan kehidupan yang baik secara ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dll termasuk membentengi media dari tayangan unfaedah. Jikalau terjadi pelanggaran sesudah aturan ditegakkan, maka sanksi diberlakukan atas fisik yang terkorban dengan kadar diyat yang ditentukan.

Hal ini tercermin dari jejak sejarah ketika Islam benar-benar dipraktekkan secara total, sejak zamannya Nabi mendirikan Madinah hingga bersambung ribuan abad di masa kekhilafahan. Mulai dari khulafaur rasyidin hingga zaman kekhilafahan Utsmani, angka kriminalitas dapat ditekan, bahkan bullying belum ditemukan ceritanya. Hal ini menunjukkan bahwa institusi negara memiliki peran dominan dalam menjaga keselamatan warganya, termasuk menjaga anak dari potensi bully. Kuncinya adalah dengan menerapkan Islam secara keseluruhan.[]

Sumber gambar: DP3AK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar