Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

RUU Kesehatan, Liberalisasi dan Kapitalisasi Kesehatan?

Sabtu, 06 Mei 2023




Oleh : Ummu Najah
 
Rancangan Undang Undang  Omnibus Law Kesehatan telah disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna bulan Februari 2023 lalu. Selanjutnya RUU tersebut memasuki tahapan pembahasan di DPR dengan melibatkan pemerintah yang ditunjuk,oleh presiden.


Dalam perjalanannya RUU ini menuai kritik dan penolakan dari berbagai pihak di sektor kesehatan.  Para dokter dan organisasi profesi menilai RUU tersebut cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan masyarakat sipil, mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing,  ada upaya liberalisasi sektor kesehatan nasional termasuk penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan , pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR) (finance.detik.com 24/03/23).

 
Kini DPR RI bersama pemerintah pemerintah tengah membahas RUU Kesehatan tersebut . Melalui RUU ini pemerintah mengusulkan tambahan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun ada masalah serius di dalamnya yang patut untuk mendapat dikritisi  dan mendapat  perhatian.

 
Melalui RUU ini pemerintah akan mempermudah dokter asing dan dokter diaspora untuk beroperasi di dalam negeri. Aturan tersebut tertuang dalam Draf Revisi Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Sebagaimana dilansir katadata.co.id 19/04/23 draf tersebut  mengatur tenaga medis dan tenaga kesehatan asing harus dapat beroperasi dalam syarat yang diatur pada pasal 233 dan pasal 234. Syarat pertama dalam pasal 233 adalah dokter lulusan luar negeri tersebut harus lolos evaluasi kompetensi. Evaluasi kompetensi berupa kelengkapan administratif dan penilaian kemampuan praktik, setelah itu mereka wajib memiliki surat STR (Surat Tanda Registrasi) sementara dan SIP (Surat Ijin Praktek).

 
Dalam pasal 234 dokter asing maupun dokter diaspora harus berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, memiliki STO sementara, dan SIP. Namun semua syarat tersebut dapat diterobos khusus dokter asing spesialis maupun dokter diaspora spesialis.
 
Bahkan pemerintah akan membebaskan kewajiban pemilikan STR sementara pada dokter asing yang memberikan pendidikan dan pelatihan di dalam negeri atas persetujuan Menteri Kesehatan melalui penyelenggara pendidikan dan pelatihan.

 
Impor dokter asing sebenarnya sudah pernah diwacanakan pemerintah pada tahun 2020 dengan alasan agar rakyat tidak perlu berobat ke luar negeri sehingga akan menguntungkan Indonesia dengan terjaganya devisa negara. Melalui RUU Kesehatan masuknya dokter asing akan memiliki aturan yang kuat.

 
Masuknya dokter asing ke dalam negeri menunjukkan ketidak mampuan pemerintah mencetak tenaga ahli di bidang kesehatan yang berkualitas dan memadai. Padahal negeri ini tidak kekurangan sumber daya manusia lulusan pendidikan kesehatan. Jika pemerintah menyediakan pendidikan yang berkualitas dan ditunjang dengan fasilitas yang memadai maka mereka akan berdaya di dalam negeri sehingga negara tidak perlu membuka peluang bagi dokter asing untuk beroperasi di dalam negeri. Sebab masuknya dokter asing tentu akan semakin menambah besar persaingan kerja yang berjuang pada semakin bertambahnya jumlah pengangguran.

 
RUU Kesehatan ini syarat dengan upaya liberalisasi dan mengkapitalisasi kesehatan. Kondisi ini wajar terjadi, karena dalam perspektif negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler, kesehatan merupakan jasa yang harus dikomersialkan.  Karenanya RUU Kesehatan tidak menawarkan upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang mudah dan berkualitas bagi rakyat, tapi justru semakin  membebani rakyat termasuk tenaga kesehatan.

 
Berbeda dengan sistem Islam, Islam sebagai dien sempurna yang berasal dari Dzat yang Maha Sempurna yaitu Allah SWT. Negara sebagai pelaksana syariat Islam berperan sebagai pengurus urusan rakyat, termasuk dalam masalah kesehatan. Negara menjamin pelayanan kesehatan berkualitas bagi semua  rakyatnya tanpa kecuali,  baik muslim maupun non muslim, baik kaya maupun miskin, di perkotaan maupun di pedesaan. Karena dalam pandangan Islam kesehatan termasuk kebutuhan pokok public yang menjadi tanggung jawab negara bukan jasa  untuk dikomersialisasikan. Rasulullah SAW bersabda  yang artinya “Imam (khalifah) adalah raa’an (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.(HR. Bukhari)
 
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.(HR. Bukhari).
 
Dalam  perspektif sistem Islam, dengan  alasan apapun  tidak boleh ada program yang bertujuan untuk meng komersialisasi pelayanan kesehatan baik dalam bentuk investasi maupun memungut bayaran atau biaya kepada rakyat untuk mendapatkan keuntungan.
 
Sebagai pelayan rakyat negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan terbaik, baik berupa fasilitas, tenaga kesehatan termasuk para dokter ahli, obat-obatan serta sarana prasarana dan peralatan kedokteran yang diperlukan di seluruh pelosok negeri. Negara melakukannya atas prinsip tanggung-jawab pelayanan negara kepada rakyatnya. 

 
Demikian pula pembiayaan pendidikan bagi para calon dokter, hingga tersedia para dokter ahli yang memadai, tenaga ahli lain di bidang kesehatan, lembaga riset, laboratorium, industri farmasi, rumah sakit dan biaya apapun bagi terjaminnya kesehatan  masyarakat yang berkualitas dan memadai menjadi tanggung jawab negara. Negara tidak akan membebankan kepada rakyat. Seluruh pembiayaan yang diperlukan di bidang kesehatan diambil dari dana Baitul Mal yang jumlahnya sangat besar. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, Baitul Mal memiliki pemasukan yang sangat berlimpah, sehingga cukup untuk pembiayaan dan pengadaan pelayanan kebutuhan pokok publik termasuk kesehatan.
 
 
Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah maka seluruh kebutuhan pokok publik, seperti pendidikan, keamanan, termasuk kesehatan menjadi tanggung jawab negara. Para dokter dan tenaga kesehatan diberi ruang dan kesempatan untuk mendedikasikan keahliannya demi keselamatan dan kesembuhan serta kesehatan masyarakat. Tidak akan ada persaingan dengan dokter asing, negara akan mendahulukan tenaga-tenaga ahli dari dalam negeri. Wallahu a’lam bish-shawab


Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar