Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Polemik PPDB Berulang, Evaluasi Diperlukan?

Jumat, 11 Agustus 2023



Oleh: Ummu Diar

Pergantian murid merupakan rutinitas tahunan di berbagai wilayah. Dari jenjang usia dini hingga menengah ke atas, dari kota hingga pelosok desa. Sebagai aktifitas yang sifatnya berulang setiap tahun, sudah wajar jikalau proses penerimaan murid baru memiliki sejumlah aturan.

Sudah semestinya pula apa yang bersifat mengulang setiap tahun itu selalu meningkat lebih baik, sebagaimana pepatah hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Hanya saja, di sejumlah daerah kisruh berkaitan dengan penerimaan murid baru masih saja ditemukan. Mulai dari dugaan manipulasi data dalam rangka melintasi zonasi, dugaan jual beli kursi, tidak semua sekolah mendapatkan cukup murid, dll.

Menanggapi kondisi seperti ini, Ketua DPR Puan Maharani turut menyoroti proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2023 yang diwarnai banyak kecurangan. Ia meminta pemerintah melakukan evaluasi sistem PPDB tersebut.

Lebih lanjut, Puan pun meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Ia menyebut sistem zonasi memang bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan. [1]

Ide evaluasi di atas sepertinya perlu mendapat dukungan publik. Pasalnya dampak peraturan yang diberlakukan nyata-nyata dirasakan problematikanya oleh publik di berbagai level. Hanya saja perlu dicermati dengan detail di bagian mana evaluasi diperlukan, serta siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab.

Apalagi soal pendidikan, banyak sekali variabel terkait, yang sama-sama berpotensi memberikan andil bagi akumulasi persoalan di dunia pendidikan. Namun jika ditelisik lebih jauh, muara dan pangkalnya adalah berawal dari letak tanggung jawab utama pelaksana pendidikan.

Di lapangan, tak dapat dipungkiri ada perbedaan kontras antara lembaga pendidikan swasta dan negeri. Ada perbedaan kasta antara sekolah favorit dan sekolah biasa. Salah satu penampakan yang dilihat beda dari masing-masing sekolah adalah perkara fasilitas, sarana dan prasarananya. Tidak semua sekolah beruntung memiliki semuanya secara lengkap dan prima. Padahal semuanya dibutuhkan dalam menunjang pembelajaran. Maka tak heran jika minat pendaftar baru juga terpengaruh oleh kenyataan fisik yang terindera tersebut.

Kendati ada jaminan biaya sekolah gratis ataupun ada bantuan pendidikan selama sekolah berlangsung, rupanya tak juga kunjung menyelesaikan persoalan klasik kastanisasi ini. Maka sudah seharusnya jika ada peran langsung dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan utama ini. Yakni memutus kastanisasi dengan memeratakan sarana prasarana, dan fasilitas belajar yang merata terlebih dahulu di setiap sekolah, tanpa terkecuali. Termasuk infrastruktur jalan dan transportasi publik menuju lokasi pendidikan.

Jika dijumpai kualitas yang sama secara fisik, ditemukan keseragaman secara kuantitas, secara alami publik akan merasakannya. Secara alami pula akhirnya akan ada kepatuhan terkait sekolah sesuai zonasi. Jangka panjangnya polemik ikutan seperti kasus dugaan pemalsuan data ataupun lainnya dapat ditekan dengan sendirinya.

Hanya saja ketika paradigma pendidikan masih dibayangi konsep untung rugi secara materi, sepertinya masih sulit berharap akan ideal. Sebab konsep untung rugi ini menihilkan paradigma pelayanan secara maksimal. Yang menyeruak justru pandangan tebal kantong menentukan seberapa ideal yang didapatkan. Maka tak heran bagi lembaga pendidikan bonafit yang tidak harus terikat zonasi, justru bisa mendapatkan banyak siswa setiap tahunnya meskipun berbayar mahal.

Dalam pandangan Islam, paradigma pendidikan haruslah diselenggarakan dengan basis pelayanan. Yang menjadi pelaku utamanya adalah negara, yakni mengurusi bagaimana agar hak dasar mendapatkan pendidikan ini bisa ditunaikan pada masing-masing orang sebagaimana yang diwajibkan. Dalam Islam, segala fasilitas, sarana dan prasarana terkait pendidikan, bahkan infrastruktur semuanya menjadi tanggung jawab penuh negara.

Sebab negara bukanlah sebatas fasilitator yang berorientasi untung rugi.

Pendanaan pendidikan Islam ditopang oleh sumber keuangan yang berasal dari Baitul Mal. Semuanya dikelola secara amanah dengan fokus pelayanan. Maka tak mengherankan jika di masa kejayaan Islam, bahkan di masa kekhalifahan Abbasiyah pendidikan menunjukkan tajinya secara lokal dan global. 

Gedung-gedung pendidikan menjulang megah dengan segala kelengkapannya. Sebagai contoh kelengkapan penunjang pendidikan adalah adanya perpustakaan kampus Al Muntansiriyah. Dikabarkan perpustakaan ini mendapatkan bantuan buku dari kekhalifahan sebanyak 80.000 buku. 

Perhatian pendanaan pendidikan dalam masa keemasan Islam ini memang besar. Fisik bangunan pendidikan pun tak luput diperhatikan, tak heran jika ada di antara universitasnya yang masih bertahan sampai sekarang. Pun dengan output pendidikannya, banyak sekali ilmuwan berbagai bidang yang lahir. Karya mereka diabadikan sistemik dengan percetakan yang dibekingi negara, sehingga masih ada warisannya sampai saat ini.

Dalam masa itu polemik pendidikan minim, sebab negara turun tangan langsung dengan menjalankan peran utamanya sebagai imam yang bertanggung jawab atas urusan kaum muslimin. Mereka menjalani perannya dengan kesadaran akan adanya pertanggungjawaban atas amanah yang disandang. Sehingga demi tertunaikan kewajiban belajar pada setiap orang, amanah penyelenggaraan pendidikan pun diatur sesuai aturan Islam yang saat itu diberlakukan di segala bidang. Semuanya saling terikat satu sama lain sebagai kesatuan sistem yang menguatkan. 

Maka evaluasi menyeluruh dengan perbaikan seluruh sistem sebagaimana di masa kejayaan Islam dulu adalah pilihan tepat jika ingin polemik pendidikan hilang. []






Referensi:
1. https://tekno.tempo.co/read/1748246/marak-manipulasi-data-ppdb-2023-ketua-dpr-minta-sistem-zonasi-dievaluasi

Sumber gambar : asumsi.co

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar