Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Islam Mencegah Stunting Secara Tuntas

Sabtu, 15 April 2023


Oleh: Tri S, S.Si


Indonesia adalah negara agraris, dimana negara kita memiliki lahan pertanian yang sangat luas, belum lagi sumber daya alam yang melimpah, baik di atas maupun dibawah permukaan laut dengan berbagai macam kandungan alamnya. Namun, realitanya Indonesia berada dalam kondisi yang genting, karena mengalami stunting ditengah tingkat kemiskinan yang terus melonjak naik, terlebih saat dihantam badai pandemi Covid-19. Perlu diketahui bahwa angka stunting di Indonesia berada pada 21,6 persen. Pemerintah terkait diantaranya Kementerian Keuangan juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memiliki PR besar untuk menurunkan sampai pada 3,8 persen sesuai dengan arahan Presiden RI. Jelas angka real dan harapan masih sangat jauh (Ekonomi.bisnis.com, 6/4/2023).


Penemuan Menteri Bappenas, Suharso Monoarfa mencium adanya kebohongan data terkait stunting yang dilaporkan pemerintah daerah atau pemda. Ia mengatakan dalam pidatonya bahwa data-data dari Pemda adanya misleading dan data fiktif, yakni data yang dibeberkan oleh pemda adalah hanya angka dan tidak sesuai dengan penemuannya dilapangan. Dikatakan turun padahal itu hanya angka dan tidak dapat terukur penangan angka stunting secara komprehensif.


Berbicara tentang penanganan stunting tentu butuh anggaran yang tidak sedikit hal ini diceritakan oleh Menkeu Sri Mulyani  saat rapat dengan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman dan membahas betapa pentingnya mengatasi stunting. Sub kegiatan stunting di pemerintah daerah bisa menembus 283, dengan total anggaran Rp. 77 triliun (Cnnindonesia.com, 6/4/2023).


Masalah stunting yang seolah tidak kunjung usai, pada dasarnya solusi yang ditawarkan tidak menyentuh pada akar permasalahan. Seperti rencana pembentukan badan khusus maupun dengan mendesak undang-undang pembangunan keluarga, semua hanya retorika yang tidak berimplikasi apapun terhadap kasus stunting di negeri ini. Belum lagi banyaknya dana koordinasi yang memakan mencapai 240 M kata Menkeu. Jelas ini memakan anggaran, yang harusnya 77 T dapat efektif namun kepentingan bermain disini. Terlebih korupsi bukan lagi aib baru dalam birokrasi saat ini.


Saat ini pemenuhan kebutuhan pangan dalam asupan gizi masyarakat tidak tercapai oleh negara. Lahan pertanian yang seharusnya dialokasikan untuk pangan masyarakat telah banyak beralih fungsi. Peralihan fungsi lahan ini menyusutkan ketersediaan pangan bagi masyarakat, sehingga mengancam kesatuan ketahanan pangan nasional dalam asupan gizi masyarakat. Ketidaktersediaan pangan oleh negara akan menjadikan negara mau tidak mau harus melakukan impor. Padahal, negara Indonesia merupakan negara agraris, memiliki lahan pertanian luas. 


Namun, adanya alih fungsi yang juga menunjukkan adanya kepentingan pengusaha maupun penguasa dalam rangka industrialisasi, akibatnya menjadikan ketersediaan lahan pangan dalam ketercukupan asupan gizi masyarakat tidak mampu tercapai. Sumber Daya Alam (SDA) menjadi hilang kebermanfaatan bagi rakyatnya. Rakyat miskin ditengah geliat pembangunan industri yang tidak dapat dibendung. 


Penyebab stunting adalah karena minimnya kesejahteraan rakyat. Dalam sistem Islam (khilafah), kesejahteraan rakyat akan terjamin melalui beberapa mekanisme. 


Pertama, khilafah menetapkan bahwa setiap Muslim laki-laki, khususnya kepala rumah tangga, bertanggung jawab bekerja untuk menafkahi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini akan didukung dengan lapangan pekerjaan memadai yang disediakan oleh negara.

Kedua, khilafah mendorong masyarakat untuk saling tolong-menolong jika terjadi kesulitan atau kemiskinan yang menimpa individu masyarakat. Keluarga dan tetangga akan turut membantu mereka yang dalam kondisi kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam, semisal zakat, sedekah, dan lainnya.

Ketiga, khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam hal kepemilikan, baik individu, umum, dan negara, semua diatur untuk kemakmuran rakyat. Negara juga menjamin kehidupan setiap individu masyarakat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan, dan papan yang layak.

Khalifah pun mengupayakan agar pertanian dapat ditingkatkan untuk memproduksi kebutuhan pangan. Tidak akan ada impor pangan yang justru mematikan harga jual masyarakat. Kebijakan khalifah dalam ketahanan pangan negara dipastikan untuk memenuhi gizi masyarakat. 

Khalifah memahami bahwa ia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad dan Bukhari).

Teringat dahulu, saat sistem Islam yang berjaya dan diterapkan di tengah-tengah kehidupan, sejahtera bukan hanya harapan namun realita. Perpaduan antara sistem yang sempurna serta pemimpin yang amanah adalah kuncinya. 

Umar bin khathtab yang saat itu menjabat sebagai khalifah bahkan rela memanggul sendirian karung gandumnya dan daging untuk diberikan kepada rakyatnya yang kelaparan, beliau bahkan menolak keras saat mu’awin (pembantu khalifah) hendak membantu memanggul bahan makanan tersebut.

Kejadian serupa juga terjadi di era Khalifah Umar bin Abdul Aziz, rakyat bahkan tidak ada yang bersedia menerima zakat karena semua telah mampu dan tercukupi sandang pangan papannya. 

Tentu ini semua adalah gambaran nyata, bukan mimpi dan janji politik kesejahteraan ala demokrasi kapitalisme. Sudah saatnya bangsa ini kembali ke sistem pengaturan syariah Islam dalam mengatasi persoalan bangsa termasuk stunting. InsyaAllah harapan kesejahteraan itu masih ada dan hanya akan terjadi ketika syariah diterapkan. 

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka  kerjakan”  (TQS. Al A’raf:96)

Kondisi stunting saat susah dituntaskan, karena solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar permasalahan yang ada. Sebagaimana program yang dicanangkan pada peringatan HGN tahun inipun belum menyentuh substansi akar permasalahan dari gizi buruk itu sendiri.Kita lihat program yang diberikan adalah bagaimana mewujudkan Gizi seimbang untuk ibu dan balita dan  bagaimana pengetahuan makanan apa yang sangat diperlukan untuk mereka.


Hal ini memang perlu diberikan agar masyarakat faham. Namun, apalah arti pengetahuan ini jika sebagian mereka yang berada pada kondisi stunting nyatanya adalah mereka yang kesulitan untuk mendapatkan makanan, dikarenakan kondisi perekonomian yang terpuruk? Maka, permasalahan stunting ini tidak bisa jika dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat saja dengan memberikan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kecukupan gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, namun perlu ada upaya serius dari negara untuk menangani permasalahan ini.
Bukan hal yang aneh sebenarnya ketika negara menyerahkan urusan masyarakat justru kepada individu ketika sistem yang dipakai adalah sistem kapitalisme. Kapitalisme menempatkan pemerintah sebagai fasilatator saja terhadap segala permasalahan yang ada di masyarakat. Berbeda dengan Islam, dimana negara memiliki kewajiban untuk bisa menjamin kebutuhan pokok masing-masing individu di dalam negaranya, individu per individu.


Tidak boleh pengukuran kesejahteraan hanya dirata-rata saja dalam masyarakat. Kebutuhan pokok tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang harus dijamin oleh negara. Pemimpin dalam Islam harus benar-benar memastikan masing-masing individu dalam masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Inilah prioritas utama yang diperhatikan negara, selain juga menjamin setiap kepala keluarga bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Dalam Islam, pemimpin adalah penanggung jawab urusan dan kemaslahatan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu di hadapan Allah SWT.  Nabi saw. bersabda  : “Seorang iman (pemimpin) pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya; dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian hanya sistem Islam yang mampu memberikan pelayanan sebaik baiknya kepada rakyat, salah satu diantaranya memberikan asupan gizi yang cukup bagi rakyatnya sebagai kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Karena itu semua merupakan tanggung jawab negara.
Oleh karena itu, jika kita ingin menyelamatkan generasi dari bahaya stunting dan mendapatkan keberkahan hidup. Maka solusi yang sangat rasional untuk permasalahan stunting di Indonesia adalah campakkan sistem kapitalisme dan  terapkan Islam secara menyeluruh. Allahu a'lam bi shawab

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar