Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Arus Flexing Dan Terkikisnya Karakter Qana'ah

Kamis, 11 Mei 2023



Oleh: U Diar

Flexing belakangan memang populer di masyarakat. Banyaknya aneka jenis media yang dapat dipakai untuk wadah show up ke publik menjadi salah satu pemicunya. Sehingga dengan semakin mudahnya akses kemajuan teknologi, penyebaran flexing telah menjangkiti banyak kalangan, tak terkecuali kaum perempuan.

Deretan foto selebgram dengan segala kemewahan yang dimilikinya telah banyak membanjiri sosial media. Tak cukup hanya di foto, fenomena flexing juga merambah ke dunia video. Banyak kalangan sosialita yang terang-terangan menunjukkan nilai outfit yang mereka gunakan, menunjukkan berapa rupiah yang mereka habiskan dalam sehari. Bahkan di vlog pun sekarang banyak bermunculan short yang menunjukkan banyaknya emak-emak bergelimang perhiasan aneka rupa.

Tak salah memang jika manusia suka pada harta dunia. Sebab sejatinya kecenderungan menyukai harta duniawi memang menjadi sifat alami manusia. Dalam alquran Surat Ali-imran ayat 14 Allah berfirman yang artinya: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."

Namun demikian bukan berarti harta yang dimiliki bebas mau diapakan sesuka hati. Sebagai seorang muslim, haruslah tetap ingat bahwa harta ini tidak serta merta murni karena usaha kita sendiri, melainkan ada jatah rizki dari Allah di dalamnya. Oleh karena itu sudah sepatutnya bila sebagai bentuk ungkapan terima kasih, harta digunakan untuk hal-hal baik yang Allah sukai. Terlebih persoalan harta ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban terkait bagaimana itu dihabiskan dan bagaimana harta itu didapatkan.

Jika muslim menyadari bahwa setiap harta akan dimintai pertanggungjawaban, maka tentu akan muncul kehati-hatian dalam menggunakan. Apakah dibelanjakan untuk kebutuhan selama menjalankan ketaatan kepada Allah? Apakah dibelanjakan sebatas untuk foya-foya agar bisa pajang status keren di sosial media? Memang benar menampakan nikmat dari Allah adalah boleh, namun harus dilihat dulu apa motif yang melandasinya.

Jika menampakkan kenikmatan itu dilakukan sebagai pengamalan surat Adh-dhuha ayat 11 dan diniatkan sebagai bagian bersyukur, maka tidak masalah. Sebab dengan koridor syukur pastinya akan bisa mengerem dari flexing hal-hal yang tidak penting agar Allah menyukainya. Namun jika niatan flexing dengan dalih menampakkan kenikmatan itu landasan aslinya adalah untuk menunjukkan kehebatan diri,  yakni menunjukkan bahwa telah mampu memiliki ini itu, maka ini yang jangan dilakukan. Sebab jenis flexing demikian dikhawatirkan menghantarkan pada kesombongan, dan kesombongan ini jelas dilarang dalam Islam.

Pun lebih dari itu, flexing yang diniatkan pamer hanya akan memunculkan potensi tumbuhnya rasa iri pada yang melihat. Rasa iri yang muncul tanpa dikendalikan iman ini, bisa jadi memicu dampak negatif lain berupa penghalalan segala cara agar bisa terlihat gaya. Entah itu dengan cara memakai barang kw, ataukah cari uang dengan jalan pintas tanpa lihat halal haramnya.

Pada level iri bukan pada tempatnya ini berpotensi mematikan rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki. Lama-lama sikap ini akan menembus pada terkikisnya karakter Qana'ah yang seharusnya dimiliki. Jangka panjangnya kecintaan pada dunia akan meningkat tanpa peduli lagi baik buruknya. Asalkan hara bertambah dan makin mewah dianggap baik-baik saja. Akhirnya terjerumuslah pada sifat wahn.

Jika wahn ini sudah menggejala, maka fokus dunia menjadi segala-galanya. Akhirat seolah lupa karena dianggap masih belum waktunya. Tak heran jika apa saja yang berusaha mengarahkan ke akhirat tidak diminati. Nasihat tak diindahkan, bahkan agama bisa jadi ndak dibutuhkan kehadirannya dalam urusan keseharian. Khas gaya hidup sekuler kapitalis. Padahal apakah ada kebaikan yang hakiki bila tidak dibackup oleh kebaikan ajaran agama?

Namun sekulerisme memang nyata menepiskan ajaran agama. Sehingga asalkan dunia didapatkan, agama tidak dibutuhkan dalam pengaturannya. Tentu hal ini tidak sejalan dengan Islam, yang mendudukkan bahwa agama harus dipakai untuk mengatur duniawi termasuk urusan harta. Islam memandang harta adalah perantara untuk memudahkan misi utama beribadah kepada Allah. Penggunaannya tidak sembarangan dan harus dalam koridor kebaikan.
Oleh karena itu terkikisnya karakter Qana'ah akibat derasnya arus flexing ini harus dihentikan dengan paradigma Islam. []

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar