Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Ibu Ikut Pengajian Mengapa Dipermasalahkan?

Kamis, 09 Maret 2023




Oleh: Tri S, S.Si


Pernyataan dari Megawati Soekarno Putri mengenai sindiran terhadap para ibu di Indonesia yang suka mengikuti pengajian sehingga lupa dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak. Pernyataan ini disampaikannya ketika mengisi acara Kick Off Pancasila oleh BPIP bersama BKKBN dan BRIN pada kamis 23 Februari 2023. Sebelum menyatakan pernyataan ini, beliau menyampaikan maaf terlebih dahulu dan meminta untuk tidak dibullly dari pernyataannya itu. Tapi banyak pihak yang menyayangkan pernyataannya itu. Menurut Megawati, harus ada manajemen rumah tangga keluarga agar urusan rumah tangga dan anak tetap dapat diurus, tidak hanya sibuk pengajian. Pernyataan Megawati ini ditanggapi oleh Kiai Cholil selakuk ketua MUI yang menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti pengajian ini tetap bisa mengirim anak, bahkan menjadi tahu dan peduli mengurus anak.


Tuduhan melalaikan anak dengan dalih rajin mengikuti pengajian adalah tuduhan yang tidak berdasar. Aktifitas mencari ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan keislamannya tanpa berusaha memahami Islam dan mengamalkannya. Menuntut ilmu agama hukumnya fardhu'ain. 



Pernyataan bahwa rajin ikut pengajian maka lalai mengurus anak jelas tidak berdasar, karena dengan mengikuti pengajianlah umat Islam dapat memahami berbagai hukum Allah secara kaffah (menyeluruh). Dalam sistem sekuler yang dianut hari ini, ilmu agama justru tidak diajarkan secara menyeluruh. Ilmu agama dianggap tidak penting bahkan diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. 


Dia mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak. Megawati juga menginstruksikan kepada dua menteri yang mengurusi ibu-ibu dan stunting, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengatur waktu ibu-ibu, supaya tidak terus mengikuti pengajian karena sampai melupakan asupan gizi anak.


Sungguh pernyataan ngawur mengaitkan pengajian dengan kasus stunting. Kalau ditelisik lebih lanjut, pernyataan tersebut bisa masuk dalam kalimat penodaan agama Islam. Mengkaji Islam dalam majelis ilmu merupakan kewajiban bahkan faidahnya akan mempermudah jalan ke surga bagi para penuntut ilmu. Begitu pun seorang Ibu juga memiliki kewajiban menanamkan aqidah Islam kepada anak-anaknya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 132 yang artinya:

"Dan Ibrahim mewasiatkan  (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."

Demikianlah Islam mengajarkan berbuat baik kepada keluarga, mewajibkan kaum ibu menjaga dan mendidik anaknya dengan ajaran Islam. Tidak pernah sekalipun Islam menyuruh untuk menelantarkan anak. Justru dengan datang pengajian, ibu akan semakin cerdas dalam mengatasi permasalahan hidup saat ini. Seperti kemiskinan, pergaulan bebas, perselingkuhan, pengangguran, krisis moral yang melanda generasi, dsb.


Tentu ibu yang bijak akan memperhatikan kesehatan dan keamanan anak ketika harus meninggalkan anak untuk pergi menuntut ilmu. Bahkan jika hanya sekedar datang ke pengajian 2 atau 3 jam. Mirisnya, banyak para ibu yang harus meninggalkan anaknya untuk mencari penghasilan demi tercukupi kebutuhan keluarga. Lantas bagaimana nasib anak mereka?


Deretan permasalahan imbas penerapan ideologi kapitalisme yang mengagungkan materi sebagai sumber kebahagiaan. Meninggalkan banyak fakta kelam rapuhnya keluarga. Kaum ibu yang sejatinya berperan mendidik anak mereka dengan iman dan Islam justru disibukkan dengan dunia pekerjaan. Malah ibu yang datang ke pengajian untuk sekedar mencari ketenangan dan solusi hidup, mereka yang disalahkan.


Dalam kitab Tanbighul Ghafilin, Said bin Almusayyab dari Abu Said Alkhudri ra. berkata Rasulullah: Amal yang utama di atas bumi ini ada tiga yaitu penuntut ilmu, jihad, dan usaha kasab, sebab penuntut ilmu itu adalah kekasih Allah, dan pejuang jihad itu adalah waliyullah, dan usaha yang kasab adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh bertaqwa kepada Allah. Kebaikan demi kebaikan lahir dari majelis ilmu. Ilmu sejatinya wajib diamalkan sebagai solusi kehidupan. Kehidupan akan berkah, peradaban akan mulai jika umatnya mengamalkan ilmu. Dalam Islam, mengkaji Islam secara kaffah merupakan bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu yang justru akan difasilitasi negara.


Program pembinaan ini terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara. Dalam sejarah peradaban Islam, negara Islam menjadikan tsaqofah Islam sebagai pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan negara. Aqidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Selama masa Kekhalifahan Islam itu, tercatat beberapa lembaga pendidikan Islam yang terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama, nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi simbol kegemilangan peradaban Islam. Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain, Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika.


Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga itu berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi dan al-Firdausi. Walhasil, Islam mencetak peradaban yang penuh berkah. Khazanah keilmuan yang berkembang pesat, pendidikan gratis dan berkualitas.

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar