Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Menutup Celah TTPO di Dunia Pendidikan

Minggu, 13 Agustus 2023



Oleh: Ummu Diar

Terangkatnya berita terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di salah satu universitas negeri daerah Sumatera menambah kenyataan pahit bahwa aktifitas ilegal ini mampu menyelip ke banyak celah. Tak hanya mereka yang memang berkepentingan mengejar ekonomi saja yang menjadi korban, tapi mereka yang bertujuan awal mencari ilmu alias belajar pun tak luput menjadi sasaran.

Terkait dugaan TPPO pada mahasiswa tersebut, diketahui karena korban memberanikan diri membuat laporan. Dirtipidum Bareskrim Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/6/3023) kepada BBC.com. mengatakan bahwa selama satu tahun magang, korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang, akan tetapi bekerja seperti buruh. Para mahasiswa tersebut bekerja selama 14 jam setiap hari, tanpa ada hari libur, dan hanya diberikan waktu makan maksimal 15 menit. Setiap mahasiswa itu diberikan upah sekitar Rp 5 juta perbulan, namun tambah Djuhandani, gaji itu diberikan Rp 2 juta perbulan ke kampus sebagai dana kontribusi.

Temuan fakta ini tentu memprihatinkan, sebab tidak demikian harusnya pendidikan di lapangan di dapatkan. Persoalan ini memang harus diperhatikan dan dihentikan penyalahgunaan kesempatan magang dengan praktik yang keliru. Namun, persoalan dalam kasus magang ini sepertinya bukan hanya satu-satunya catatan hitam yang terjadi di dunia pendidikan. Sehingga, jikalau ingin ada perbaikan, memang harus dikoreksi secara menyeluruh apa dan mengapa persoalan demi persoalan dalam dunia pendidikan masih bermunculan.

Diakui atau tidak, pendapat beberapa pihak yang menilai bahwa pendidikan di negeri ini berorientasi pada dunia kerja mulai terbukti adanya. Peserta didik dari berbagai level dipersiapkan memiliki skill siap kerja, sehingga magang lazim ada di sesi belajar. Niatan awal memang ditujukan agar lulusan tidak gagap mengahadapi dunia kerja, agar menekan angka pengangguran. Sayangnya peluang ini dilirik oleh pihak yang kurang bertanggung jawab untuk memanfaatkan tenaga mereka demi keuntungan individu.

Bersambut dengan konsep dunia kerja yang kapitalistik, maka penyiapan output pendidikan siap bersaing di dunia kerja ini dibuatkan jalur khusus. Link and match antara pelaku usaha/penyerap tenaga kerja dengan lembaga pendidikan. Semakin banyak lulusan yang dapat diserap di dunia kerja, semakin dijadikan daya pikat lembaga untuk mendapatkan atensi peserta didik baru. Semakin mudah mendapatkan tenaga kerja baru secara berkala, semakin ringan beban perusahaan untuk masalah pengupahan dan sebagainya. Sebab pegawai tidak tetap tentu beda hak yang harus diberikan oleh perusahaan bila dibandingkan dengan pegawai tetap.

Demikianlah ketika orientasi materi telah merasuk ke segala lini, kapitalisasi berbagai aspek sulit dihindari dikarenakan untung rugi selalu dijadikan kacamata dalam menilai baik buruknya sesuatu. Paradigma ini pada akhirnya juga melabeli kesuksesan pendidikan hanya sebatas pada menterengnya jabatan setelah lulus, pada besarnya gaji yang diperoleh setiap bulan, dan semisalnya. Persoalan bagaimana kepribadian ataukah etikanya, dinomor sekiankan. Bukankah hal seperti ini justru membajak tujuan luhur pendidikan itu sendiri?

Kenyataan yang sering dijumpai ini seakan menegaskan ulang bahwa sangat sulit menghasilkan ilmuwan atau ahli masa kini. Desakan kebutuhan hidup dan juga aneka iming-iming dunia kerja menyebabkan mimpi menuntaskan jenjang pendidikan menuju kualitas ahli terpaksa dipadamkan. Pasalnya memang tidak murah dana belajar yang harus dikeluarkan. Sudah menjadi rahasia umum jika bangku pendidikan sampai level ahli hanya dapat dijangkau sebagian kalangan saja.

Kondisi ini berkebalikan dengan zaman keemasan Islam dahulu, zaman dimana orientasi pendidikan bukan ke dunia kerja, melainkan belajar karena dorongan menjalankan kewajiban menuntut ilmu. Orientasi belajarnya adalah menjadi pribadi yang kokoh kepribadian Islamnya.

Kuat kemampuan dasar agamanya, mumpuni sains dan tekonologinya, serta selaras tindak tanduk dengan ketinggian ilmu yang dimilikinya. Membenarkan filosofi ilmu padi, semakin tua semakin merunduk. Semakin belajar semakin tawadhu, semakin serius menjadi pribadi bermanfaat bagi sesama dengan memperdalam keilmuan masing-masing.

Sebagai bagian dari kewajiban, Islam memandang setiap manusia harus dapat menunaikannya tanpa terkecuali. Sehingga negara berpikir bagaimana caranya agar semua merasakan pendidikan. Maka Islam dalam sistem ekonominya memiliki anggaran khusus untuk pendidikan yang sifatnya mengcover semua kebutuhan terkait pendidikan, tanpa terkecuali. Islam di masa kejayaannya menaruh perhatian besar bukan hanya soal pendanaan, tapi juga apresiasi terhadap karya ilmuwan. Setiap buku yang mereka hasilkan diganti dengan emas seberat bukunya. Maka tak heran jika dengan ilmunya, mereka dapat mencukupi kebutuhannya.

Pun dimasa itu, keberadaan sistem kesehatan dan sistem ekonomi juga sama-sama baiknya. Bukan hanya pendidikan yang gratis dan difasilitasi penuh oleh kekhilafan di masa itu, urusan kesehatan pun dijamin. Sehingga beban hidup yang harus ditanggung per individu tidak seberat di zaman kapitalis. Maka mereka yang belajar juga tenang, benar-benar fokus mendalami ilmu, tidak terdistraksi dengan urusan kerja untuk menyambung kehidupan. Itulah mengapa dengan Islam dan keutuhan sistemnya yang menopang pendidikan, celah TPPO bisa ditutup. Oleh karenanya sangat penting menjadikan Islam sebagai asas, bila ingin menjadikan output pendidikan jauh lebih baik. []

Sumber gambar: medcom.id

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar