Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Kebijakan Ekspor Pasir Laut, Demi Siapa?

Jumat, 09 Juni 2023


Oleh : Endang Setyowati

Indonesia sebagian besar daerahnya terdiri dari lautan, dari dalam laut sangat besar hasil yang didapatnya mulai dari ikan yang berlimpah, minyak, terumbu karang dan pasir lautpun menjadi salah satu komoditas yang menjanjikan. Ternyata banyak negara yang memerlukan pasir laut untuk kepentingan reklamasi.

Sebut saja Singapura, rela mengimpor pasir agar proyek mereka berjalan lancar. Dahulu Indonesia pernah menduduki sebagai negara pengekspor pasir laut nomor satu dunia. Namun, pemerintah kala itu menghentikan izin ekspor ketika mengetahui hilangnya beberapa pulau kecil di Kepulauan Riau. Presiden RI ke-5 pun menetapkan SK Menperindag No. 117/MPP/ Kep/2/2003 tentang Penghentian sementara ekspor pasir laut guna melindungi ekosistem laut dari kerusakan lingkungan. (Tempo,31/5/2023).

Namun kini, dibuatlah  Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi, akhirnya menuai banjir kritik. Salah satu yang menjadi polemik dalam PP ini adalah pemanfaatan hasil sedimentasi laut berupa pasir laut untuk diekspor keluar negeri.

Hal ini tertuang dalam Pasal 9 Ayat (2) huruf D yang menyebutkan ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut mendapat dukungan dari tiga menterinya.

Seperti dilansir dari CNBC Indonesia, (2/6/2023), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin, berpendapat bahwa ekspor tersebut untuk menjaga alur pelayaran dan nilai ekonomi akibat sedimentasi. "Yang dimaksud dan diperbolehkan itu sedimen, kan channel itu kebanyakan terjadi pendangkalan karena pengikisan dan segala macam. Nah untuk jaga alur pelayaran maka didalami lagi. Itu lah yang sedimen itu lebih bagus dilempar keluar dari pada ditaruh ditempat kita juga," kata Menteri ESDM, di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (31/5/2023).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan,  berpendapat kebijakan itu bertujuan untuk pendalaman alur laut. Sebab jika tidak, alur laut makin dangkal.
"Jadi untuk kesehatan laut juga," ujarnya.

Luhut lantas mengungkapkan kalau ada proyek besar berupa reklamasi Rempang di Batam, Kepulauan Riau, untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga surya.
"Supaya bisa digunakan untuk itu. Ada industri besar untuk tadi itu untuk solar panel itu. Jadi gede sekali industri di sana," kata Luhut.

Lantas apakah kebijakan itu bisa merusak lingkungan? Luhut membantahnya.
"Gak dong. Semua sekarang karena ada GPS segala macem. Kita pastikan itu tidak terjadi. Sekarang kalau misal harus diekspor pasti jauh manfaatnya tadi untuk BUMN, untuk pemerintah," ujar Luhut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, berpendapat nantinya akan ada aturan turunan berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) PP Nomor 26 Tahun 2023. Di dalam aturan turunan tersebut, dibentuk Tim Kajian yang terdiri dari KKP, Kementerian ESDM, KLHK, hingga LSM Lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace.

Tim Kajian ini menurut Trenggono yang akan menentukan apakah hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut bisa diekspor atau tidak.
"Katakanlah mereka mengajukan untuk kepentingan ekspor, permintaan ekspor selama itu betul-betul hasil sedimentasi boleh saja, pengunaannya boleh dalam negeri boleh ke luar negeri gak apa-apa selama dia bayarnya mahal ke dalam negeri," ungkap Trenggono di Gedung KKP, Kawasan Gambir, Jakarta, Rabu (31/5/2023).


Trenggono menambahkan dengan adanya aturan ini Indonesia diuntungkan. Alasannya karena proses pengerukan sedimentasi di laut kini diatur tegas pemerintah. Sehingga tidak ada lagi pengerukan ilegal. Menurut Trenggono ekspor hasil sedimentasi laut sah-sah saja dilakukan termasuk diekspor ke Singapura untuk kebutuhan reklamasi mereka. Asalkan bahan bakunya dari hasil sedimentasi laut, bukan mengeruk pulau kecil, kecukupan kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, dan mendapatkan izin Tim Kajian.

Namun nyatanya, penambangan pasir laut yang pernah ada malah justru menimbulkan kerusakan lingkungan. Abrasi pesisir laut dan erosi pantai yang menyebabkan hilangnya pulau kecil di Riau sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Belum lagi dengan adanya turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan  tersuspensi di dasar perairan laut, mengakibatkan banjir rob, membuat ombak atau energi gelombang makin tinggi tatkala menerjang pesisir pantai, serta menimbulkan konflik sosial antara masyarakat yang pro lingkungan dan para penambang pasir tersebut.

Akibat penambangan pasir ini lebih berdampak negatif daripada positifnya, dan negara yang merasa diuntungkan sebenarnya hanya mendapatkan remah-remahnya saja. Jelas yang lebih diuntungkan di sini adalah para oligarki.

Karena mereka bisa menyedot pasir laut sesuka mereka dan menjualnya ke negara yang membutuhkan. Para oligarki ini adalah perusahaan yang besar, yang mempunyai power baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Beginilah ketika kita menerapkan sistem  kapitalisme, yang membuka kran sebesar-besarnya bagi para pengusaha untuk mengeruk SDA(Sumber Daya Alam) mengekploitasi tambang milik umum serta memperkaya diri sendiri.

Dan lagi, kebijakan dalam kapitalis ini negara lebih mengutamakan poin ekonomi tanpa mempertimbangkan masalah lingkungan. Selama itu bisa menguntungkan karena memang saat ini peran negara hanya sebatas regulator saja.
Padahal Rasulullah saw bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api"
(HR Abu Dawud dan Ahmad).

Maka diharamkan oleh individu atau swasta untuk mengelolanya. Hanya negara saja yang berhak untuk mengelola dan memanfaatkan SDA milik umum, dan hasilnya untuk kemaslahatan seluruh rakyatnya dalam bentuk fasilitas murah bahkan gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Jadi pasir laut termasuk SDA yang ada di Laut, walaupun pasir yang diambil bukanlah pasir yang mengandung tambang golongan A dan B, tetapi sesungguhnya tetap bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem laut. 
Maka sudah jelas untuk mengekspor pasir laut ini tidak diperbolehkan selain merusak lingkungan  juga merupakan SDA milik umum yang tidak boleh diswastanisasi.
Wallahu a'lam bi showab

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar