Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Peran Negara dalam Pola Asuh Anak

Selasa, 07 Maret 2023




Oleh: Ike Marliana ( Pelajar )

Polisi telah mengadakan gelar perkara terkait kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak mantan pejabat Ditjen Pajak, Mario Dandy Satriyo (20), terhadap Cristalino David Ozora alias David (17), anak anggota pengurus pusat GP Ansor. Gelar perkara tersebut dipimpin oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dan dihadiri oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran yang memberikan asistensi terkait kasus tersebut. 

Dalam kasus penganiayaan terhadap David, polisi sudah menetapkan dua tersangka, yaitu Mario Dandy Satrio dan temannya Shane Lukas Rotua (19). Mario Dandy Satrio dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat, sedangkan Shane dijerat dengan Pasal 76 huruf C juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (LH)
memang betul salah satu hal yang dikaitkan dengan perilaku buruk anak adalah kesalahan pola asuh dalam keluarga. Di samping itu, terdapat UU 23/2002 yang mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya. Rohika juga menegaskan bahwa pengasuhan anak merupakan salah satu agenda nasional untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Pengasuhan yang tidak layak mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan anak karena pemenuhan hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik, seperti hak kesehatan dan hak perlindungan.

Pengasuhan yang tidak layak, lanjut Rohika, akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus asa bagi anak. Kondisi ini bahkan dapat mengakibatkan anak memiliki daya juang yang lemah. Dalam hal ini, imbuh Rohika, orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan yang baik, termasuk memberi semangat, pujian, menghargai waktu, dan lain sebagainya.
Ini menegaskan bahwa ada krisis berlapis yang melanda. Kesalahan pola asuh mungkin bisa kita sebut sebagai salah satu penyebab tindakan brutal seorang Mario. Namun, bagaimana dengan Mario-Mario lainnya? Kasus serupa Mario, toh, tidak hanya terjadi pada seorang Mario saja, bukan?

Dengan demikian, kita harus memandang kasus ini secara lebih holistik dan sistemis. Persoalan pengasuhan tidak hanya seputar kesiapan mental para calon suami dan istri sebelum memutuskan menikah. Aktivitas pra nikah juga tidak semestinya berupa pacaran yang selama ini mendapatkan pemakluman dari masyarakat karena dianggap “cinta monyet”.

Pacaran justru terjadi akibat ada ruang pengasuhan dan curahan kasih sayang yang kosong ketika yang bersangkutan masih kecil. Artinya, ada peran orang tua (ibu dan ayah) yang hilang saat momen pengasuhan itu berlangsung. Ruang kosong tersebut ibarat utang, cepat atau lambat harus “dilunasi” orang tua. Jika tidak, baik sadar maupun tidak, anak akan terus “menagih” hingga usia dewasa.
Islam menekankan pentingnya kesiapan mental bagi seorang muslim menyambut masa balig yang pada saat itu dirinya akan menjadi mukalaf (seseorang yang telah terbebani pelaksanaan hukum syarak di dunia dan dirinya harus sadar akan pertanggungjawaban di akhirat kelak). 

Islam juga memiliki khazanah keilmuan dan tsaqafah tentang pernikahan, hukum seputar keluarga, peran penting menjadi orang tua, serta sistem pola asuh anak sejak masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, prabaligh, hingga baligh.

Proses pengasuhan kepada anak ternyata tidak melulu soal kehadiran orang tua secara fisik, alih-alih sekadar kucuran materi dan fasilitas hidup. Akan tetapi, juga perihal ketakwaan sehingga menghasilkan pemikiran pada anak bahwa hanya dengan Islam sajalah standar kelayakan bagi cara pandang terhadap kehidupan. Di samping itu, mutlak bagi seorang ayah memberikan nafkah yang berasal dari rezeki yang halal. 

Selanjutnya, anak-anak kita membutuhkan lingkungan sosial yang kondusif yang akan membantu menciptakan atmosfer sehat bagi pendidikan dan pemikiran mereka. Masyarakat tersebut adalah masyarakat Islam yang juga menjadikan Islam sebagai standar kehidupan.

Tidak lupa, kita membutuhkan suatu negara dengan tata aturan kehidupan berdasarkan Islam kafah sebagaimana Khilafah sejak masa Rasulullah SAW, Khulafaurasyidin, dan Khulafa setelah mereka. Ini sebagai langkah mempersiapkan generasi muda muslim yang teguh memegang ajaran Islam, yang lahir dari keluarga-keluarga muslim miniatur peradaban Islam. 

Wallahu a'lam bish showab.

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar