Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Boikot Produk Zionis Dan Kesadaran Persatuan Akidah

Rabu, 15 November 2023



Oleh: U Diar

Kepedulian pada Gaza terus menggema sepanjang agresi penjajah zionis berlangsung. Salah satunya aksi yang berupaya menyumbat aliran dana penjajah, BDS. Tingginya jumlah korban tewas Palestina telah memicu gerakan global yang semakin keras dalam bentuk boikot terhadap produk-produk penjajah.

Gerakan ini dipimpin oleh Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) dengan tujuan memberikan tekanan ekonomi pada Israel dan perusahaan - perusahaan multinasional yang beroperasi di sana. Gerakan BDS mengeluarkan seruan untuk lima tindakan yang dapat diambil oleh pendukung dunia untuk mengakhiri pendudukan Israel.

Tindakan tersebut termasuk mendorong embargo militer Israel, memobilisasi komunitas lokal. Serta memutuskan hubungan dengan Israel dan perusahaan yang mendukung pendudukannya di Palestina.

Al-Jazeera pernah memberitakan, gerakan yang diinisiasi BDS (Boycott, Divestment and Sanctions) dapat merugikan Israel hingga mencapai $11,5 miliar per tahun berdasarkan laporan pemerintah Israel.

Menurut Brookings Institution yang berbasis di Washington, boikot yang dilakukan konsumen tidak akan berpengaruh besar terhadap Israel. Alasannya, 40 persen ekspor mereka adalah barang "antara", yakni barang yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain.

Sekitar 50 persen ekspor Israel juga berupa barang "diferensiasi", yaitu barang yang tidak dapat disubstitusi, semisal chip komputer khusus. Kendati demikian, data Bank Dunia menunjukkan penurunan tajam dalam ekspor barang setengah jadi dari tahun 2014-2016. Mereka mengalami kerugian sekitar $6 miliar. Pada periode yang sama, investasi asing naik menjadi sekitar $12 miliar setelah turun menjadi $6 miliar setelah serangan ke Gaza tahun 2014.

Catatan Vox.com menunjukkan laporan Global Rand Corporation tahun 2015 memperkirakan produk domestik bruto Israel akan kehilangan $15 miliar akibat aksi boikot. Angka ini masih terlalu kecil dari PDB Israel yang mencapai $500 miliar. [1]

Kendati dari sisi signifikansi dampak aksi terhadap aliran dana untuk penjajah yang menduduki paksa tanah Palestina masih belum gamblang, setidaknya aksi BDS telah menunjukkan kepada dunia bahwa ada pihak yang berusaha membuka mata bagaimana kekejaman penjajah di sana.

Sebagaimana katak, burung kecil, dan juga semut yang berusaha memadamkan kobaran api Namrud tatkala membakar Ibarahim, dampak nyatanya mungkin tidak nampak. Namun setidaknya bisa menunjukkan dimana keberpihakan berada. Dan tentu aksi seperti ini merupakan bentuk peduli nyata selain dari doa.

Jikalau gerakan ini bisa terus menggerakkan kesadaran umat hingga sampai pada kesadaran seutuhnya terkait kasus Palestina, maka akan sangat bagus sekali. Di samping memboikot produk, memboikot pula pada sekat imajiner nasionalisme yang menghalangi saudara muslim dari belahan bumi lain untuk leluasa menolong Palestina.

Disadari atau tidak, sekat imajiner nasionalisme dengan segenap aturannya seakan menjadi belenggu tak kasat mata. Jangankan bantuan berupa kekuatan militer yang sepadan untuk mengusir entitas penjajah di sana, kiriman logistik untuk kebutuhan asasi korban perang saja sangat sulit sampai ke lokasi yang benar-benar membutuhkan.

Maka tak heran bila dalam durasi sekian lama, kepedulian akan Gaza terus menempati empati banyak jiwa. Namun seiring bergulirnya keadaan di masing-masing negeri, jumlah empati dan kepedulian tersebut tak lagi sama. Keduanya akan menguat kembali tatkala terangkat kembali kasus serupa yang terkabar melalui sosial media. Dan siklusnya bisa jadi tidak akan jauh berbeda dari masa ke masa.

Itulah mengapa, sebenarnya ikatan ini dikategorikan ke salah satu hubungan pengikat yang tabiatnya lemah. Mutu ikatannya kurang mampu mengikat antara manusia satu dengan lainnya untuk sampai pada kebangkitan yang hakiki.

Pun kemunculan ikatan nasionalisme ini biasanya didasarkan pada perasaan yang muncul secara spontan dari naluri membela diri atau memberi empati bagi yang terzalimi. Muncul di saat ada ancaman, namun akan kembali melemah tatkala kondisi sudah stabil atau normal.

Pada kasus Palestina ini sendiri, tergambar bahwa korban dari nasionalisme ini sungguh memilukan. Sejak entitas penjajah memiliki akses mencaplok tanah Palestina di tahun 1948, kaum muslim di sana seakan menghadapi gempuran fisik dari penjajah sendirian. Berbekal kekuatan iman dan senjata seadanya yang mereka temukan, sepanjang generasi Palestina harus siap berhadapan dengan senapan penjajah tanpa mengenal waktu dan tempat.

Bantuan yang mampu melawan kezaliman fisik ini sulit sekali masuk dari luar. Padahal bukan rahasia lagi jika negeri sekitarnya dan negeri berpenduduk muslim di belahan wilayah lainnya memiliki alat atau bahkan personil yang mampu membantu mengusir penjajah jikalau mereka diperintahkan dan diizinkan. Namun lagi-lagi pil pahit berupa keterikatan pada 'aturan nasionalisme' ini kembali menjadi bumerang.

Padahal sebuah keniscayaan jika terkumpulnya pasukan muslim berserta kelengkapan senjatanya yang disatukan untuk membantu saudara semuslimnya di Palestina bisa mempercepat hengkangnya penjajah dari negeri tersebut. Namun apa daya, kekuatan dan kewenangan menggerakkan itu belum ada saat ini.

Rasulullah bersabda yang artinya "Muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak layak menzalimi dan menyerahkan saudaranya kepada musuh...." (HR. Bukhari Muslim). Tidak membiarkan mereka ada di tangan musuh bisa dimaknai dengan mengerahkan upaya agar penjajah itu pergi dari tanah Palestina. Lantas mungkinkah itu terwujud jikalau sekat imajiner masih mendominasi atas nama nasionalisme tadi?

Oleh karena itu sudah sepatutnya sekat imajiner yang memisahkan persaudaraan sesama muslim ditiadakan. Sebagai gantinya kaum muslim perlu disatukan secara akidah dalam satu kepemimpinan global yang berdaulat penuh untuk kaum muslim itu sendiri, yang independen, dan memiliki kekuasaan riil menghimpun dan menggerakkan kekuatan muslim dari berbagai penjuru untuk mengusir penjajah dari Palestina. []


Referensi:
1. https://tirto.id/apakah-boikot-efektif-dan-berdampak-pada-israel-gScG

Sumber gambar: money.kompas.com

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar