Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Dari Opini Hingga Ancaman Krisis Generasi

Jumat, 10 Maret 2023



Oleh: Ummu Diar

Berulang kali dunia maya diguncang dengan pro kontra terkait opini child free. Berulang kali pula bermunculan opini lanjutan yang mendukung pendapat masing-masing. Keduanya sama-sama mengutarakan sisi positif negatif bagi masing-masing pemilik opini. Namun kebanyakan di antaranya berbicara mengenai pengaruh jangka pendeknya.

Padahal perbuatan kita saat ini, memang benar akan berpengaruh untuk diri kita sendiri saat ini, atau beberapa tahun ke depan. Namun lebih dari itu, sebenarnya perbuatan hari ini akan terakumulasi menjadi simpanan deposit yang berimbas di masa depan yang lebih jauh, bahkan melebihi dari jauhnya jatah hidup di dunia. Dan ketika imbas tersebut sudah mengumpul tahunan, maka keseringan yang terpengaruh bukan hanya individu pelaku, melainkan bisa meluas hingga ke lingkungan dan komunitas.

Beberapa negara besar yang saat ini mengalami indikasi penurunan usia muda produktif, bukan terjadi karena baru saja tidak ada kelahiran yang banyak. Melainkan karena sekian tahun atau bahkan sekian puluh tahun sebelumnya ada individu yang melakukan aksi child free. Dan malangnya pelakunya bukan satu atau dua orang, melainkan komunal seiring meluasnya opini di masa itu. Tak heran jika sampai ada pendapat yang menyampaikan bahwa ancaman krisis generasi negara-negara tersebut di depan mata.

Bisa dibayangkan apa jadinya bila sebuah negeri minim generasi muda? Siapa yang akan membantu meneruskan peradaban di sana? Bukankah generasi tua sudah semakin terbatas daya dukungnya untuk mempertahankan peradaban? Kalau sudah begini, apakah kebahagiaan dan kebebasan hidup tanpa gangguan anak di masa muda mampu memberikan makna di masa tua? Apakah kondisi awet muda (karena karena dana perawatan tidak teralihkan pada pembiayaan anak) dapat memperbaiki keadaan?

Maka, sejatinya setiap opini yang dikeluarkan tidak boleh sembarangan. Tidak boleh ngawur hanya mengikuti hawa nafsu semata. Apapun yang keluar dari manusia, perkataan berupa opini panjang atau sebatas satu kalimat pun haruslah dipikirkan matang-matang. Terlebih bagi generasi muslim, sebab dalam keyakinan Islam ditegaskan bahwa setiap diri akan bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.

Oleh karenanya setiap jiwa dan pemikiran yang keluar darinya janganlah sebatas menuruti jebakan individualistik, jebakan teori finansial, jebakan teori mental, atau alasan lain yang mengatasnamakan kesetaraan gender. Sebab, hakikat pemikiran, dalam apapun tidak akan cemerlang apabila tidak disumberkan pada pencipta tempat jiwa dan pemberi anugerah pemikiran itu sendiri. Artinya setinggi apapun sanjungan opini manusia, jikalau nyeleweng dari konsep yang dititahkan Zat Maha Sempurna, niscaya akan gagal total.

Itulah mengapa pemikiran ini sebenarnya perlu dilatih sejak awal. Dibiasakan bisa memahami aturan dari Ilahi, dibiasakan mengendalikan hawa nafsu merasa hebat sejak dini. Sebab sesungguhnya dalam Islam, jauh sebelum opini-opini child free muncul, sudah matang Rasulullah menerangkan tentang generasi dan hal yang terkait. Mindset hidup muslim sejak awal sudah digariskan bahwa misi hidup di dunia adalah beribadah, menghamba pada Rabnya. Sehingga kegiatan apapun, sejatinya diniatkan untuk ibadah, dijalankan dengan aturan dari Zat yang diibadahi.

Termasuk dalam kepemilikan anak, dipandang sebagai bagian dari ibadah yang paling lama durasinya. Karena ada banyak aktivitas di dalam ikatan pernikahan yang sejatinya mengandung unsur bentuk pelaksanaan syariatNya. Termasuk memiliki anak, adalah anjuran yang kelak pun akan dibanggakan di akhirat terkait jumlahnya. Pun amanah anak yang dilakukan dengan benar, dikabarkan sebagai aset jariyah, yang tentunya bukan hanya membahagiakan di dunia, melainkan terus menerus hingga akhirat. Konsep ini tentu tidak dimiliki oleh penganut individualisme, kapitalisme, atau feminisme.

Lebih dari itu terkait dengan konsep biaya, Islam menerangkan bahwa rizki Allah selalu mencukupi setiap makhluk. Dan jaminan rizki ini sifatnya kontinyu sampai ajal datang. Sehingga bila keyakinan yang dimiliki benar, maka akan hilang kegalauan soal biaya bila harus membesarkan anak. Pun dari sisi dukungan, di masa Rasulullah dan generasi sesudah beliau meneladankan bahwa ada peran negara yang aktif. Produktif mengelola ekonomi sesuai syariah, memastikan sumber pemasukan dan alokasi pengeluaran dengan benar, hingga memberi kesempatan pada setiap orang untuk mudah mengakses pekerjaan.

Walhasil, bila ada regulasi IsIam, persoalan ekonomi bukan masalah. Pun demikian soal pendidikan, lingkungan sosial, ataupun kesehatan anak. Semuanya mendapatkan payung dari negara yang memposisikan dirinya sebagai pelayan Ummat, bukan regulator pengejar keuntungan. Maka ketika secara mindset sudah benar, secara dukungan negara ada, generasi tidak akan terbebani banyak hal. Opini yang keluar juga gak sembarangan. Dan pastinya ancaman krisis generasi bisa dihindarkan.[]

Note : Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi ibumenulis.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar