Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

FOMO dan Standar Eksistensi Masa Kini

Jumat, 09 Juni 2023


Oleh: Rinica M

Fear Of Missing Out (FOMO) belakangan ini sering digunakan di media sosial. Penggunaannya mengacu pada fenomena munculnya tren baru, berupa ketakutan atas ketertinggalan sesuatu yang sedang viral. Ada semacam kekhawatiran dianggap kuno, kurang gaul, dan semisalnya apabila melewatkan sesuatu yang viral begitu saja.

Gejala FOMO terbaca pada berbagai level. Tak hanya kalangan remaja, yang dewasa pun juga sama-sama terindikasi. Tak hanya yang kaya dan berada, yang biasa-biasa saja pun berusaha untuk bisa sama-sama melakukan. Perkembangan media sosial yang pesat rupanya turut memberi sumbangan terhadap kenaikan fenomena ini.

Imbasnya tak jarang manusia yang terjebak arus mengikuti yang sedang viral, apapun itu. Tanpa pikir panjang ke depannya bahwa apa yang kini tengah dikejar untuk diikuti ini benar-benar akan mendatangkan kebaikan berkelanjutan, ataukah sekadar kepuasan sesaat karena tidak ketinggalan sesuatu yang tengah viral.

Pun tak sempat pula terpikirkan apa sesungguhnya yang tersimpan dibalik fenomena viral ini. Murni terkenal begitu saja, ataukah memang "diviralkan" oleh aktor di balik layar lantaran ada propaganda tertentu yang hendak disuarakan. Karena sangat kecil kemungkinan sebuah momentum, seperti konser musik misalnya, dilakukan begitu saja tanpa ada misi yang hendak disampaikan melalui pergelaran tersebut.

Di samping mengejar cuan, lagu yang dinyanyikan pastinya tidak bebas nilai. Minimal menceritakan tentang pengalaman yang pernah dijumpai penulisnya. Yang mana tidak sedikit yang isinya menceritakan tentang kerapuhan hidup, tentang perjuangan cinta lawan jenis yang kadang tidak dalam koridor halal. Dan anehnya frame yang membentuk karya tersebut rata-rata berhaluan sekuler.

Jikapun ingin membahas masalah spiritualitas, maka akan dikanalisasi ke jalur musik religi. Dan pangsa pasarnya kemungkinan relatif lebih kecil bila dibandingkan yang selain spiritual. Realita di lapangan pun menggambarkan bahwa pemutaran lagu non religi lebih sering terdengar, band atau solo religi hanya sedikit yang terkenal hingga lintas negara.

Padahal pesan yang disampaikan pada lagu yang tak bebas nilai ini begitu lekat di telinga pendengar. Yang notabene pendengar dari kalangan muslim lumayan besar. Apakah lantas mereka tidak terpengaruh? Bukanlah dari sisi tampilan penyanyi atau video klipnya, sedikit banyak akan bergaya yang mencerminkan isi lagu? Bukankah tampilan mereka ini nanti akan dijadikan kiblat oleh peminatnya?

Disinilah sebenarnya penikmat lagu harus kritis. Walaupun terasa enak didengarkan, sebaiknya pengecekan terhadap makna lagu, terhadap tampilan visual video diperhatikan. Apakah ia netral ataukah mengandung nilai berlawanan dengan IsIam yang sengaja disebarkan. Jika netral, maka secukupnya saja menikmati (jika perlu), dan jika tidak bebas nilai maka sudah selazimnya tidak perlu terbawa arus.

Sejatinya standar eksistensi masa kini manusia haruslah diukur berdasarkan tolak ukur yang benar. Yakni diambil bukan berdasarkan apa kata (pendapat) sebagian manusia itu sendiri, melainkan haruslah dari Zat yang kehebatannya melebihi manusia, Allah SWT. Jika kekinian mengikuti apa kata manusia, maka akan muncul perbedaan pendapat, ada pro kontra. Pun pada hakikatnya apa yang baik menurut manusia belum tentu yang terbaik menurut Allah.

Maka kesadaran terkait standar kekinian ini yang harus dibangun. Harus dibuat mainstream bahwa ridho Allah yang harus ditempatkan dalam setiap perbuatan. Kalaupun takut  ketinggalan harusnya takut ketinggalan best human yang pasti masuk surga, Muhammad SAW. Sehingga FOMOnya jadi berkelas, kesibukannya berkelas, habisnya harta juga berkelas karena semuanya berorientasi untuk keselamatan di kehidupan yang kekal kelak.

Hanya saja mengajak sadar ini membutuhkan kegigihan yang ekstra. Pasalnya propaganda sekuler melalui perang pemikiran tak henti-hentinya menyerang muslim. Perlahan tapi pasti ajaran yang bertolak belakang dengan Islam disisipkan diberbagai lini. Maka generasi muslim pun pada akhirnya berpotensi salah dalam menentukan standar kekinian tadi. 

Dan jika sampai terjadi, ini tentu bahaya, apalagi jika sampai lost terlupa untuk apa ia hidup saat ini. Tentu kemungkinan mereka dikendalikan oleh sutradara sekuler semakin besar. Bukan hal seperti ini kan yang dikendaki? Oleh karena itu meraka perlu disadarkan, sekali lagi dengan mengajak mereka memahami Islam lah jalannya. Dengan kenal Islam mereka akan tahu Allah, akan memprioritaskan ridha Allah sebagai keutamaan dalam perbuatan. Hingga standar kekinian mereka bukanlah sebatas hiburan. Mereka pun tak akan pusing dengan FOMO dan semisalnya terkait urusan dunia, sebab mereka tahu bahwa ada akhirat yang harus diutamakan persiapannya. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Sumber gambar: femina.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar