Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Sifilis Dan Potensi Kerusakan Generasi

Senin, 10 Juli 2023


Oleh: Rinica M

Kasus sifilis di Indonesia dikabarkan cukup banyak, menyebar di beberapa wilayah. Menurut data tahun 2022 tercatat sebanyak 16.283 kasus sifilis yang diterima oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sekitar sepuluh wilayah di Indonesia yang terkena kasus sifilis terbanyak. [1]

Menurut sumber yang sama, sepuluh wilayah tersebut sebagai berikut:
1. Papua: 3.864 kasus
2. Jawa Barat: 3.186 kasus
3. DKI Jakarta: 1.897 kasus
4. Papua Barat: 1.816 kasus
5. Bali: 1.300 kasus
6. Banten: 1.145 kasus
7. Jawa Timur: 1.003 kasus
8. Sumatera Utara: 770 kasus
9. Jawa Timur: 708 kasus
10. Maluku: 594 kasus.

Sifilis sendiri diketahui sebagai salah satu penyakit menular seksual. Ketika seseorang melakukan kontak atau bersentuhan langsung dengan luka orang lain yang mengidap sifilis, bakteri akan sangat mudah berpindah dari pengidap ke orang tersebut.

Kontak seksual menjadi jalur paling utama dan paling sering terjadi dalam kasus sifilis. Penularannya bisa terjadi secara oral, vaginal, bahkan anal. Ketika seseorang yang memiliki luka sifilis pada organ intimnya melakukan hubungan seks tanpa menggunakan alat pengaman, bakteri akan sangat mudah berpindah ke pasangan. [2]

Selain kontak seksual, penularan sifilis juga bisa terjadi karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Ini artinya, orang-orang yang menggunakan obat terlarang secara suntik sudah pasti berisiko terserang penyakit ini, meski tidak melakukan hubungan seksual dengan pengidap.

Informasi mengenai kenaikan angka penderita sifilis di berbagai daerah beserta informasi tentang penularan penyakit ini mengindikasikan bahwa ada perilaku pergaulan bebas yang juga turut meningkat. Indikasi ini didukung salah satu fakta tentang pergaulan bebas di kalangan remaja yang juga kian marak.

Dinas Pendidikan Kota Bandung mengungkap data hasil survei tentang pergaulan bebas. Survei yang diberitakan pada bulan Juli 2022 ini dilakukan kepada 60 remaja di bawah 14 tahun. Survei minor tersebut menemukan 56 persen dari 60 responden mengaku sudah pernah melakukan seks atau hubungan badan. [3]

Tentu miris jika pergaulan bebas ini pada akhirnya telah menyasar ke kalangan remaja. Sebab remaja hari ini adalah generasi pemimpin masa depan. Jika mereka sudah identik dengan perilaku seperti ini, lantas apa yang terjadi beberapa tahun kedepan kalau tidak ada upaya merubah yang lebih baik?

Untuk melakukan perubahan, diperlukan pengkajian mengenai akar masalah maraknya pergaulan bebas yang berujung pada merebaknya penularan sifilis. Sebab jika akar masalah tidak ditutup atau dihilangkan, maka kendati penanganan di lapangan terus dilakukan, potensi susulan kasus masih akan ditemukan.

Pergaulan bebas pada dasar tidak bisa dilepaskan dari paradigma hidup liberal yang sekuler. Gaya hidup yang menjunjung kebebasan berperilaku ini menggandeng konsep hak asasi agar perilaku pergaulan bebasnya tidak terusik. Penganut liberalisme memandang otoritas dirinya untuk mau menjadikan fisiknya seperti apa dan menikmati kebahagiaan dengan cara bagaimana. Posisi norma, terutama aturan agama tidak lagi jadi panduan utama, sekuler.

Walhasil dengan gaya hidup yang serba bebas ini, mereka mau berhubungan seksual dengan siapapun tidak lagi memperhatikan faktor halal haram status hubungan tersebut. Akibatnya gonta-ganti pasangan mungkin saja dilakukan, dan imbasnya penularan penyakit tidak dapat dielakkan.

Kondisi seperti ini tentu tidak dibenarkan dari sisi norma agama manapun. Bahkan Islam, sebagai agama yang kamilan dan syamilan juga memiliki kelengkapan petunjuk agar pergaulan bebas tidak terjadi, penularan penyakit dicegah sejak dini, sehingga potensi kerusakan generasi dapat dihindari.

Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan dipandang normal bila memiliki ketertarikan atau muncul rasa saling suka. Sebab pada dasarnya rasa saling suka ini adalah bagian dari naluri yang kadang kala menuntut untuk dipenuhi.

Hanya saja Islam memandu bagaimana agar pemenuhan naluri ini tidak sembarangan, tidak mengikuti selera manusia yang memiliki kelemahan dan keterbatasan, serta berbeda-beda satu dengan lainnya.

Islam mengatur bagi mereka yang sudah jatuh cinta dan mengarah pada pemenuhan seksual, satu-satunya pintu adalah melalui pernikahan. Jika belum mampu, maka naluri ini harus diredam dengan cara tidak memikirkan hal terkait dengannya atau dengan menghindari fakta-fakta terindera yang mengarah kesana. Karena sifat naluri ini pada dasarnya tidak akan menimbulkan kematian bila tidak dipenuhi, ia hanya membuat gelisah saja.

Rasulullah bersabda: Dari Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Wahai para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu menikah maka hendaklah ia segera menikah, karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa belum mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi tameng baginya (meredam syahwatnya). (Mutafaqun alaih).

Artinya naluri masih dapat dikendalikan dengan mengalihkan fokus pada hal lain, semisal aspek ibadah. Oleh karena itu, Islam mencegah kemunculan naluri yang belum saatnya ini dengan menertibkan aturan pergaulan. Sejak awal laki-laki dan perempuan tidak diperkenankan bercampur paur, tidak diizinkan berdua-duaan tanpa ada pendamping, tidak diperkenankan wanita kemana-mana di malam hari atau dalam kondisi lebih dari 24 jam tanpa mahram. Islam juga mengatur batasan berpakaian, menetapkan untuk menundukkan pandangan pada sesuatu yang tidak halal, melarang pornografi dan pornoaksi.

Semua itu didukung pelaksanaannya oleh negara dan diindahkan aturannya oleh masyarakat Islam. Pun dari skala individu sendiri, pembinaan ketakwaan diberlakukan, sehingga tidak ada celah bagi ide sekuler untuk merusak format kemurnian berpikir generasi. Semuanya berkolaborasi secara sinergis menjalankan misi amar makruf nahi munkar di ekosistem kehidupan. Sehingga gambaran hidup sehat yang jauh dari potensi penularan sifilis bisa direalisasikan.

Pun jikalau dengan seperangkat aturan yang diberlakukan di atas masih ada yang lolos, maka Islam menetapkan negara boleh memberikan sanksi. Yang mana sanksi ini sifatnya adalah memberi pencegahan agar pelaku seks bebas dan orang di sekitarnya tidak melakukan hubungan yang sama, sekaligus agar dosa pelaku diampuni Allah. Dalam konteks pergaulan bebas ini sanksinya berupa rajam bagi yang terbukti sudah menikah, dan jilid bagi yang belum menikah. 

Hanya saja serangkaian pencegahan sekaligus penanganan ini tidak bisa dipraktekkan dalam kondisi tidak ada negara berazas Islam yang menerapkan syariat sebagai aturan. Oleh karena itu jika mau tuntas membebaskan sifilis sejak dari agar masalahnya, pilihan terbaik adalah dengan membuang ide kebebasan liberal sekuler, untuk kemudian digantikan dengan agungnya pengaturan Islam.[]


Referensi:
1. https://www.klikpendidikan.id/news/3589186274/gawat-indonesia-darurat-kasus-sifilis-wilayah-ini-paling-tinggi-cek-selengkapnya

2. https://www.halodoc.com/artikel/bagaimana-cara-sifilis-ditularkan-dari-orang-ke-orang

3. https://news.republika.co.id/berita/rel7je459/survei-dinas-pendidikan-56-persen-remaja-kota-bandung-mengaku-pernah-seks-bebas

Sumber gambar: cnnindonesia.com

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar