Oleh: U Fathan Q
Kemudian, hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pasca melahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia. (Lihat 1)
Angka terkait baby blues tersebut adalah yang terungkap, bisa jadi masih ada yang belum masuk dalam data. Maka baby blues ini adalah fenomena gunung es persoalan yang tengah mendera sebagian kaum ibu. Baby blues sendiri merupakan kondisi tidak stabil pada ibu yang baru melahirkan, biasanya dalam rentang waktu dua pekan pasca persalinan.
Gejala baby blues dapat diamati diantaranya dari emosional yang cenderung sensitif, gelisah, mudah marah, atau merasa dirinya tidak berguna. Baby blues beda dengan depresi karena serangannya sebenarnya tidak berkelanjutan jika diselesaikan dengan segera. Namun bukan berarti baby blues tidak membawa pengaruh negatif.
Di antara faktor yang menyebabkan baby blues secara medis adalah adanya perubahan hormonal, yang berpengaruh pada perubahan emosi ibu. Baby blues juga dapat disebabkan oleh adanya rasa kaget atas perubahan ritme aktivitas antara sebelum dan sesudah menjadi seorang ibu, terutama dalam kondisi fisik pasca persalinan yang belum sepenuhnya pulih. Ini pula yang menjadikan ibu baru kurang cepat beradaptasi dengan realitasnya yang sudah ada bayi.
Dengan mengetahui kemungkinan penyebab baby blues, setidaknya akan diketahui pula solusi terbaik untuk permasalahan ini berdasarkan paradigma Islam. Menurut paradigma Islam, faktor hormonal ibu hamil dan melahirkan merupakan qadha dari Allah. Sikap terbaik terhadap qadha Allah adalah menerimanya dengan qana'ah. Penerimaan ini akan melahirkan ketenangan mental dan berimbas pada kesiapan fisik menghadapi perubahan kondisi baru, termasuk penyesuaian pola tidur.
Baby blues dapat pula dihindari dengan memperbaiki paradigma terhadap hakikat anak. Bahwa di dalam Islam, anak adalah anugerah yang tidak diberikan sama kepada setiap orang. Anak bukan dianggap beban. Maka ketika anugerah anak ini diterima sekaligus ditunaikan amanahnya dengan maksimal maka akan ada jaminan pahala terbaik dari Allah.
Maka menjadi seorang ibu berarti sedang dalam posisi yang berpeluang besar mendulang pahala. Apalagi derajat ibu dalam kacamata IsIam ditempatkan begitu mulia, sampai-sampai surga diibaratkan ada di telapak kaki ibu. Dengan demikian sudah semestinya kebaikan ini mendorong ibu baru untuk lebih cepat menerima kondisinya, beralih segera menikmati peran ibu yang penuh kebaikan dan kemuliaan.
Selanjutnya baby blues juga dapat dihindari ketika kekuatan ketakwaan ibu ditopang oleh dukungan peran suami dan keluarga besarnya. Sehingga ketika menghadapi kondisi baru yang dianggap rumit, istri yang baru melahirkan tidak merasa sendirian. Ia akan memiliki tempat berbagi, punya ruang saling memotivasi sehingga bisa melalui fase susah tetap dalam koridor yang sesuai syariah.
Dan agar persoalan baby blues ini bisa tertangani secara utuh, maka dibutuhkan turun tangan langsung dari negara. Yakni bagaimana negara memberikan aturan yang pro pada ibu, anak, keluarga, dan kemudahan pekerjaan bagi suami agar kehidupan rumah tangga benar-benar dapat dilaksanakan sebagai baiknya. Peduli dan melayani generasi.
Teladan kepedulian negara ini pernah dicontohkan langsung ketika Islam dijadikan pijakan bernegara, yaitu dimasa khalifah Umar bin Khattab. Beliau sangat memperhatikan para bayi agar mendapatkan kesejahteraan. Beliau memberlakukan aturan berupa pemberian santunan kepada anak yang sudah disapih dan anak bayi. Kondisi ini tentu membantu menambah ketenangan ibu akan kecukupan kebutuhan bayinya.
Sedangkan ketika anak-anak sudah besar, maka ia sudah otomatis menjadi warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan secara gratis dalam urusan pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Ini juga iklim yang memberikan ketenangan kepada ayah, sehingga ayah bisa mengoptimalkan peran dalam pendampingan langsung terhadap keluarganya.
Artinya baby blues dapat dihindari secara komprehensif ketika Islam digunakan. Karena pada hakikatnya Islam bukan sebatas mengajarkan pencegahan dengan pendekatan iman dan ketakwaan semata, melainkan juga perlu penerapan untuk membuktikan keunggulan paradigmanya. Bukankah baik bagi semua jika IsIam yang memimpin kehidupan secara utuh?[]
Referensi:
1. https://ameera.republika.co.id/berita/rvapge478/angka-baby-blues-indonesia-tertinggi-ketiga-di-asia-ada-apa
Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar